Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Berjaya di Usia Senja

Petenis senior dan petenis bukan unggulan berjaya di Australia Terbuka. Apa rahasianya?

26 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENGAH malam sudah menghampiri Kota Melbourne. Tapi ribuan penggemar tenis masih melotot di Rod Laver Arena. Dengan sabar mereka menanti ujung pertarungan tenis antara dua generasi: Andy Rodick, 20 tahun, dari Amerika Serikat melawan petenis senior Younes el Aynaoui, 31 tahun, asal Maroko. Set kelima menjadi perangkap yang meletikkan ketegangan. Rodick berteriak keras setiap kali bolanya gagal menghasilkan angka. Aynaoui lebih tenang dan sesekali melempar senyum melihat tingkah lawannya. Sudah berlangsung hampir dua setengah jam, pertandingan ini nyaris tanpa akhir. Drama pada Kamis dini hari pekan lalu ini baru bubar setelah sebuah pukulan silang Rodick tak dapat dipulangkan Aynaoui. Skor akhir 21-19 mengantar Rodick melaju ke babak semifinal grand slam Australia Terbuka. Sebuah rekor baru tertoreh. Itulah set terlama dalam sejarah grand slam yang sudah berlangsung 35 tahun. Pertarungan Rodick-Aynaoui seluruhnya, sebanyak 83 game, juga terbilang lama, menghabiskan sekitar lima jam. Ini merupakan pertarungan paling lama kedua di ajang grand slam. Dua belas tahun silam, petenis Jerman Boris Becker mengalahkan Omar Camporese dari Italia lewat pertandingan yang berlangsung 11 menit lebih lama. Di tengah kegembiraannya, tak lupa Rodick menghampiri dan merangkul Aynaoui. "Rasa hormatku padanya terus bertambah sepanjang pertandingan. Kami telah berbagi sesuatu yang sangat spesial," katanya. Aynaoui memang luar biasa. Pada usianya yang tak muda lagi, ia sanggup bertarung lima jam. Prestasinya pun lumayan. Sebelumnya ia mampu menaklukkan petenis nomor satu dunia sekaligus tuan rumah, Lyeton Hewitt, di babak perdelapan final. Tapi petenis Maroko itu tidak sendirian. Dua petenis gaek lainnya, Andre Agassi dan Wayne Ferreira dari Afrika Selatan, yang sama-sama berusia 31 tahun, malah melaju lebih jauh. Keduanya lolos ke semifinal. Kemampuan Andre Agassi, bekas petenis nomor satu dunia, semua orang sudah tahu. Tapi Wayne Ferreira? Nyaris tak pernah terdengar prestasinya. Empat tahun silam, petenis peringkat 39 dunia ini sempat memutuskan untuk pensiun. Namun, di Australia Terbuka, Ferreira tampil mengejutkan. Dia menekuk unggulan keempat dari Spanyol, Juan Carlos Ferrero, sampai akhirnya maju ke babak semifinal. Sayang, Agassi dan Ferreira harus saling menjegal di semifinal Kamis pekan lalu. Akhirnya Andre Agassi yang menang dan lolos ke final. Pada pertandingan puncak dia akan menghadapi pemenang antara Rodick dan Rainer Schuettler, 27 tahun, dari Jerman. Umumnya seorang petenis putra mencapai puncak prestasi pada usia 20 hingga 27 tahun. Tapi Agassi, Ferreira, dan Aynaoui telah menjungkirbalikkan teori ini. Mereka masih bisa berjaya pada usia yang sudah tua. Rahasianya? Semakin tua mereka justru semakin matang. Kehadiran anak dalam hidup mereka juga menjadi pendorong semangatnya. Kebetulan sejumlah petenis senior kini telah mempunyai anak. Agassi telah menjadi ayah bagi seorang bocah berusia setahun. Bernama Jaden Gil, si anak dibawanya pula ke Australia untuk melihat pertandingan. Ferreira pun mempunyai anak berusia tiga tahun. Jadi, "Secara mental saya jadi lebih matang. Ini hal terpenting dalam tenis," kata Ferreira. Lapangan yang keras di Rod Laver Arena, menurut bekas petenis nasional Yustejo Tarik, juga menguntungkan para petenis tua. Arah pantulan bola menjadi mudah ditebak. Lagi pula, para petenis muda yang umumnya diunggulkan belum terlalu siap memulai turnamen tahun ini. Sedangkan petenis tua umumnya amat selektif memilih turnamen, sehingga tahun lalu energinya tak terlalu terkuras. "Mereka juga baru saja beristirahat panjang pada pergantian tahun," kata Yustejo. Ketangguhan pemain tua yang diwakili Andre Agassi akan diuji lagi pada pertandingan final. Jika dia sanggup mengalahkan Rodick atau Schuettler, kejutan besar akan terjadi lagi. Yang pasti, mantan ratu tenis asal Jerman, Steffi Graf, sendiri tidak percaya bahwa Agassi, suaminya, bisa lolos ke babak final. Sebuah taruhan besar pun dipancangnya. Jika suaminya menjadi juara Australia Terbuka, Graf akan kembali mengayunkan raket yang sudah empat tahun digantungnya. Dia akan turun di ganda campuran berpasangan dengan sang suami di pentas Prancis Terbuka, Mei nanti. Mungkinkah? Dari hasil partai final Minggu lalu, semestinya Anda sudah tahu apakah Steffi Graf perlu melunasi taruhannya. Agung Rulianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus