Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALANG - Manajer klub sepak bola Persekam Metro FC, Bambang Suryo, menyatakan melawan putusan Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Bambang dihukum, dilarang melakukan aktivitas sepak bola di Indonesia seumur hidup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini janggal. Saya tak menerima sanksi ini, saya ajukan banding," katanya kepada jurnalis di Malang, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada 25 Desember lalu, melalui ketuanya, Asep Edwin, Komite Disiplin PSSI menyatakan Bambang Suryo melakukan tingkah laku buruk dalam pertandingan PSN Ngada versus Persekam Metro FC, 26 November lalu, di kompetisi Liga 3. Bambang Suryo berupaya menyuap tim PSN Ngada.
Seperti yang dimuat dalam situs resmi PSSI, menurut Asep Edwin pada 10 November lalu, pelatih PSN Ngada, Kletus Gabhe, mendapat pesan melalui aplikasi WhatsApp dari Bambang Suryo.
Isi dari pesan itu adalah ucapan selamat kepada tim yang diasuh Kletus Gabhe. Bambang kemudian menanyakan target tim PSN Ngada karena lolos ke putaran 32 besar nasional.
Masih menurut Asep, pada 21 November, Gabhe kembali mendapat pesan dari Bambang Suryo. Kali ini, Bambang menanyakan soal target untuk lolos dari putaran 32 besar itu. "Sekaligus dia menyampaikan, jika ingin lolos, harus menyerahkan uang sejumlah Rp 100 juta," kata Asep.
Berdasarkan informasi itu, pada 19 Desember, Bambang Suryo dipanggil mengikuti sidang Komite Disiplin PSSI. Agendanya, untuk memberikan keterangan terkait dengan dugaan melakukan suap.
Namun, menurut Asep, Bambang tidak memenuhi panggilan tersebut dan memilih hadir dalam sebuah acara talk show di stasiun televisi swasta pada malam hari.
Dengan dasar itu dan diperkuat oleh bukti-bukti yang cukup untuk menegaskan terjadinya pelanggaran disiplin, Komite Disiplin menjatuhkan hukuman kepada Bambang.
Putusan dari Komdis PSSI ini menguatkan keputusan Komdis PSSI pada 2015, yang juga pernah memberikan sanksi kepada Bambang dengan hukuman serupa.
Menanggapi putusan itu, Bambang mengaku sampai saat ini belum menerima surat keputusan dari Komite Disiplin PSSI itu. Lagi pula, dia mengaku belum pernah dipanggil PSSI untuk mengklarifikasi soal kasus pengaturan skor tersebut.
Ihwal sanksi serupa yang pernah dijatuhkan pada 2015, Bambang menganggap hal itu mengada-ada. "Pada 2015, saya bukan anggota PSSI. Kasus saya ini mengada-ada," katanya.
Bambang melanjutkan, hukuman yang dijatuhkan kepadanya terkesan tidak adil. "Pada 2015, saya dihukum seumur hidup, sekarang seumur hidup lagi. Sedangkan Hidayat, anggota Komite Eksekutif PSSI, hanya dihukum 3,5 tahun dan denda Rp 150 juta," katanya.
Dalam kaitan pengaturan skor, selama 2010 hingga 2015, dia merupakan runner atau perpanjangan dari seorang bandar judi asal Singapura. Namun, sejak 2015, Bambang mengaku tidak terlibat lagi dalam urusan semacam itu.
Kini, dia berjanji akan kooperatif untuk membongkar dugaan pengaturan skor dan mafia sepak bola. Bambang mengaku memiliki bukti-bukti keterlibatan beberapa pihak dalam pengaturan skor.
Bahkan dia juga menyatakan telah berkomunikasi dengan satuan tugas yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membongkar mafia bola di PSSI. EKO WIDIANTO | IRFAN BUDIMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo