Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH lama PSSI -- jauh sebelum periode kepengurusan Ali Sadikin
ingin melaksanakan kejuaraan antar klub. Tapi baru sekarang
kesampaian. Kejuaraan ini yang memperebutkan Piala Presiden
Soeharto berlangsung di Jakarta 14-29 Januari.
"Kami sudah menyiapkan diri sejak Agustus lalu," ujar Elias
Paprindey, manajer tim PS Mandala, Jayapura. Untuk pemusatan
latihan ini, termasuk ongkos pesawat Jayapura-Jakarta p.p. bagi
22 anggota rombongan, dikeluarkannya biaya Rp 30 juta paling
sedikit.
PS Mandala juga mempersiapkan diri untuk bermain di lapangan
berlumpur. "Soalnya, di Jakarta 'kan lagi musim hujan," kata
Doglief Pieter, Sekretaris Komda PSSI Irian Jaya.
"Harapan masyarakat Irian Jaya, tentu saja, kami memboyong
kembali Piala Soeharto," tambah Paprindey. Piala Soeharto semula
direhut mereka di tahun 1972 dalam turnamen 4 Besar PSSI.
Memang ada kemungkinan bagi PS Mandala jadi juara. Sebagian
besar pemainnya pernah memperkuat bond Persipura dalam menjuarai
turnamen 12 Besar PSSI di Semarang, November lalu. "Kecuali ada
aktor X," kata pelatih PS Mandala, Henky Heipon, yang optimis
akan menang. Ia tidak mengungkapkan, tapi diduga kemungkinan
penyuapan dikhawatirkannya.
Tak semua tim sempat mempersiapkan diri dengan baik. Klub Medan
Utara, yang mewakili bond PSMS, baru mendapat kepastian
berangkat 4 Januari, sedang seminggu kemudian tiba di Jakarta.
"Mana bisa kami mengadakan tc (training centre)," ujar Drs.
Soenarjo, manajer tim Medan Utara.
Medan Utara bersama klub Perisai, pada saat penunjukan oleh
Komda PSSI Sumatera Utara, masih harus melakukan 3 pertandingan
lagi dalam kompetisi bond PSMS. Keduanya waktu itu sama-sama
mengantungi angka kemenangan 25 dari 15 kali pertandingan yang
direncanakan. Tapi "kami unggul dalam selisih gol," tambah
Soenarjo. Perisai adalah klub yang menghimpun pemain kaliber
nasional seperti Nobon, Yuswardi, Tumsila. Sedang Medan Utara
baru menyumbangkan 2 pemain, Posan dan Akhmad, untuk tingkat
bond.
Klub Maesa, Manado, mengusahakan diri supaya "masuk 6 Besar,"
kata manajer Freddy Watty. Maesa berada di pool D bersama Medan
Utara, klub TCS (Semarang) dan POP (Padang). Saingannya berat.
Kejuaraan ini diikuti oleh 26 peserta -- 21 klub juara provinsi,
dan sisanya adalah wakil bond 5 besar PSSI. Membengkaknya angka
partisan ini di luar dugaan PSSI. "Pak Ali (Sadin) semula
memperkirakan cuma sekitar 12 klub saja yang ikut," kata
jurubicara PSSI, Uteh Riza Yahya. Bond 5 Besar PSSI adalah
Persija, Persebaya, PSMS, PSM dan Persiraja.
Gagasan turnamen antar klub ini pertama kali dituangkan dalam
bentuk invitasi tahun 1975. Pesertanya adalah Jayakarta
(Jakarta), Assyabab (Surabaya) Bintang Utara (Medan), UNI
(Bandung), PSAD (Ujung Pandang), dan Blitar Putra (Blitar).
Juara turnamen itu adalah Jayakarta.
Kini kejuaraan antar klub melibatkan ratusan perkumpulan di
berbagai daerah. Kompetisi bond yang selama ini, terutama di
daerah di luar Jawa, sering tersendat-sendat, secara otomatis
kembali jadi lancar. "Gairah untuk membina jadi bangkit lagi,"
komentar Pieter. Yang tak mengirim wakil kali ini adalah Bali,
NTB, NTT, Timor Timur dan Maluku.
Kontroversial
Mutu peserta? Pieter melihat banyak klub yang belum mencapai
mutu standar. "Juara Serui atau Biak saja jauh lebih baik dari
sebagian besar juara-juara provinsi sekarang," katanya. Serui
dan Biak adalah kabupaten di Irian Jaya. Tapi, "ide antar klub
ini baik sekali untuk pemassalan maupun untuk peningkatan
prestasi," sela Paprindey.
Kritik tak cuma dilontarkan terhadap mutu peserta. Soenarjo
menilai mutu wasit pun belum memadai. "Banyak keputusan mereka
yang kolltroversial," ujar Muhammad Zein, ofisial Medan Utara.
Ia memberi contoh tentang 'ricuhnya' pertandingan Medan Utara
melawan Maesadi stadion Kuningan, Jakarta pekan lalu sebagai
akibat wasit Tribowo dari Semarang yang tidak tegas.
Dalam pertandingan Medan Utara melawan Maesa yang berakhir 1-1,
terjadi perkelahian di lapangan, melibatkan of isial kedua belah
pihak. Sudarsono, bekas Direktur Perwasitan PSSI menilai
kejadian ini sebagai akibat pemain, pelatih, maupun ofisial
kurang memahami peraturan pertandingan. Betulkah? "Enam puluh
persen dari peraturan pertandingan dikuasai oleh pemain-pemain
kami," jawab Soenarjo. Angka itu dinaikkannya menjadi 75 persen
untuk ofislal.
Menurut Soenarjo, Tribowo tampaknya 'ada main' untuk melicinkan
jalan bagi klub TCS Semarang. "Kalau saja wasitnya bukan Tribowo
mungkin hasilnya akan lain," kata Muhammad Zein.
Martin Seseray, wasit dari Irian Jaya, menilai tuduhan itu tidak
beralasan. "Wasit 'kan dinilai juga oleh PSSI dalam memimpin
pertandingan. Kalau ia berlaku curang, maka akan habislah
karirnya," kata Seseray.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo