Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan puas atas vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam terhadap Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba (43 tahun) warga Mesir. Abdelaziz adalah nakhoda kapal tanker berbendera Iran, MT ARMAN 114,1 yang ditangkap atas tuduhan pencemaran Laut Natuna Utara pada tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam putusannya pada Rabu 10 Juli 2024, majelis hakim terdiri dari Saptari Tarigan sebagai Hakim Ketua, Setyaningsih, dan Douglas R.P. Napitupulu sebagai Hakim Anggota menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider kurungan 6 bulan. Abdelaziz dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 69 ayat (1) Huruf a jo Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai dengan tuntutan jaksa, hakim juga menyatakan barang bukti berupa 1 unit kapal beserta muatan light crude oil sejumlah 166.975,36 metrik ton dirampas untuk negara.
Dalam pernyataannya, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani, menilai vonis itu sebagai pembelajaran penting bagi pelaku kejahatan lingkungan, khususnya pelaku pencemaran laut Indonesia. Dia mencatat beberapa kasus sebelumnya yang juga sampai ke Pengadilan Negeri Batam.
Pada 15 Juni 2022, hukuman pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 5 milliar diberikan dalam perkara penyelundupan limbah B3 ke wilayah Indonesia. Terdakwa saat itu adalah Chosmus Palandi, Kapten Kapal SB Cramoil Equity berbendera Belize, yang kapalnya juga dirampas oleh negara.
Pada 25 Mei 2021, vonis bersalah dijatuhkan untuk Chen Yi Qun, warga negara Cina (Nakhoda Kapal Tanker MT Freya Berbendera Panama) atas tindak pidana dumping limbah B3 ke laut. Putusannya penjara 1 tahun dan denda 2 miliar rupiah.
Rasio juga mengapresiasi Kejaksaan Negeri Batam yang disebutnya telah menuntut berat kepada pelaku. Pujian diarahkannya pula kepada tim di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang terlibat dalam penanganan kasusnya.
"Kita harus menindak tegas kapal-kapal asing yang menjadikan laut Indonesia jadi tempat pembuangan limbah. Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum maksimal agar ada efek jera," kata Rasio dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin 15 Juli 2024.
Kronologi Kasus Pencemaran
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, menuturkan kronologi kasus terkini yang melibatkan kapal Iran. Disebutkannya, kasus bermula dari hasil tangkapan Petugas Patroli KN Marore 322 Bakamla yang melihat di radarnya dua kapal tanker saling menempel dan mematikan AIS.
Selanjutnya Tim Bakamla mendekati dan terlihat Kapal MT ARMAN 114 berbendera Iran bermuatan light crude oil dan MT TINOS diduga melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal. Dari hasil pengamatan yang diterbangkan Tim Bakamla RI, terlihat sambungan pipa kedua kapal saling terhubung dan juga adanya oil spill dari kapal MT ARMAN 114.
Tim Bakamla RI melakukan pengambilan sampel air laut yang terkontaminasi minyak akibat oill spill dilanjutkan pemeriksaan terhadap Kapal MT ARMAN 114 dibantu oleh coast guard Malaysia. Selanjutnya kapal MT ARMAN 114 Berbendera Iran dibawa ke Perairan Batam untuk ditindaklanjuti.
"Selanjutnya, pada 11 Juli 2023, Bakamla melimpahkan kasus ini kepada KLHK untuk dilakukan pendalaman dan penyidikan sesuai kewenangan yang dimiliki aparat Gakkum KLHK," ucap Yazid dalam keterangan tertulis yang sama dengan Rasio.
Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel air laut dari lokasi kedua tanker dan keterangan ahli, disimpulkan bahwa terjadi pencemaran air laut di Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau, akibat tumpahan minyak dari Kapal MT ARMAN 114.