TAK ubah seperti ramalan cuaca di TVRI. Ada kalanya mereka
bermain gemilang. Sering pula mengecewakan.
Sejak penampilan pemain putri Indonesia di All England, dua
dekade terakhir, misalnya, baru dua kali mereka jadi juara,
yaitu pasangan 'ganda Minarni/Retno Kustiyah (1968) dan
Verawaty/Imelda Wigoeno (1979). Sedang di partai tunggal jadi
finalis saja pun mereka tak pernah.
Sebelum turnamen All England ke-71 di stadion Wembley, London,
akhir Maret, tim putri Indonesia diperhitungkan akan berhasil
dalam partai tunggal atau ganda. Prestasi mereka semula boleh,
diandalkan. Verawaty dan Ivanna adalah juara dan runner up pada
Kejuaraan Bulutangkis Dunia 1980 di Jakarta. Sementara
Verawaty/Imelda pernah jadi salah satu pasangan ganda yang
tangguh di dunia.
Ternyata tak satu pun putri Indonesia yang lolos ke final.
Verawaty dikalahkan dalam semi final oleh Lene Koppen dari
Denmark (11-8, 10-12, 9-11) dan Ivanna dijatuhkan oleh Sun Ai
Hwang dari Korea Selatan (11-5, 7-11, 0-11). Sedang ganda
Verawaty/Imelda disisihkan oleh Yu Jan Kim/Sang Hee Yu dari
Korea Selatan di babak awal. Satu-satunya pasangan putri
Indonesia yang mencapai perempat final adalah Theresia
Widyastuti/Ruth Damayanti, tapi akhirnya dikalahkan oleh Atsuko
Tokuda/Yoshiko Yonekura dari Jepang.
Menurut pelatih fisik, merangkap manajer tim, Tahir Djide,
kekalahan Verawaty dan Ivanna tidak perlu terjadi. Keduanya
kurang tekun, katanya.
Betulkah penilaian Tahir? Verawaty, menurut pelatih Minarni,
mengalami kelainan di pangkal lengan kanannya. Ia tidak berada
dalam kondisi prima waktu di semi final. Sementara Ivanna
menyebut dirinya kalah tenaga dari lawan.
"Kondisi fisik pemain putri kita memang agak payah dibanding
atlet lain. Terutama dibanding Jepang atau Korea Selatan," kata
Stanley Gouw sekembali dari All England. Gouw, anggota tim
pembina ditugasi PBSI menangani regu Piala Uber yang akan
bertanding di Tokyo, akhir Mei.
Pemain putri Indonesia juga dinilainya kurang efektif dalam
melakukan serve, dan penguasaan lapangan. "Pemain putri kita
umumnya gemar bermain cantik, bukan bermain efektif," kata Gouw.
Para pemain putri Senayan ini, menurut Minarni, banyak
dipengaruhi oleh latar belakang orang Indonesia yang suka
santai. Sedang lawan dari Jepang dan Korea Selatan sejak kecil
sudah dibiasakan dengan disiplin.
Di Korea Selatan, menurut Sun Ai Hwang, pembinaan pemain memang
dilakukan secara keras dan ketat. Ia dan pemain lain berlatih
enam jam sehari dan lima hari seminggu. Jadwalnya: pagi selama
dua jam (06.00-08.00) latihan fisik, siang (11.00-12.30)
latihan stroke dan malam (18.00-21.00) latihan bertanding.
"Tak ada istilah kasihan dari pelatih," kata Sun Ai Hwang.
Kalau jadwal itu cukup berat buat wanita."
Sun Ai Hwang tak merasa malu akibat latihan tubuhnya jadi kekar.
"Toh femininnya seorang atau tidak bukan ditentukan oleh bentuk
tubuh," lanjutnya. Atsuko Tokuda dari Jepang konon sependapat.
"Tidak demikian halnya dengan atlet kita. Berotot sedikit saja
tangannya ia sudah malu," kata Gouw.
Korea Selatan juga menerapkan sistem latihan baru bagi pemain
bulutangkis Latihan fisik untuk angkat berat masih diberikan dua
minggu sebelum pertandingan, misalnya. "Menurut pelatih dari Sun
Ai Hwang, berat bebannya memang dikurangi. Tapi frekuensi
angkatannya ditambah," kata Gouw. Tidak demikian halnya dengan
para pemain Indonesia.
Sun Ai Hwang tak sia-sia berlatih keras. Sejak Januari, ia
menjuarai turnamen Piala Dunia di Tokyo, Kejuaraan Bulutangkis
Terbuka Swedia di Malmoe, dan All England. "Penampilannya memang
luar biasa," komentar Minarni.
Selain fisiknya yang memang hebat, pulse (gerak pergelangan
ungan) Sun Ai Hwang bajgus sekali. Hingga penempatan bolanya
sukar ditebak, dan tajam. "Pemain kita juga akan bisa berbuat
serupa," ujar Gouw. "Asalkan mau juga berlatih keras."
Menghadapi turnamen Piala Uber di Tokyo, tim pembina akan
dikoordinasikan oleh Ferry Sonneville. Para anggotanya ialah
Hendra Kartanegara, Pujianto, Stanley Gouw, Mohammad Djundi dan
Eddy Yusuf. Tim itu telah membina putri Indonesia untuk
Kejuaraan Bulutangkis Dunia 1980. Latihan dimulai 6 April,
sekitar lima jam sehari.
Kawan berlatih mereka akan diambil dari pemain junior pria --
yang mirip dengan tipe permainan putri Inggris dan Jepang.
Mereka juga akan dilatih melayani pemain seperti Dhany Sartika
(kidal), Lius Pongoh, Bobby Ertanto dan Christian Hadinata.
Minarni menyarankan agar kesempatan meningkatkan pengetahuan
diberikan di pelatnas. Gouw dan Hendra Kartanegara dalam
pelatnas tahun lalu memang selalu bicara dalam bahasa Inggris
dengan pemain. Ini akan diterapkan mereka lagi dalam pelatnas
Piala Uber. "Biar mereka tidak minder waktu ketemu pemain
asing," kata Gouw.
Mungkin Imelda menjadi playing captain, jika saran Eddy Yusuf
diterima. Imelda dipandang lancar berkomunikasi dengan pemain
asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini