Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ganda Baru Penakluk Unggulan

Atlet bulu tangkis Indonesia, Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti, baru dipasangkan pada SEA Games 2021 Vietnam. Menaklukkan tujuh ganda putri dunia.

9 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejak SEA Games 2021 di Vietnam hingga Malaysia Masters, Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti sudah menaklukkan tujuh ganda putri peringkat 10 besar dunia.

  • Fadia dipasangkan dengan Apriyani setelah Greysia Polii pensiun.

  • Fadia sebelumnya berpasangan dengan Ribka Sugiarto dan menjadi ganda putri kedua Indonesia.

DUO atlet bulu tangkis Indonesia, Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti, terus menunjukkan performa yang baik. Setelah menjuarai turnamen bulu tangkis Malaysia Open 2022 pada Ahad, 3 Juli lalu, ganda putri baru terbentuk itu menaklukkan peringkat ke-9 dunia, Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva dari Bulgaria, di babak kedua Malaysia Masters 2022 pada Kamis, 7 Juli lalu. Apriyani/Fadia telah mengalahkan tujuh ganda putri penghuni 10 besar peringkat dunia Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).

Apriyani/Fadia pertama kali berpasangan di perhelatan SEA Games 2021 di Vietnam, pada Mei lalu, dan sukses merebut medali emas. Di perempat final, Apriyani/Fadia menumbangkan ganda putri Thailand yang menempati peringkat ke-8 dunia, Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai. “Alhamdulillah, saat partneran (dengan Apriyani) di empat pertandingan pertama bisa langsung juara SEA Games dan sekarang juara world tour,” kata Siti Fadia Silva Ramadhanti melalui pesan tertulis, Jumat, 8 Juli lalu.

Juara Malaysia Open menjadi gelar kejuaraan tur dunia (world tour) pertama bagi Fadia sejak dipasangkan dengan Apriyani. Sebelum memastikan gelar juara, mereka harus menjalani laga sengit melawan ganda putri unggulan. Di babak kedua, Apriyani/Fadia menumbangkan peringkat ke-5 dunia asal Jepang, Nami Matsuyama/Chiharu Shida. Adapun peringkat pertama dunia, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dari Cina, mereka taklukkan di perempat final.

Sebelumnya, di babak pertama Indonesia Open, Apriyani/Fadia menaklukkan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara dari Jepang, peringkat ke-6 dunia. Langkah Apriyani/Fadia terhenti di perempat final oleh pasangan peringkat ke-3 dunia, Lee So-hee/Shin Seung-chan. Ini pembalasan dari ganda putri asal Korea Selatan itu yang ditaklukkan oleh Apriyani/Fadia di perempat final Indonesia Masters. Di semifinal Indonesia Masters, giliran Tan Pearly/Thinaah Muralitharan dari Malaysia, peringkat ke-10 dunia, yang dikandaskan Apriyani/Fadia.

“Rasanya sangat senang karena, pas mau dipasangkan, Kak Apri cedera. Jadi harus menunda debut,” tutur Fadia perihal pasangannya itu. “Semoga ke depan makin percaya diri, makin baik lagi, dan saya akan terus belajar,” ucapnya. Fadia mengaku banyak belajar dari pemain senior seperti Greysia Polii dan Liliyana Natsir. Ketika masih berstatus pemain pratama di pemusatan latihan nasional (pelatnas) Cipayung, Fadia memimpikan bermain di dua nomor seperti pebulu tangkis Cina, Chen Qing Chen.

Fadia teringat ketika ia terpilih menjadi atlet penghuni pelatnas kategori pratama pada Januari 2017. Kala itu, Fadia dari klub Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum masuk daftar 89 atlet yang diumumkan Pengurus Pusat Persatuan Buku Tangkis Seluruh Indonesia menjadi anggota pelatnas. “Saya tak menyangka, tahu-tahu dapat kabar nama saya ada. Ternyata cita-cita dari kecil dan doa orang tua saya terijabah,” tutur Fadia seperti dikutip dari situs PB Djarum, Kamis, 7 Juli lalu.

Sebagai penghuni baru di pelatnas ketika itu, atlet kelahiran Cibinong, Bogor, Jawa Barat, 16 November 2000, tersebut menempa diri dengan bermain di nomor ganda putri dan ganda campuran. Berpasangan dengan Rehan Naufal Kusharjanto, pada 2017, Fadia di level junior merebut gelar juara Kejuaraan Bulu Tangkis Asia U-17. Fadia juga merebut perak Kejuaraan Dunia Junior 2017 dan 2018 bersama Rehan. Untuk sektor ganda putri pada level junior, ia berpasangan dengan Agatha Imanuela.

Pelatih ganda putri pelatnas, Eng Hian, bercerita, setelah Greysia Polii memutuskan pensiun, jajaran pelatih pun bergerak cepat mencari pasangan baru untuk Apriyani. Pilihan mengerucut pada dua orang, yakni Fadia dan Ribka Sugiarto. Keduanya pun sempat bermain bersama dan menjadi ganda putri kedua Indonesia. “Mekanismenya dilihat dari level kemampuan teknis dan hubungan serta komunikasi mereka,” kata Eng Hian melalui WhatsApp, Rabu, 6 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ganda Putri Apriyani Rahayu (kanan) dan Siti Fadia Silva Ramadhanti memperlihatkan medali usai mengalahkan ganda putri China pada babak final Malaysia Open di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, 3 Juli 2022/ANTARA /HO/Humas PBSI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara kemampuan, menurut Didi—sapaan akrab Eng Hian, Ribka dan Fadia tidak jauh berbeda. Keduanya dianggap cocok menjadi pasangan bagi Apriyani dan mengambil beban sebagai ganda putri nomor satu Indonesia. Tapi cedera yang dialami Ribka pada akhir 2021 dan membutuhkan waktu pemulihan membuat Fadia diputuskan sebagai pasangan Apriyani. “Penentuannya dilihat dari kondisi kesehatan,” ujar Didi, yang ketika aktif bermain pernah meraih medali perunggu ganda putra Olimpiade Athena 2004.

Didi mengatakan tidak terlalu sulit membentuk keharmonisan serta kekompakan Fadia dan Apriyani. Ketika kedua pemain itu punya tujuan dan target bersama, komunikasi yang baik bakal berjalan otomatis. “Yang perlu ditingkatkan adalah ketahanan mental di saat ekspektasi dari pengurus dan masyarakat makin tinggi,” ucapnya. Menurut Didi, Apriyani/Fadia perlu meningkatkan kemauan dan kemampuan untuk menang. “Target untuk mereka lebih ke konsistensi performa,” ujarnya.

Menurut Didi, sektor ganda putri telah menyiapkan proses regenerasi yang baik sehingga transisi atas pensiunnya Greysia tidak membuat anjlok prestasi ganda putri. Ia mengatakan prestasi Apriyani/Fadia bisa menjadi jawaban atas proses regenerasi tersebut. “Semoga saya segera dapat membentuk pasangan-pasangan lain dengan kualitas sesuai yang diharapkan,” katanya.

Melihat capaian Fadia, mantan asisten pelatih pelatnas ganda putri, Chafidz Yusuf, mengaku telah melihat potensi mantan anak asuhnya itu sejak kategori pratama. Sejak 2017, Chafidz sudah membahas potensi Fadia yang bakal melejit menjadi atlet dunia bersama Ribka. “Latihan utama dan pratama cuma beda lapangan. Saya melihat kemampuan dua pemain di pratama itu yang memiliki potensi,” tutur Chafidz melalui telepon, Kamis, 7 Juli lalu.

Memasuki kategori utama, Chafidz bersama Eng Hian mulai memasangkan Fadia dengan Ribka. Keduanya dipersiapkan menjadi pelapis bagi Greysia/Apriyani. Awalnya, kata Chafidz, peringkat keduanya pun masih minim sehingga perlu kerja keras untuk memaksimalkan potensi mereka. “Saya bilang, kalau porsi latihan kalian sama dengan pemain senior, kalian tidak akan bisa berkembang,” ujar Chafidz, yang sejak Januari lalu tidak lagi menjadi bagian dari pelatnas Cipayung.

Chafidz pun memberikan porsi latihan tambahan bagi Fadia dan Ribka. Setiap hari, keduanya berlatih sejak pukul 6 pagi untuk menaikkan level permainan. Padahal latihan utama baru berlangsung pukul 08.00-10.00, kemudian dilanjutkan dengan latihan sore pada pukul 15.30-17.30. “Aku bilang, kalau pemain senior latihan dua kali, kalian harus tiga kali,” ucapnya.

Menurut dia, kekuatan utama Fadia untuk meraih prestasi terbaik adalah semangat, disiplin, dan tidak pernah mengeluh. Meski tidak lagi menangani Fadia, ia mengatakan masih rutin berkomunikasi untuk memberikan input dan mengoreksi penampilan Fadia. Komunikasi terakhir dilakukan selepas Fadia menjuarai Malaysia Open. “Pesan saya, ketika turun dari podium, kamu harus menempatkan diri bahwa kamu belum apa-apa dan bukan siapa-siapa,” ujar Chafidz.

Menurut Chafidz, atlet seusia Siti Fadia Silva Ramadhanti yang telah memiliki gelar super series rentan merasa cepat puas. Akibatnya, ia bisa ogah-ogahan untuk berlatih. Jika euforia itu bisa dikontrol, menurut Chafidz, pemain muda bisa mencapai level elite secara konsisten. “Pemain muda yang punya gelar bisa jadi bumerang kalau tidak menanamkan mental ‘bukan siapa-siapa’ itu,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus