Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEGOLF Australia David Graham menciptakan rekor baru di padang
golf Pondok Indah, Jakarta. Ia mencatat tujuh pukulan di bawah
par 72. Tapi prestasi Graham di hari kedua itu, 15 November,
tidak cukup untuk mengejar angka Raymond Floyd dari Amerika
Serikat. Skor akhir 281 lawan 282 untuk Floyd. "Saya kalah
mujur," kata Graham seusai pertandingan.
Graham sebelumnya memang bermaun jelek. Ia, kampiun 1979-1981
dalam turnamen golf AS, mencatat dua kali birdie (pukulan di
bawah par) dan lima kali bogey (pukulan di atas par). Sementara
Floyd mencatat dua angka di bawah par. Di kertas sebetulnya
Graharn lebih punya peluang menang dibanding lawannya.
Pertandingan dua ronde dari Graham Floyd di Pondok Indah
merupakan kelanjutan pertandingan di Fanling (Hongkong) dan
Fujioka (Jepang). Rangkaian turnamen yang disponsori pabrik
rokok Benson & Hedges ini berhadiah US$ 50, 000--hadiah pertama
US$ 30,000 dan hadiah kedua US$ 20,000.
Siapakah Floyd? Ia dikenal sebagai pemain golf yang jarang
bertanding di luar kandang walau dalam satu tahun ia ikut 28
turnamen. Turnamen Benson & Hedges ini adalah turnamen ke empat
yang diikutinya di luar AS. Floyd mau ke mari karena ingin
menaklukkan Graham yang punya reputasi baik di AS. Ia menyebut
cita-citanya telah tercapai.
Kemenangan Floyd atas Graham tak cuma mengangkat reputasinya.
Juga penghasilan. Floyd, 39 tahun, yang tinggal di Miami, selama
tahun 1981 sudah menandingi US$ 370,000.
Tapi sukses itu bukan tak melalui jalan panjang. Floyd sudah
mengayunkan tongkat golf di tahun 1963. Di waktu muda prestasi
belum menonjol. Ia men duduki urutan ke-77 di dunia pada tahun
1973. Kini ia termasuk pemain top. "Tapi kelemahan saya masih
saja banyak," kata Floyd sehabis bertanding. Kekurangan yang
disebutnya, antara lain, masih suka gugup menghadapi lawan.
Graham, 35 tahun, juga memulai karir dari bawah. Walau sudah
menjadi juara junior di Tasmania pada usia 12 tahun, ia tak
mengorbit cepat di kalangan pegolf prof. Masa jayanya muncul
tahun 1970. Ketika ia memenangkan Turnamen Golf Terbuka di
Muangthai dan Prancis serta menboyong Piala Dunia bersama tim
Australia. Sejak itu ia selalu diundang ke mana-mana.
Prestasi terbaik Graham tercatat di tahun 1976. Waktu itu ia
memboyong tiga gelar juara dari tiga benua: turnamen Chunichi di
Jepang, turnamen Golf Klasik Westchester di AS dan Kejuaraan
Dunia di Inggris.
Walau karir dimulai dari padang golf di Asia dan Australia, ia
baru kali ini muncul di Indonesia. Dan ia punya kesan yang baik.
"Padang golf di sini bagus, berstandar internasional," katanya.
Graham berharap bisa diundang lagi ke Indonesia membuat revans
dengan Floyd.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo