Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANCHESTER United bagai tak pernah kehabisan uang. Saat klub-klub Eropa terancam pailit, tim dari Inggris ini masih mengobral duit. Dua bulan silam mereka membeli Rio Ferdinand dari Leeds United seharga Rp 411 miliar. Belum puas juga, pekan lalu giliran Ricardo Lopez, kiper dari klub Valadolid, Spanyol, yang digandeng.
Dari mana dananya? Klub ini tak pernah pusing soal duit. Dalam lima tahun terakhir mereka tetap bertahan sebagai tim paling makmur di dunia. Tahun lalu Setan Merah meraup laba Rp 1,8 triliun, lebih besar dibanding keuntungan Real Madrid dari Spanyol yang Rp 1,6 triliun.
Andaikata tak tergerogoti krisis, laba Manchester United (MU) lebih gemuk lagi. Di bursa saham, nilai kapitalisasi klub ini sudah jatuh dari Rp 13,7 triliun dua tahun lalu hingga tinggal sepertiganya pada tahun ini. Kemerosotan ini dipengaruhi oleh kondisi lima perusahaan di bawah payung grup MU, yakni MU Football Club, MU Merchandising, MU Catering, MU Interactive, dan MU Television.
Hampir separuh pendapatan MU selama ini berasal dari penjualan hak siar. Sisanya bersumber dari penjualan tiket, sponsor, dan merchandise. Besarnya sumbangan dari televisi sebetulnya baru terjadi dalam sepuluh tahun terakhir. "Ini rezeki dadakan. Sebab, dibeli atau tidak hak siar itu, kita tetap harus main," kata David Gill, direktur klub tersebut. Nilai kontrak itu bisa naik-turun secara drastis, tergantung prestasi Setan Merah. Dibanding tahun lalu, sekarang nilai penjualan hak siarnya melorot hingga 20 persen.
Kondisi itu berbeda dengan dua tahun lalu, saat pamor klub ini masih mengkilap di Liga Inggris ataupun Liga Champions. Nilai hak siar MU saat itu masih amat tinggi. Selain itu, Setan Merah juga mendapat masukan yang melimpah dari ajang Champions. "Dari perhelatan ini kami mendapat masukan sekitar Rp 178 miliar," ujar Gill.
Agar tidak terlalu bergantung pada televisi, kini MU mulai memaksimalkan bisnis lainnya. Demi menggenjot penjualan tiket, dua tahun lalu mereka membelanjakan Rp 411 miliar untuk merenovasi Stadion Old Traford miliknya. Stadion yang semula berkapasitas 55 ribu penonton itu ditambah 17.400 tempat duduk baru. Lalu, buat menyedot penghasilan dari penjualan merchandise, mereka membangun megastore seluas 1.350 meter persegi. Klub ini juga bekerja sama dengan perusahaan pengecer di Inggris, termasuk Allsports dan WH Smith, untuk menjual barang-barang klub ini di toko mereka.
Sumber rezeki baru juga terus digali. Para penggede klub itu mulai melirik penggemar di luar Inggris. Manchester United memperkirakan, sedikitnya 30 juta orang di bumi ini adalah penggemar fanatiknya. Merekalah yang menjadi sasaran pemasaran kaus, stiker, dan semua cendera mata resmi MU.
Jangan lupa, Manchester United juga masih punya pendapatan dari sponsor. Sebagai contoh adalah kerja samanya dengan Vodafone AirTouch, perusahaan jaringan telepon seluler di Inggris. Vodafone membayar Rp 411 miliar sebagai imbalan memasang nama dan logo perusahaan di kaus tim selama empat tahun. Selain itu, perusahaan ini juga bisa menawarkan produknya lewat jaringan internet kepada pendukung Manchester. Ternyata sambutan penggemar Setan Merah begitu besar. Mereka berharap Vodafone melengkapi layanannya di internet dengan menampilkan highlights pertandingan yang melibatkan MU.
Situs Manchester United sendiri sekarang dikunjungi sekitar 8 juta pengakses tiap bulan. Melihat angka tersebut, Eurobet ngiler. Perusahaan yang melayani taruhan lewat internet sejak 1995 ini memasang pintu masuk situsnya di dalam situs Manchester United. Jadi, setiap kali pengunjung situs Manchester United memasang taruhannya di Eurobet, klub ini akan menerima komisi.
Upaya mengais rezeki lewat dunia maya juga mulai dilakukan Real Madrid, musuh bebuyutan MU di Liga Champions. Situs juara bertahan Liga Champions ini sekarang dikunjungi lebih dari 2,5 juta pengakses tiap bulan. Sebanyak 70 persen di antaranya berasal dari luar Spanyol. Kini, Real mulai mencoba menyiarkan cuplikan pertandingannya lewat internet. "Dalam beberapa tahun lagi masyarakat Brasil akan menonton gol Roberto Carlos di internet, dan mereka akan membayar untuk itu," kata Jose Angel Sanchez dari divisi pemasaran klub ini.
Menurut Sanchez, di seluruh dunia nanti hanya akan ada enam tim besar yang dikenal masyarakat. Penonton sepak bola hanya akan mendukung salah satu tim itu dan satu tim lokal. Real Madrid kini berupaya memposisikan diri sebagai salah satu dari enam tim tersebut. "Kuncinya bukan membangun Real Madrid di Spanyol, melainkan secara internasional," katanya.
Makanya, Real nekat memboyong hampir semua bintang dunia agar tetap menjadi klub favorit. Mereka rela mengeluarkan duit Rp 1 triliun untuk menggandeng Luis Figo dan Zinedine Zidane. Menurut Sanchez, keputusan itu merupakan alasan logis komersial. Dengan adanya bintang secemerlang Zidane, keuntungan besar lebih gampang diraih. Katanya, "Ini semudah menjual film yang memakai bintang Tom Cruise."
Jangan heran bila MU pun selalu memanjakan David Beckham dan terus memburu bintang baru di bawah langit.
Agung Rulianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo