Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Delapan pemain bulu tangkis Indonesia dihukum berat oleh Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) karena kasus taruhan dan pengaturan skor (match fixing). Tiga dari mereka dihukum seumur hidup tak boleh berkecimpung di dunia bulu tangkis.
Hukuman untuk kedelapan pemain itu kembali diungkap media pada akhir pekan lalu. Namun, ini sesungguhnya kasus la,a. Sanksi BWF ini dijatuhkan pada 2020 atas perbuatan lancung para pelaku pada 2014 hingga 2017.
Saat ini kedelapan nama pemain dan hukumannya di laman BWF dalam daftar pemain, pengurus, dan asisiasi yang terkena hukuman (Barred List).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siapa Saja Kedelapan Pemain Indonesia Itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedelapan pemain Indonesia yang dihukum oleh BWF itu adalah:
1. Hendra Tandjaya (ganda putra, ganda campuran): seumur hidup tidak bisa terlibat dalam aktivitas bulu tangkis.
2. Ivandi Danang (ganda putra, ganda campuran): seumur hidup tidak bisa terlibat dalam aktivitas bulu tangkis.
3. Androw Yunanto (tunggal dan ganda putra): seumur hidup tidak bisa terlibat dalam aktivitas bulu tangkis.
4. Sekartaji Putri (tunggal putri, ganda campuran): dihukum larangan beraktivitas di bulu tangkis hingga 18 Januari 2032. Ia juga didenda sebesar US$ 12.000.
5. Mia Mawarti (tunggal dan ganda putri): dihukum larangan beraktivitas di bulu tangkis hingga 18 Januari 2030 dan denda US$ 10.000.
6. Fadilla Afni (ganda campuran): dihukum larangan beraktivitas di bulu tangkis hingga 18 Januari 2030 dan denda US$ 10.000.
7. Aditiya Dwiantoro (ganda putra): dihukum larangan beraktivitas di bulu tangkis hingga 2027 dan denda US$ 7.000.
8. Agriprinna Prima Rahmanto Putra (tunggal putra, ganda putra dan campuran): dihukum larangan beraktivitas di bulu tangkis hingga 18 Januari 2026 dan denda US$ 3.000.
Selain delapan pemain Indonesia, dalam daftar sama juga ada dua pemain Malaysia, satu pemain Brunei Darussalam, dan satu pemain India yang juga diberikan sanksi oleh BWF karena masalah atau tuduhan yang kurang lebih sama.
Selanjutnya: Bagaimana kasusnya terungkap?
Bagaimana Kasus Ini Terungkap?
Bila melihat dari rilis BWF soal hasil penyelidikan Panel Independen yang menangani kasus ini, terungkapnya praktik ilegal para pemain itu berawal dari pengaduan whistleblower. Ia adalah seorang pemain yang tak disebutkan namanya dan pernah diajak Hendra Tandjaya untuk memanipulasi hasil pertandingan.
Setelah mendapat pengaduan tersebut, BWF kemudian membentuk panel investigasi. Mereka mewawancara Hendra Tandjaya pada 13 September 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia. Ketika itu HT didampingi Rachmat Setiawan dari PBSI dan penerjemah Najib. Di ujung wawancara, Hendra Tandjaya menyerahkan dua ponsel miliknya, yang menurut BWF mengandung sejumlah rekaman percakapan tentang rencana pengaturan skor.
Panel Investigasi BWF kemudian melakukan wawancara kedua terhadap pemain sama di Sydney, Australia, 7 Desember 2018. Kala itu tak ada pengurus PBSI yang mendampingi.
Selain wawancara dengan Hendra, Panel Investigasi juga mewawancarai Ivandi Danang, Androw Yunanto, dan Agriprinna Prima Rahmanto Putra di Jakarta pada 10 hingga 12 Oktober 2018. Namun, empat pemain lain tidak berhasil diwawancarai. BWF sudah meminta bantuan PBSI untuk menghadirkan mereka tapi gagal.
Pada 27 September 2019, Panel Investigasi BWF secara resmi merilis tuduhan untuk kedelapan pemain Indonesia itu. BWF meminta PBSI untuk menyampaikan kepada para atlet yang bersangkutan, dengan tanggapan mereka ditunggu hingga 30 Oktober 2019. Namun, sampai batas akhir tak ada respons yang diterima BWF.
Pada 6 November 2019 PBSI akhirnya menyampaikan bahwa notifikasi tuduhan itu sudah disampaikan pada empat pemain yang sempat diwawancarai BWF. Pemberitahuan untuk empat pemain lainnya disampaikan lewat mantan klubnya.
BWF meminta para tersangka membubuhkan tanda tangan dalam berkas tuduhan yang dikeluarkan BWF. Pada 5 Desember, PBSI menyampaikan screenshots percakapan Whatsapp dengan mereka. BWF tak puas dan tetap meminta bukti dokumen yang ditandatangani para tersangka.
Ketika permintaan itu masih dalam proses, BWF justru mendapati bahwa pada Januari 2020 bahwa Agriprinna Prima Rahmanto Putra mengikuti setidaknya empat turnamen di bawah BWF. Pada 18 Januari 2020, BWF akhirnya menjatuhkan hukuman sementara untuk para pemain ini dan melarang mereka terlibat dalam aktivitas bulu tangkis.
Pada 7 Oktober 2020 sidang hearing kasus itu dimulai. Para pemain diputuskan tak perlu dihadirkan. Pada 22 Desember 2020, sanksi untuk kedelapan pemain Indonesia itu dijatuhkan dalam sidang.
Selanjutnya: Apa Persisnya yang Dilakukan Para Pemain Itu?
Apa Persisnya yang Dilakukan Para Pemain Itu?
Pada 13 Januari 2019, kepada Panel Investigasi, Hendra Tandjaya mengungkapkan 10 pertandingan yang dia atur. Dalam pertandingan-pertandingan itu, dia sendiri yang bermain atau dia memiliki wakil yang sudah setuju untuk mengatur hasil pertandingan.
Di antara pertandingan yang hasilnya diatur tersebut antara lain babak kualifikasi ganda putra Hong Kong Open 2016, babak kualifikasi ganda putra Macau Open, babak 32 besar ganda campuran Vietnam Open 2017.
Dalam semua pertandingan ini, Hendra Tandjaya atau pemain yang sudah dia atur umumnya akan mengalami kekalahan. Pada babak 32 besar Selandia Terbuka 2017, pasangan yang sudah dia dekati bahkan kalah karena mengundurkan diri di tengah laga.
Kekalahan itu ditujukan untuk kepentingan taruhan yang dibuat Hendera sendiri atau untuk pihak lain yang mengorder.
Selanjutnya: Berapa besar mereka dibayar?
Berapa Bayaran yang Diterima Pelaku?
Dari pengakuan Hendra Tandjaya, para pelaku mendapat bayaran untuk setiap pertandingan yang sudah diatur hasilnya. Besar bayaran itu bervariasi, dari Rp 4 juta hingga Rp 14 juta.
Hendra dan Androw Yunanto yang kalah di Macau Open 2016 sama-sama mendapat Rp 14 juta. Hendra dan Sekartaji Putri yang mengalah di Selandia Baru Open 2017 mesing-masing mendapat Rp 4 juta.
Kadangkala, Hendra hanya berhasil berhasil "mengatur" satu pemain dari ganda yang bermain. Di kualifikasi Hong Kong Open 2016, misalnya, Androw Yunanto "dikantongi" oleh Hendra, sedangkan Khasanah yang menjadi rekannya tidak. Androw Yunanto saat itu mendapat bayaran Rp 10 juta.
BWF BADMINTON