Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Petani Kita Bikin Pestisida Sendiri

Petani di Karawang & Indramayu membikin obat anti hama sendiri disebut emulsi yang dibuat dari campuran air, sabun, minyak tanah dikawatirkan risikonya pada lingkungan. (ling)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Rengasdengklok, padi yang hampir bunting di sawah telah mendadak kering tak berseri. "Itu tanda serangan hama," kata Tarma, 43 tahun. Tarma dan banyak petani lainnya dari kabupaten Karawang itu sudah berpengalaman diserang wereng, tikus dan hama lainnya. Kesadaran mereka memakai pestisida sudah tidak diragukan lagi untuk melawan hama tadi. Tapi pestisida yang dianjurkan para penyuluh pertanian seperti diazinon dan sevin -- keduanya sudah beken -- hilang dari pasaran setempat. Bahkan banyak daerah persawahan lainnya di Jawa Barat juga kekurangan jenis pestisida itu. Sebagian kaum penggarap -- seperti terjadi di Karawang dan Indramayu menerapkan pepatah: "Tak ada rotan akar pun jadi." Mereka membikin obat anti hama sendiri, disebut emulsi yang diduga berasal dari petunjuk kaum penyuluh pertanian pula. Emulsi itu terdiri dari 6 liter air bersih yang dipanaskan. Air mendidih itu diberi satu kg sabun hijau yang sudah diiris. Setelah panasnya turun -- sampai 40 derajat F, dituang 12 liter minyak tanah (kerosene) ke dalam adukan sabun dan air tadi. Adukan tadi menghasilkan 16 liter emulsi yang cuma menelan biaya Rp 1800, dibandingkan dengan harga diazinon ataupun sevin yang Rp 1350 per liter. Pestisida resmi itu dipakai sebanyak 1,3 liter untuk menyemprot satu hektar, hingga terpokok sekitar Rp 1800. Sedangkan dengan emulsi petani mengeluarkan Rp 800 saja untuk satu hektar Emulsi itu dicampur lagi dengan air dengan perbandingan 1 25 sebelum disemprotkan. Terlebih dulu ia dikocok dalam tabung penyemprot pada tekanan 5 atmosfir. Tarma belajar membikin emulsi ini dari petani lain setelah 30% garapannya yang satu hektar dimakan hama bulan lalu. Penemuan ini rupanya tersebar secara estafet, dan pemakaiannya pun sudah meluas. Dinas pertanian setempat pun sudah membiarkan, padahal pemakaian jenis pestisida harus mengikuti ketentuan resmi guna mencegah pencemaran lingkungan. Emulsi bikinan petani itu jelas tidak seizin resmi Komisi Pestisida. "Ini sangat berbahaya," komentar Menteri Muda Urusan Pangan ir. Ahmad Affandi. Ia khawatir lingkungan akan cemar dibikinnya. Soalnya ialah tanpa pestisida sama sekali sudah terbukti merugikan bagi petani seperti Tarma. "Penggunaan minyak tanah oleh petani sebenarnya sudah warisan zaman Belanda," seorang pejabat Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Depertan mengatakan pekan lalu pada TEMPO. "Minyak tanah dari dulu diakui mampu mematikan hama tanaman. Hanya sekaran sudah ditemukan formula moderen yang menimbulkan risiko lebih kecil ketimbang memakai minyak tanah." Bila berpegang pada peraturan, pemakai emulsi tetap salah. Namun risikonya besar terutama bila petani menyemprotkannya setelah lama disimpan, tp akan baik bila dipakai segera sesuatu campuran air, sabun dan minyak tanah itu dibuat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus