SUATU pagi, akhir Juni lalu, Acub Zainal kedatangan tamu. Ia
sebetulnya agak enggan untuk menerima orang hari itu. Lagi pula
tamu itu tak dikenalnya.
Siapa dia? Lelaki itu baiklah kita sebut X. Ialah yang mengirim
surat kepada Acub tentang adanya ketidakberesan di kalangan
pemain Perkesa 78. "Saya melaporkan adanya penyuapan ini, karena
saya simpati kepada Pak Acub," cerita X kepada TEMPO, minggu
lalu. "Ia adalah orang yang bertekad memberantas penyogokan
terhadap pemain bola," X mengaku bahwa ia tak pernah mengenal
Acub sebelumnya.
Acub, sekalipun naik pitam setelah mendengar cerita X, tak
begitu saja percaya ocehan tamunya. Untuk membuktikan kebenaran
adanya penyogokan ketika timnya melawan Cahaya Kita, ia lalu
mengirim orang suruhannya mengikuti X ke tempat pelaku
penyogokan. "Betul, pak. Ia telah memberikan uang Rp 1« juta
kepada Jafeth Sibi," lapor suruhannya. "Saya percaya laporan
itu," ucap Acub.
JSG, ditahan di Kodak VII Metro Jaya, tak membantah tuduhan yang
diimpahkan padanya. Juga mengenai jumlah uangnya. Ia ditangkap,
minggu lalu, berdasarkan permintaan Acub. "Kalau tidak ingat
bahwa saya ini anggota ABRI, jenderal lagi, mungkin tukang suap
itu sudah saya gebuk duluan," ujar Acub.
X ternyata tak hanya menyatakan tahu tentang adanya penyogokan.
Ia juga mengaku tahu cara dan di mana permainan diatur. Menurut
X, sebelum transaksi sogok dilakukan, terlebih dahulu penyuap
mengajak 'mangsa'nya untuk makan-makan di restoran. Setelah itu,
baru niatnya dikemukakan, dan sekaligus diatur bagaimana cara
menyampaikan uang. Dalam kasus Perkesa 78, katanya, uang suap
diserahkan di Hotel Sintera, jam 2.00 subuh. "Seingat saya,
waktunya sehari setelah pertandingan," kata X.
Dari X juga terungkap sepak terjang penyuap di perkumpulan lain.
Betulkah? "Kita juga dengar suara-suara itu," kata pimpinan BBSA
Tama, Josef Lukito. "Malah, kita pernah terima telepon dari
seorang penonton." Ia membenarkan di klubnya sedang diadakan
penelitian.
Tidakkah terulangnya skandal sogok ini dikarenakan dalam kasus
Merdeka Games 1978 PSSI memberikan hukuman ringan bagi penerima?
Sutjipto Suntoro, bekas pemain nasional, menilai demikian.
Setelah kasus suap di tubuh tim nasional 1961 terbongkar, dan
pemainnya dihukum berat, kejadian baru berulang 17 musim
kemudian. "Lha, sekarang belum sampai 1 tahun sudah timbul
lagi," kata Sutjipto. Mereka yang terlibat kasus Merdeka Games
1978, antara lain kiper Ronny Pasla, memang hanya menjalani
skorsing kurang dari 1 tahun.
Bagaimana nantinya dengan Jafeth Sibi? "Kalau terbukti benar
menerima suap, ia akan dihukum seumur hidup tidak boleh bermain
bola," kata Uteh Riza Yahya, Humas PSSI.