Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - TNI Angkatan Udara atau TNI AU melalui Pangkalan Udara (Lanud) Adi Soemarmo, Jawa Tengah, berkolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan modifikasi cuaca dalam upaya menangani kekeringan di Pulau Jawa. Berdasarkan siaran pers yang dikutip dari ANTARA pada Senin, operasi modifikasi cuaca ini telah dimulai pada Sabtu, 6 Juni 2024 dan menargetkan wilayah Malang, Solo, dan Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Operasi Modifikasi Cuaca
Operasi tersebut menggunakan pesawat Casa-212 dengan nomor registrasi A-2105, yang diawaki oleh Kapten Pnb Faizal, untuk menyebarkan garam dari udara. Penyebaran garam dilakukan di beberapa titik strategis untuk meningkatkan curah hujan. Dengan meningkatnya curah hujan, diharapkan debit air waduk di berbagai wilayah Pulau Jawa akan bertambah, sehingga masalah kekeringan dapat diatasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peran Kementerian PUPR
Kementerian PUPR berperan dalam memastikan bahwa penyebaran garam oleh TNI AU dilakukan di titik-titik yang tepat. TNI AU dan Kementerian PUPR berkomitmen untuk melanjutkan operasi ini hingga 10 Juni 2024. Lanud Adi Soemarmo berharap operasi ini dapat mencapai target peningkatan debit air waduk, sehingga kebutuhan air untuk pertanian, industri, dan masyarakat dapat terpenuhi.
Arahan Menko Polhukam
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto telah mengingatkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono tentang pentingnya mengantisipasi kekeringan di beberapa wilayah, termasuk Pulau Jawa. "Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Timur diperkirakan akan mengalami kemarau hingga September, diikuti oleh La Nina. La Nina belum selesai, sehingga AU harus segera menyiapkan alutsista untuk modifikasi cuaca," ujar Hadi setelah menghadiri upacara serah terima jabatan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat, 5 April 2024.
Alutsista dan Teknologi Modifikasi Cuaca
Menko Polhukam menjelaskan bahwa pesawat TNI AU telah dimodifikasi dengan alat pengatur cuaca untuk melaksanakan tugas ini. Langkah ini diambil untuk menghindari kekeringan ekstrem yang dapat menyebabkan kebakaran hutan di beberapa wilayah kering. Selain mengatasi kemarau panjang, teknologi modifikasi cuaca ini juga mampu menekan curah hujan yang terlalu tinggi, sehingga dapat meminimalisir bencana alam akibat kondisi cuaca ekstrem.
Harapan dan Dampak
Menko Polhukam berharap upaya ini dapat segera memberikan dampak positif dalam meminimalisir risiko bencana alam yang disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem. Diharapkan pula bahwa teknologi modifikasi cuaca yang diterapkan akan efektif dalam redistribusi hujan ke daerah-daerah yang terdampak kekeringan.
Upaya Lanjutan
BNPB juga turut serta dalam operasi modifikasi cuaca dengan menyebarkan 24 ton natrium klorida sejak dimulainya operasi TMC di Sumatera Barat. Pemerintah Indonesia telah memaparkan efektivitas modifikasi cuaca dalam mengatasi kekeringan kepada pihak Tunisia.
Kekeringan di Indonesia
Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menyatakan bahwa kajian perubahan iklim Indonesia 2021-2050 oleh BRIN menunjukkan peningkatan signifikan hujan dan kekeringan ekstrem di beberapa wilayah. Hal ini terutama berdampak pada bagian tengah dan selatan Sumatra.
Dampak Kekeringan Ekstrem
Erma menjelaskan bahwa wilayah Kalimantan tengah, timur, dan selatan, termasuk Ibu Kota Negara (IKN), juga akan terdampak oleh kekeringan ekstrem di masa mendatang. Sebaliknya, bagian barat Kalimantan diproyeksikan akan mengalami peningkatan jumlah hari basah. Di Pulau Jawa, sebagian besar wilayah diprediksi menghadapi suhu maksimum yang lebih tinggi, sedangkan Jawa Timur bagian pantura diperkirakan akan mengalami suhu minimum yang lebih rendah.
Pola Hujan Diurnal
Menurut Erma, kajian pola hujan diurnal sangat penting untuk memahami pola cuaca ekstrem yang muncul akibat pemanasan global. Di Indonesia, pola hujan diurnal mengikuti pola umum hujan di daratan yang dipengaruhi oleh angin darat-laut dan gelombang gravitasi. Akibatnya, hujan biasanya terjadi di sore hari di darat dan pagi hari di laut.
Namun, ada variasi fase hujan diurnal, terutama di wilayah utara Jawa bagian barat, termasuk DKI Jakarta, di mana hujan maksimum sering terjadi pada dini hari dengan intensitas tinggi. Hal ini telah terbukti menjadi penyebab banjir besar di Jakarta pada tahun 2007, 2013, 2014, dan 2020.
MICHELLE GABRIELA | ANWAR SISWADI | ANTARA
Pilihan Editor: Hadapi Kekeringan Lanud Adi Soemarmo Lakukan Modifikasi Cuaca