Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Debut Floy Di Pondok Indah

Pegolf dari Amerika, Raymond Floyd, 39, mengalahkan pegolf Australia, David Graham, 35, dalam turnamen Benson & Hedges di Pondok Indah. Kelemahan Floyd a.l: masih suka gugup menghadapi lawan.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEGOLF Australia David Graham menciptakan rekor baru di padang golf Pondok Indah, Jakarta. Ia mencatat tujuh pukulan di bawah par 72. Tapi prestasi Graham di hari kedua itu, 15 November, tidak cukup untuk mengejar angka Raymond Floyd dari Amerika Serikat. Skor akhir 281 lawan 282 untuk Floyd. "Saya kalah mujur," kata Graham seusai pertandingan. Graham sebelumnya memang bermaun jelek. Ia, kampiun 1979-1981 dalam turnamen golf AS, mencatat dua kali birdie (pukulan di bawah par) dan lima kali bogey (pukulan di atas par). Sementara Floyd mencatat dua angka di bawah par. Di kertas sebetulnya Graharn lebih punya peluang menang dibanding lawannya. Pertandingan dua ronde dari Graham Floyd di Pondok Indah merupakan kelanjutan pertandingan di Fanling (Hongkong) dan Fujioka (Jepang). Rangkaian turnamen yang disponsori pabrik rokok Benson & Hedges ini berhadiah US$ 50, 000--hadiah pertama US$ 30,000 dan hadiah kedua US$ 20,000. Siapakah Floyd? Ia dikenal sebagai pemain golf yang jarang bertanding di luar kandang walau dalam satu tahun ia ikut 28 turnamen. Turnamen Benson & Hedges ini adalah turnamen ke empat yang diikutinya di luar AS. Floyd mau ke mari karena ingin menaklukkan Graham yang punya reputasi baik di AS. Ia menyebut cita-citanya telah tercapai. Kemenangan Floyd atas Graham tak cuma mengangkat reputasinya. Juga penghasilan. Floyd, 39 tahun, yang tinggal di Miami, selama tahun 1981 sudah menandingi US$ 370,000. Tapi sukses itu bukan tak melalui jalan panjang. Floyd sudah mengayunkan tongkat golf di tahun 1963. Di waktu muda prestasi belum menonjol. Ia men duduki urutan ke-77 di dunia pada tahun 1973. Kini ia termasuk pemain top. "Tapi kelemahan saya masih saja banyak," kata Floyd sehabis bertanding. Kekurangan yang disebutnya, antara lain, masih suka gugup menghadapi lawan. Graham, 35 tahun, juga memulai karir dari bawah. Walau sudah menjadi juara junior di Tasmania pada usia 12 tahun, ia tak mengorbit cepat di kalangan pegolf prof. Masa jayanya muncul tahun 1970. Ketika ia memenangkan Turnamen Golf Terbuka di Muangthai dan Prancis serta menboyong Piala Dunia bersama tim Australia. Sejak itu ia selalu diundang ke mana-mana. Prestasi terbaik Graham tercatat di tahun 1976. Waktu itu ia memboyong tiga gelar juara dari tiga benua: turnamen Chunichi di Jepang, turnamen Golf Klasik Westchester di AS dan Kejuaraan Dunia di Inggris. Walau karir dimulai dari padang golf di Asia dan Australia, ia baru kali ini muncul di Indonesia. Dan ia punya kesan yang baik. "Padang golf di sini bagus, berstandar internasional," katanya. Graham berharap bisa diundang lagi ke Indonesia membuat revans dengan Floyd.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus