Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Erick Thohir selaku Ketua Umum PSSI menyebut bahwa Presiden Jokowi memberi dukungan penuh bagi dirinya untuk memberantas mafia pengaturan skor di sepak bola Indonesia. Hal tersebut diungkap oleh Erick Thohir secara bersamaan dengan pembentukan Satuan Tugas atau Satgas yang nantinya akan berfokus pada pemberantasan mafia pengaturan skor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Presiden mendukung penuh pembentukan Satgas pengaturan skor. Mendukung penuh,” ujar Erick Thohir menegaskan dukungan penuh Presiden Jokowi terhadap pembentukan Satgas pengaturan skor dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 28 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain dukungan dari Presiden Joko Widodo, langkah Erick Thohir juga diapresiasi dan didukung oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Seperti dilansir dari laman antaranews.com, Kapolri menyatakan bahwa institusi kepolisian mendukung upaya PSSI untuk membersihkan diri sekaligus membantu penyelenggaraan semua kompetisi yang dibina oleh PSSI.
“Saya kira kami Polri siap mendukung penuh, dan kami telah mempersiapkan satgas anti mafia bola untuk mengawal kebijakan ini sehingga ke depan dalam upaya pembentukan sepak bola yang fair dalam rangka kita bisa mendapatkan atlet-atlet yang betul-betul bisa dipersiapkan untuk menghadapi kejuaraan-kejuaraan tingkat nasional dan internasional bisa terwujud,” ujar Listyo seperti dilansir dari laman antaranews.com pada Minggu, 19 Februari 2023 lalu.
Selain dukungan dari Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Listyo, langkah pembentukan Satgas pengaturan skor juga didukung oleh eks Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali. Wakil Ketua Umum PSSI tersebut memastikan bahwa nantinya antara PSSI dan pemerintah akan selalu selaras.
“Selama pemerintah dan PSSI bergandengan tangan, insya Allah akan lanjut. Tapi begitu pemerintah dan PSSI, satu ke kanan, satu ke kiri, itu tidak akan langgeng. Saya pastikan,” ujar Zainudin.
Modus Pengaturan Skor
Pengaturan skor atau match fixing merupakan jenis tindak kriminal yang secara umum terjadi di dunia olahraga. Dalam dunia sepak bola, tindak kejahatan tersebut terjadi secara terorganisir dan berkaitan erat dengan manipulasi pertandingan dan pengaturan skor.
Menurut artikel ilmiah yang diterbitkan oleh Alexzander Rinaldy dan Dian Adriawan Daeng Tawang dengan judul “Kriminalisasi Match Fixing dalam Pertandingan Sepak Bola di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap”, menyebut bahwa tindakan pengaturan skor dan manipulasi pertandingan biasanya telah direncanakan secara kriminal dan berada pada tingkat transnasional yang termasuk dalam kejahatan judi, maupun korupsi secara personal atau bahkan kelembagaan.
Biasanya hal tersebut lebih sering menyerang klub yang bermain di liga suatu negara tertentu daripada kompetisi besar yang diselenggarakan oleh FIFA dan melibatkan tim nasional.
Masih dilansir dari artikel yang sama, berikut merupakan deretan peristiwa pengaturan skor yang pernah terjadi di Indonesia.
Peristiwa Surabaya
Pada Kejurnas PSSI 1961, terdapat pertandingan yang mempertemukan PSM Makassar melawan Persebaya Surabaya. Laga yang digelar di Stadion Tambaksari, 17 Juni 1961 tersebut secara mengejutkan berakhir mengejutkan dengan skor seri, padahal pada saat itu Persebaya Surabaya tergolong tim yang tidak kuat dan saat pertandingan berlangsung, Persebaya sempat tertinggal 1-3.
Namun demikian setelah diselidiki, ternyata Ramang dan Noorsalam yang merupakan pemain PSM Makassar terbukti menerima suap. Suap tersebut diberikan agar nantinya Ramang dan Noorsalam menyia-nyiakan peluang yang didapat oleh PSM Makassar sehingga tidak menyebabkan keunggulan bagi PSM Makassar.
Selain yang melibatkan pemain, kasus pengaturan skor juga melibatkan wasit pertandingan. Pada 2000, menurut pengakuan Simon Legiman, manajer PSIS Semarang, dirinya pernah menyuap wasit Muchlis jelang laga antara Arema Malang melawan PSIS Semarang pada gelarang Liga Indonesia VI.
Dalam kasus tersebut, Simon mengakui bahwa bukan dirinya yang ingin menyuap, tetapi Muchlis sendiri yang menawari. Pada perjanjian tersebut, Muchlis meminta Rp 3 juta jika seri dan Rp 5 juta apabila menang, tetapi skor akhir pun menunjukkan kekalahan PSIS Semarang padahal Simon telah membayar uang muka Rp 1 juta.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.