Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Newsletter

Skenario Gagal Ferdy Sambo

Skenario menyelamatkan Ferdy Sambo ini sudah Tempo rencanakan sepekan lalu untuk menjadi laporan utama pekan ini.

9 Agustus 2022 | 15.20 WIB

Inspektorat Khusus Mabes Polri yang beranggotakan sejumlah jenderal bintang tiga memutuskan Ferdy Sambo melanggar kode etik. Ia dianggap terlibat merusak kamera pengawas di sekitar rumahnya
material-symbols:fullscreenPerbesar
Inspektorat Khusus Mabes Polri yang beranggotakan sejumlah jenderal bintang tiga memutuskan Ferdy Sambo melanggar kode etik. Ia dianggap terlibat merusak kamera pengawas di sekitar rumahnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Luput dari pantauan wartawan, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo mendatangi Gedung Badan Reserse Kriminal pada Sabtu pagi, 6 Agustus lalu, di Jalan Trunojoyo, Kebayora Baru, Jakarta Selatan. Sehari sebelumnya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri ini juga datang dengan mengenakan pakaian dinas. Ia diperiksa dalam perkara kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Brigadir Yosua tewas dengan tujuh luka tembak di rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Berbeda dengan pemeriksaan pada Jumat, Ferdy tak pulang seusai diperiksa Tim Khusus dan Inspektorat Khusus pada Sabtu sore, sekitar pukul 17.30. Inspektorat Khusus yang beranggotakan sejumlah jenderal bintang tiga memutuskan Ferdy melanggar kode etik. Ia dianggap terlibat merusak kamera pengawas di sekitar rumahnya. Rekaman tersebut diperkirakan menjadi salah satu kunci misteri kematian Brigadir Yosua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ferdy ditahan dengan menggunakan mekanisme Penempatan dalam Tempat Khusus (Patsus) di Markas Korps Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Awalnya, tak banyak yang mengetahui penahanan Sambo. Jurnalis hanya mengetahui ada sekitar 20 personel Brimob dan lima kendaraan lapis baja yang mendatangi gedung Bareskrim pada Sabtu siang hingga sore.

Kabar penahanan Sambo kami terima pada Sabtu sore. Kami segera mengecek soal penahanan itu. Jika benar ini berita besar. Akhirnya, polisi berani beranjak lebih jauh mengungkap kematian Yosua yang memantik debat dan wasangka publik selama sebulan terakhir. Polisi terkesan melindungi Ferdy dengan coba menciptakan alibi dan kronologi kematian Yosua dengan keterangan dan penjelasan yang tak masuk akal.

Soal skenario menyelamatkan Ferdy Sambo ini sudah kami rencanakan sepekan lalu untuk menjadi laporan utama pekan ini. Kabar penahanannya mengubah kerangka tulisan yang hampir jadi itu. Penahanan Sambo akan menjadi sejarah kelam Polri: baru kali ini ada jenderal bintang dua yang diduga terlibat merusak bukti-bukti kematian di rumah dinasnya.

Pada 2009, ada Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar yang terlibat pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen. Pembunuhan itu kemudian menyeret Ketua KPK Antasari Azhar.

Untuk kali pertama pula, Mabes Polri mengabulkan permintaan keluarga Yosua Hutabarat untuk autopsi ulang. Keluarga Yosua curiga anak mereka disiksa terlebih dahulu sebelum meregang nyawa oleh peluru.

Sejauh mana keterlibatan Ferdy Sambo dalam kematian Yosua? Mengapa polisi akhirnya berani menahan Ferdy Sambo? Cara polisi menangani perkara ini akan menjadi pertaruhan besar. Selamat membaca.

 

Mustafa Silalahi

Redaktur Utama

Bayang-bayang Sambo di Pistol Yosua

 

Pernyataan Ferdy Sambo

 

Mengapa LPSK Tak Melindungi Istri Ferdy Sambo

 

Berburu Luka Autopsi Kedua

 

OPINI

Mencegah Persekongkolan Jahat Pembunuh Yosua

Menutupi kematian dan merusak barang bukti adalah kejahatan yang sama kejinya dengan kejahatan itu sendiri. Bagaimana seharusnya polisi menangani kematian Yosua?

NASIONAL

Sambang-menyambang Menjadi Satu

 

Ancang-ancang Palagan Ketiga

Jika benar Prabowo Subianto maju lagi dalam pemilihan presiden, ini akan jadi keempat  kalinya mantan menantu Presiden Soeharto itu bertarung dalam pemilihan politik. Sekali sebagai calon wakil presiden, dua kali calon presiden. Semuanya kalah.

 

OPINI

Cukup Sudah, Prabowo

Partai Gerindra sebaiknya mencari calon presiden lain selain Prabowo Subianto. Jika ingin Gerindra jadi alat demokrasi.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus