Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sebuah Surga yang Tercemar

Proyek Manado Kota Pantai mengancam Taman Nasional Bunaken. Konon, umur Bunaken tinggal lima tahun.

20 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN mengaku ke Manado kalau belum melihat Bunaken. Begitulah cara orang Manado "menjual" kawasan wisata di perairan Sulawesi Utara itu. Promosi ini memang bukan tanpa alasan. Bunaken kerap disebut sebagai surga bawah laut. Keragaman jenis terumbu karangnya terkenal paling kaya di dunia. Saking uniknya, Bunaken dijadikan taman nasional yang dilindungi. Cuma, soalnya, dua tiga tahun mendatang, apakah surga Bunaken akan sama indahnya? Mark Erdman, ahli konservasi laut Universitas California yang sudah tujuh tahun mengamati perairan Sul-Ut, meragukannya. "Lima tahun lagi," katanya dengan prihatin, "tak ada lagi turis yang mampir ke sini." Ahli biologi yang sedang meneliti tingkat pencemaran di kawasan itu melihat air laut Taman Nasional Bunaken makin hari makin keruh saja. Erdman mencatat, tiga tahun lalu para penyelam masih bisa melihat pemandangan di dalam laut hingga jarak 50 meter. Sekarang, paling jauh 20 meter. Keprihatinan ini diungkapkan Erdman dalam seminar "Manajemen Terumbu Karang", yang digelar di Manado dua pekan lalu. Sulit dibantah, Bunaken tengah dikepung bahaya pencemaran dan perusakan. Dari Teluk Manado, lima muara sungai mengguyurinya dengan muntahan limbah dan aneka macam sampah. Arus laut lalu menggiring ampas busuk dari pantat Manado itu ke surga Bunaken. Selain lima pantat busuk itu, beberapa proyek properti juga mengancam perairan cantik ini. Hotel Santika Manado di Bunaken, misalnya, awal tahun ini membangun dermaga khusus setelah lebih dulu membongkar terumbu karang. Dan bukan itu saja. Pembangunan proyek Manado Kota Pantai (MKP), yang semula terhenti tapi kini dimulai lagi, juga ikut mengancam kelestarian surga bawah laut itu. MKP merupakan proyek ambisius yang dimulai sejak 1997. Rencananya, 10 kilometer garis pantai akan disulap menjadi kawasan niaga. Konon, proyek ini dibuat untuk menyelamatkan Kota Manado, yang terancam pengikisan air laut (abrasi). Ceritanya, selama 30 tahun terakhir, air laut telah melahap pantai hingga 100 meter ke daratan. Untuk menyelamatkan ibu kota provinsi Sul-Ut itu, pemda membangun tanggul dan talud pemecah ombak. Toh, kedua perisai ini rontok. Untuk membeking tanggul nan rapuh itu, swasta diundang agar membangun benteng baru. Caranya dengan mereklamasi Teluk Manado. Maka, lahirlah MKP: laut dikapling dan diuruk hingga sejauh 200 meter. Untuk menyelesaikan proyek 100 hektare yang dibagi dalam tiga blok ini, dibutuhkan dana Rp 500 miliar. Sejak awal, proyek "penyelamatan lingkungan" ini digugat pencinta lingkungan. Mereka mengganggap sedimen reklamasi akan mengancam kehidupan terumbu karang dan habitat ikan. Berkat protes ini, satu blok reklamasi memang dihentikan, tapi dua lainnya jalan terus. Proyek raksasa ini baru benar-benar mandek dua tahun lalu, bukan karena protes, melainkan lantaran krisis ekonomi. Pertengahan bulan lalu, proyek puso itu tiba-tiba bernyawa lagi. Tak kurang dari Wakil Presiden Megawati meresmikan dimulainya reklamasi pantai milik PT Megasurya itu. Di perusahaan ini, Theo Syafei, teman satu partai Megawati, duduk sebagai komisaris utama. Reklamasi inilah yang sekarang menjadi salah satu ancaman terbesar Bunaken. Menurut Kepala Laboratorium Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Gybert E. Mamuaya, meskipun jaraknya 11 mil laut, limbah proyek ini akan sampai juga ke Bunaken. Pada bulan Oktober-Januari, arus akan berarak dari Teluk Manado ke Tanjung Mandolang sampai Tanjung Pisok, dan akhirnya ke Bunaken. Pergerakan massa air ini ikut memindahkan sampah dan partikel lumpur. Gampang diduga, partikel limbah ini akan menghalangi sinar matahari sehingga menghambat pertumbuhan terumbu karang. Padahal, Bunaken, dengan 250 jenis terumbu karang, telah menjadi tempat hidup sekitar 2.500 spesies ikan, termasuk beberapa yang langka seperti napoleon, kuli pasir, dan kakak tua. Jika kerusakan ini dibiarkan, salah satu warisan alam terindah milik dunia itu terancam musnah. Konsultan lingkungan MKP, Janny Dirk Kusen, membantah proyek ini mencemari Bunaken. Katanya, talud yang dipasang sebelum laut diuruk sudah dilapisi dengan serat geoteksil, yang berfungsi mengunci material buangan proyek. Dengan serat ini, lumpur reklamasi dijamin tak akan ngeluyur sampai Bunaken. Mana yang benar, tak jelas betul. Tapi satu hal pasti: mumpung surga itu masih ada di Manadoâ€Ĥ. Belum tentu kita bisa melihatnya lagi, juga kelak, di alam lain. Agung Rulianto, Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus