Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menjelang Kongres Luar Biasa (KLB) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia pada Sabtu nanti, empat dari 11 calon Ketua Umum PSSI memaparkan visi dan misi dalam diskusi olahraga bertajuk "Mencari Ketua PSSI yang Ideal" di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga, Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat calon yang hadir adalah Arif Putra Wicaksono, Aven S. Hinelo, Fary Djemi Francis, dan Yesayas Oktavianus. Setelah memaparkan rencana program kerja, mereka disodorkan pertanyaan dari salah seorang panelis, yakni Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Timnas yang kuat berasal dari kompetisi yang sehat. Masalahnya, sepak bola kita sangat kotor sekali. Bagaimana para calon yang ada memberikan solusi konkret terhadap masalah pengaturan skor?" kata Akmal.
Arif, yang mendapat kesempatan menjawab pertama, menyatakan memiliki satu program bernama Sister Club. Program ini berguna untuk memenuhi persyaratan FIFA Licensing Club. Menurut dia, salah satu kriterianya adalah masalah keuangan.
"Jika kriteria finance sudah kita penuhi, otomatis kesejahteraan pemain diperhatikan dan potensi masuk angin juga diminimalisasi," kata pendiri Nine Sport itu.
Cara kedua, kata Arif, dengan mengadakan direktur teknik di klub. Tugasnya memantau pola permainan tim. Jika pemain tidak bisa dibayar, bisa saja pelatih menjadi sasaran para mafia bola.
Menanggapi masih banyaknya praktik pengaturan skor, Aven S. Hinelo mengatakan PSSI sebenarnya memiliki aturan bernama Statuta. Dalam aturan tersebut sangat jelas bahwa praktik pengaturan skor dilarang.
"Bagi saya, kita harus tempatkan orang-orang yang punya integritas dan tak bisa seenaknya memainkan aturan ini. Dalam aturan sudah jelas ini dilarang. Cuma, karena banyak orang tak memiliki integritas, sehingga terjadilah praktik kotor itu di institusi PSSI," kata dia.
Sedangkan Fary Djemi Francis menilai maraknya pengaturan skor disebabkan oleh manajemen pengelolaan yang buruk. Ia mengatakan buruknya sistem pengelolaan memancing bandar judi mengintervensi kompetisi sepak bola di Indonesia.
Yesayas Oktavianus menyoroti struktur pengurus PSSI di mana Komite Eksekutif (Exco) tidak dipilih oleh Ketua PSSI, melainkan oleh pemilik suara. Ia mengatakan pola itu tidak bagus untuk membentuk kepengurusan yang kredibel.
"Bagaimana saya bisa bekerja dengan tenang kalau tidak didukung oleh Exco? Padahal, di PSSI, kebijakan strategis semua diputuskan oleh Exco. Itu kekurangan utama," kata dia. "Dari situ kita kembangkan masuk ke kompetisi, masuk pada cara mengatasi suap." IRSYAN HASYIM | FIRMAN ATMAKUSUMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo