Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

King tak kenal tua

Sekelumit tentang biografi petenis dunia billie jean king. gagal menjadi juara wimbledon untuk ke-7 kalinya, dikalahkan oleh petenis andrea jaeger. (or)

9 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKIPUN gagal mencapai final, Billie Jean King, tetaplah seorang yang pantas dipuja dalam Wimbledon tahun ini. Dia merupakan peserta putri tertua. Dalam usia menjelang 40 dengan mengesankan dia bisa melampaui babak penyisihan, antara lain dengan mengalahkan Kathy Jordan yang baru berusia 7 tahun ketika King untuk pertama kalinya menjuarai Wimbledon tahun 1966. Hanya Andrea Jaeger yang 22 tahun lebih muda yang mampu menggagalkan cita-citanya untuk menjadi kampiun untuk ketujuh kali. "Dia ingin lekas-lekas selesai dan saya ikuti dia," seru Jaeger kepada wartawan setelah pertandingan. Ketergesaan ini membuat King berbuat banyak kesalahan terhadap pemain yang dikalahkannya dengan agak mudah bulan Maret lalu di Madison Square Garden, New York. Sama seperti pemain yang dikalahkan, King kecewa betul. Sebab seperti setiap yang dikatakannya, tiap tampil di gelanggang dia selalu bermimpi untuk mencapai final. "Meskipun usiaku sudah 80 tahun," ucapnya. Persoalan besar bagi pemain setua King adalah bagaimana bisa bermain mantap dari babak ke babak. Sewaktu berhadapan dengan Beth Kerr di babak awal dia sudah merasa tersandung batu. King merasa akan tersisih lebih awal oleh pemain muda itu. Tetapi berkat servis dan pukulan-pukulan volleynya yang sukar dikembalikan, King mampu maju ke babak lebih lanjut. Ketika dia berhasil menaklukkan Kathy Jordan di perempat final, King merasa tenaga mudanya datang kembali. Wartawan-wartawan olah raga yang meliput pertandingan itu menggambarkannya mirip gadis berusia 14 tahun yang dengan agresif memburu bola dari pojok ke pojok. "Saya telah menemukan permainan saya hari ini," katanya. Tetapi sayang, puncak permainannya hanya sampai di kaki si Jordan. Dalam 54 menit "Singa tua" ini dikalahkan Jaeger di semifinal dengan angka telak 6-1, 6-1. Betapa pahit pun kekalahannya di Wimbledon sekarang ini, tiada salahnya dia merasa paling berbahagia. Dia mulai main ketika berusia 11 tahun dan sejak itu mengayunkan raketnya tanpa pernah henti. Ia sering menggambarkan dirinya mirip penari balet Nureyev. Ataupun penyanyi Frank Sinatra yang tak pernah berhenti menari dan menyanyi sejak mereka terjun ke lapangan yang mereka pilih. Rumput stadion Wimbledon mengenal King dengan baik. Petenis Amerika ini untuk pertama kali tampil di situ tahun 1961, ketika Jaeger yang mengalahkannya sekarang belum lagi lahir. Dia meraih juara single putri 6 kali (1966, 1967, 1968, 1972, 1973, dan 1975). Sepuluh kali juara ganda dan 4 kali juara ganda campuran. Tak ada yang bisa menandingi. Untuk sejarahnya yang panjang ini panitia Wimbledon tahun kemarin menyampaikan penghargaan khusus untuk King. Terutama untuk penampilannya yang ke-100 kali dalam pertandingan single putri. Pengorbanannya juga paling besar. Lututnya 5 kali dioperasi. Padahal pemain olah raga keras seperti ruby sekalipun, tidak sampai begitu banyak menderita cedera. Dan supaya bisa tampil di lapangan, kakinya pernah dibedah sekali. Belum lagi dihitung pembengkakan-pembengkakan persendian yang biasanya dia atasi sendiri dengan mengkompreskan es. Buat Amerika Serikat sendiri Wimbledon dikenal karena King. Ketika untuk pertama kali dia menjuarai turnamen tahunan itu pada tahun 1966 orang-orang di sana acuh tak acuh. "Waktu itu orang menyebutnya 'Wimbledon' dan bertanya 'apakah itu golf. Dan ketika saya katakan 'tenis' maka dengan melongo mereka berkata 'Oh'..." begitu cerita King. Billie Jean lahir di Long Beach, California. Ayahnya seorang insinyur yang bekerja pada barisan pemadam kebakaran. San ayahlah menemukan bakat anak ini. Billie memiliki bakat yang besar dalam berlari dan berhenti mendadak. Dia pintar melempar bola. Karena itu dia pandai sekali main softball. Tetapi begitu anak perempuan itu beranjak dewasa, orangtuanya menganjurkan main tenis, satu permainan yang sama sekali tidak dikenal Billie Jean. Dia dimasukkan ke kursus tenis. Dia jadi keranjingan dengan permainan ini. Tak lama setelah masuk kursus, dia sudah berhasil mengalahkan seorang pemain yunior dari sebuah universitas. Tetapi pengalamannya begitu miskinnya sehingga dia sendiri belum tahu kalau dalam pertandingan, seorang pemain harus main 2 set. Dia belajar hukum. Karena itu dia harus berbagi waktu dengan tenis. Sekalipun sambil belajar dan berlatih, pada tahun 1963 dia berhasil masuk final Wimbledon dengan menyingkirkan 3 pemain unggulan. Di final dia dikalahkan Miss Smith. Tetapi apa kata sang juara mengenai orang yang dia kalahkan? "Kau tahu, Billie Jean, kau memiliki semua jenis pukulan. Tetapi aku selalu bisa mengatasimu, karena kau kurang latihan," katanya. Dia tidak begitu menghiraukan anjuran yang menggoda itu. Sampai suatu ketika dia berjumpa dengan Larry King. Pemuda pujaan yang juga jadi promotornya itu rupanya juga menganjurkannya untuk berlatih sungguh-sungguh. Setelah mereka bertunangan tahun 1964, Billie Jean, bersatu tekad untuk memilih tenis. Dia berangkat ke Australia. Selama 3 bulan berlatih di sana pada Mervyn Rose. Groundstroke, pukulan begitu bola membal, yang menjadi kelemahan utamanya dikoreksi oleh si pelatih. Tahun 1965 merupakan puncak kematangannya. Ia menikah dengan Larry King bulan September tahun itu. Tiga bulan kemudian persatuan tenis Amerika Serikat memahkotainya dengan sebutan petenis paling top. Satu gelar yang dianggap wartawan setempat sebagai hadiah perkawinan buat pasangan pengantin. Tak jelas apakah dari perkawinan itu mereka dikaruniai anak. Namun pertengahan 1981 mereka mendapat cobaan karena bekas sekretaris dan orang kepercayaan Billie Jean King, bekas penata rambut Marilyn Barnett, menuntut ke pengadilan. Dia menagih janji bos yang menyebutkan mau membiayai hidup Barnett. Bekas sekretaris itu menderita lumpuh karena terjatuh dalam usahanya bunuh diri. Di pengadilan itu juga terbongkar King main lesbian dengan sekretarisnya itu. Untunglah perceraiannya dengan Larry King yang disebutkannya sebagai "suami, kekasih, dan sahabat paling baik" bisa dia hindari. Pemain berkaca mata yang berdarah campuran Irlandia, Inggris, Skotlandia, dan suku Indian, Seminole ini juga mau mengalahkan ketuaan yang menghadangnya. "Tidak," katanya kepada wartawan yang menanyakan apakah masa kejayaannya sudah berakhir. Mungkin dia akan muncul lagi tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus