Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pembunuhan lewat knalpot

Pembakaran bahan bakar pada mobil atau motor melalui knalpot menghasilkan co. suatu zat pembakaran tak sempurna sebagai racun. dua orang penumpang meninggal akibat asap knalpot colt minibus. (ling)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAM 7 malam, 4 Agustus lalu, sebuah minibus Colt berpenumpang 13 orang (termasuk supir dan kenek) bertolak dari Jakarta ke Tasikmalaya. Tiba di Tasik pagi hari. Sang supir Ili bin Fachrudin merasa masih ngantuk. Tapi matanya yang perih mendadak membelalak ketika melihat dua orang penumpangnya -- Ijang, 65 tahun, dan Ny Icih, 52 tahun - tak mau bangun-bangun dari tidurnya. Ketiduran, memang. Tapi untuk selama-lamanya. Dia hanya bisa mengucapkan inna lillahi wainna ilaihiroji'un, lalu lapor ke polisi. Aki Ujang dari Tasik dan Ny. Icih ternyata mati tercekik asap knalpot itu. Begitu dugaan Danres 844 Tasikmalaya, Letkol (Pol) Jamhoer Bratakusumah dalam laporannya ke Laboratorium Kriminil MABAK di Jakarta. Kepada polisi, supir Ili juga mengakui, bahwa dalam perjalanan sehari sebelumnya dari Tasikmalaya ke Jakarta asap knalpot minibusnya nyaris minta korban. Salah seorang dari ke-9 penumpangnya minta berhenti di jalan dan kembali ke Tasik malaya karena tak tahan asap itu. Tiga orang lagi minta turun dan ganti kendaraan - juga karena tak tahan bau asap. Mereka pada mulanya muntah-muntah dengan air mata berceceran karena perihnya tusukan asap ke mata. Dugaan Letkol Jamhoer ternyata dibenarkan oleh Kepala Laboratorium Kriminil MABAK, Brigjen (Pol) drs Soesetio Pramoesinto. Karena pembakaran bensin di mesin minibus kolt itu tak sempurna, gas knalpot yang terhirup oleh kedua penumpang yang tua itu telah merenggut nyawa. Khususnya gas karbona-mono-oksid (CO) yang terbawa bersama asap karena pembakaran tak sempurna itu. Juga, tubuh dan knalpot mobil itu sudah keropos. Kir Kendaraan Knalpot memang terpasang di bawah tubuh mobil. Tapi ujungnya berada 20 senti di depan bumper. Bagian bagasi terbuka, sehingga asap yang keluar dari knalpot melayang ke dalam ruang duduk mobil. Karena mobil tertutup, asap itu terhirup oleh penumpang yang duduk paling di belakang. Kasus kematian dua penumpang tua itu menyebabkan Brigjen Soesetio memutuskan untuk menulis rekomendasi pada Dirjen Perhubungan Darat Soempono Bayuaji. Dalam surat itu, dia mengusulkan supaya kir kendaraan bermotor tak hanya dibatasi pada tubuh kendaraan itu saja. Tapi juga pada sistim pembakarannya. Yang tak baik pembakarannya - sehingga terbuang pula gas racun CO itu -- harus diapkir. Menurut brigjen polisi itu, tak ada beda pengaruh pembakaran pada mobil maupun motor terhadap manusia. Juga tak banyak beda antara bensin premium, bensin super, atau solar. "Semuanya akan berakibat buruk, bahkan bisa mematikan, bila pembakarannya tidak beres," ujar Soesetio. Makanya menurut ingatan dia, pabrik mobil General Motors (AS) misalnya selalu melengkapi mobil buatannya dengan saringan knalpot berupa kaalisator kimiawi yang dapat menetralisir CO yang keluar dari knalpot menjadi CO2, alias gas asam arang yan tak beracun. Belum Wajib Sayangnya katalisator semacam itu belum dipakai pada mobil yang dirakit di Indonesia. Mungkin karena pemerintah belum mewajibkannya. Yang dipasang pada knalpot barulah peredam suara. Itu sebabnya Soesetio mengusulkan langkah darurat, menunggu lankah pengamanan lebih lanjut dari Dirjen Perhubungan Darat. Untuk mencegah keracunan, sopir harus lebih banyak berhenti --terutama pada trayek jarak jauh agar para penumpang tiap kali dapat membasuh paru-parunya dengan udara segar. Alasannya: Pernafasan orang terganggu dan, dia merasa sesak. Karena CO yang bocor dari knalpot lewat gelembung alveoli dalam paru-paru bergaul dngan butir darah merah (hemoglobin) dalam darah. Nah, dengan menghirup udara segar, oksigen (02) dalam udara akan membelenggu CO dalaun memoglobin. C02 yang terjadi akan keluar bersama udara kotor dari paru-paru. Letkol (Pol) drs Djamaris ldris, Kepala Bagian Kimia Labkrim Mabak nenambahkan, orang bisa membunuh orang lain -- atau bunuh diri - dengan mengisap gas knalpot. Dengan mesin mobil atau motor yang dihidupkam dalam waktu 30 menit orang bisa mati lemas dalam garasi yang tertutup. Kata Djamaris pula, kolt maut di Tasikmalaya itu bukan hasil perakitan. Sebab bila hasil industri perakitan artinya tadinya datang terbongkar total (completely knocked down) tentunya terpasang sesuai dengan petunjuk pabrik. Kolt yang ini hanya datang dalam bentuk chasis dan mesin. Bagian lainnya. "Untuk di sini tanya disesuaikan dengan petuunjuk pabrik. Dugaan Djamaris, tubuh asli mobil itu meimang pendek. Sesuai dengan knalpotnya. Tapi kemudian dibuatkan tubuh yang panjang, agar dalam mengangkut penumpang lebih banyak. Akibatnya, ujung knalpot 'mengganutng' di depan bumper. Padahal sebaiknya knalpot harus lehih panjang dari tubun mobil. Dengan arah membuang gas ke samping. Kecuali bagi mobil sedan yang bagian belakangnya tertutup. Sebab bila jeep atau station wagon yang belakangnya terbuka dipasangi knalpot yang tak dibelokkan ke samping, kemungkinan besar asap knalpot akan terhembus ke dalam mobil. Pinjam Onderdil Kedua perwira polisi itu menjelaskan, bahwa banyak mobil yang meminjam onderdil mohil lain khusus untuk dikir. Setelah dikir, onderdil pinjaman itu dikembalikan ke mobil lain. Selanjutnya mobil yang sudah dikir berjalan terus dengan onderdil yang tak memenuhi syarat. Itu sebabnya mereka berkeras, bahwa bukan penampakan fisik mobii itu sa ja yang harus dikir. Tapi juga pembakarannya. Sebab untuk itu pemilik mobil tak bisa menipu dengan menukar onderdil. Kecuali bila seluruh mesin dari mobil lain dicangkokkan ke mobil yang mau dikir. Sebegitu jauh Soesetio menjelaskan, bahwa inilah kasus kematian pertama karena asap knalpot. "Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa sebelumnya sudah ada. Hanya saja tak sampai ke tangan polisi," ujarnya. Karena itu, kasus Tasikmalaya ini baiknya dijadikan lampu kuning untuk berjaga-jaga. Dan memang sudah saatnya. Sebab di Jakarta saja, tahun ini sudah ada sekitar « juta kendaraan bermotor. Tiga tahun lagi, jumlah itu sudah akan melipat dua. Di seluruh Indonesia, menurut catatan bulan Mei 1977 di Direktorat Lalu Lintas Mabak terdapat 2,16 juta kendaraan bermotor. Tak termasuk kendaraan ABRI dan korps diplomatik. Jadi bayangkan saja, berapa ton C02 dan C2O yang tiap hari terbuang ke udara. Belum lagi polutan lain yang juga berbisa, seperti timah hitam (Pb) yang juga terdapat dalam bensin, oksida zat lemas, hidrokarbon, aldehida, dan karbon murni alias jelaga (soot). Meskipun tak langsung membuat orang mati tereekik, kita tentunya tak mau meniru kota Los Angeles di pantai barat AS di mana asap buangan kendaraan bermotor (automotive smog) sudah menghantui penduduk kota itu sejak tahun 1940-an. Atau Sydney, Australia, yang kadar COnya sudah di atas kota manapun di AS. Tapi untuk itu perlu tindakan yang berani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus