Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kontroversi Seragam Perempuan di Olimpiade 2024

Seragam atlet perempuan di Olimpiade Paris dianggap terlalu vulgar. Perdebatan lama di dunia olahraga yang belum terselesaikan.

2 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seragam atlet perempuan kerap dianggap terlalu vulgar, termasuk di Olimpiade Paris.

  • Banyak penonton memprotes saat pemain voli pantai perempuan tidak mengenakan celana bikini di Olimpiade 2024.

  • Peneliti olahraga menyatakan federasi olahraga perlu mengevaluasi kewajiban seragam perempuan.

BUKAN Anda, melainkan banyak orang di luar sana yang lebih berfokus pada lekuk tubuh ketimbang sepak terjang atlet perempuan saat menyaksikan siaran olahraga. Bagi mereka, Olimpiade Paris 2024 berarti setengah bulan tontonan menyenangkan tanpa henti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang-orang seperti itu gigit jari saat para atlet voli pantai perempuan mengganti celana bikini mereka dengan leggings atau celana yoga pada dua hari awal babak penyisihan, Sabtu dan Ahad, 27-28 Juli 2024. Seperti ditulis situs berita Australia, News.com.au, satu cuitan dengan 12 juta penayangan di X menyatakan dia menjadi pencinta voli setiap empat tahun sekali, saat Olimpiade. Dia tidak mempersoalkan penggunaan celana yoga di tempat umum, tapi bukan dalam pertandingan voli pantai perempuan. "Bagi kami, para penggemar lama, ini penistaan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim voli pantai Amerika Serikat melawan Kanada di Stadion Menara Eiffel, Paris, Prancis, 27 Juli 2024. REUTERS/Louisa Gouliamaki

Para "penggemar lama" itu tidak peduli bahwa para atlet tersebut mengenakan celana panjang demi melindungi diri dari cuaca dingin. Pertandingan voli pantai Olimpiade Paris berlangsung di stadion temporer di depan menara Eiffel. Pada dua hari awal babak penyisihan itu, Paris diselimuti awan mendung dan angin dingin, sisa hujan deras yang mengguyur upacara pembukaan Olimpiade 2024 sehari sebelumnya. Mariafe Artacho Del Solar dari Australia, misalnya, mengenakan kaus pendek di balik seragamnya untuk menambah kehangatan. Pada hari ketiga, saat matahari bersinar panas terik dan suhu Paris menyentuh 30 derajat Celsius, para atlet perempuan kembali ke seragam awal mereka: bikini.

Penggunaan celana panjang dan kaus tambahan itu sejatinya melanggar aturan. Komite Olimpiade Internasional (IOC) mewajibkan semua atlet perempuan voli pantai berbikini. Mereka bahkan mengatur sisi samping celana tidak melebihi tujuh sentimeter. Pengecualian berlaku bagi atlet yang perlu menutup tubuh berdasarkan aturan agama, seperti Marwa Abdelhady dan Doaa Elghobashy dari Mesir. Masalahnya, tidak ada aturan serupa bagi atlet laki-laki.

Atlet voli pantai Mesir Marwa Abdelhady dan Doaa Elghobashy di Eiffel Tower Stadium, Paris, Prancis, 1 Agustus 2024. REUTERS/Louisa Gouliamaki

Ketimpangan aturan pakaian atlet berdasarkan gender itu menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. "Perempuan sering merasa tidak nyaman karena seragam mereka terlalu terbuka," kata Paul Bowell dari Swinburne's Sport Innovation Research, Australia, seperti dikutip dari News.com.au.

Sudah lama atlet perempuan merasa mendapat diskriminasi dalam berbusana. Tim nasional kriket Inggris, misalnya, diwajibkan berseragam kemeja dan rok pendek sejak 1930-an. Aturan itu baru berubah setelah protes berulang pada 1997 dan atlet perempuan boleh mengenakan celana panjang. 

Pada Juli 2021, tim nasional voli pantai Norwegia ngotot memakai celana pendek ketimbang bikini meski terkena denda setara dengan Rp 2,5 juta per pemain. Sementara itu, dalam Olimpiade Tokyo 2020, tim senam Jerman mengenakan body suits yang menutupi tubuh hingga mata kaki karena merasa seragam sebelumnya terlalu terbuka. "Kami ingin menunjukkan bahwa semua perempuan, semua orang, punya hak penuh dalam memilih pakaian mereka," kata Elisabeth Seitz, anggota tim senam Jerman, seperti dikutip dari CNN. 

Permasalahan serupa muncul dalam Olimpiade 2024. Sha'Carri Richardson dan kawan-kawan dari tim atletik perempuan Amerika Serikat harus berlaga dengan seragam baru yang mirip baju renang dengan potongan pinggul tinggi sehingga memampangkan pangkal paha mereka. Sedangkan seragam untuk atlet pria AS tidak banyak berbeda dari rival-rival mereka, kaus tanpa lengan dengan celana pendek berbahan spandeks sepaha.

"Busana ini lahir dari kekuatan patriarki," kata Lauren Freshman, bekas anggota tim atletik AS pada nomor lari jarak menengah dan jauh, di Instagram. Jaleen Roberts, anggota tim atletik paralimpiade, menyebutkan Nike sebagai pembuat seragam tersebut menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. "Foto dalam posisi berdiri tegak saja memampangkan semua bagian tubuh. Bayangkan saat para atlet melompat," ujarnya. Babak kualifikasi atletik dimulai pada hari ini, Jumat, 2 Agustus 2024, di Stade de France.

Nike menyatakan seragam tersebut didesain untuk membantu meningkatkan performa atlet. Mereka mengklaim desain seragam itu didasari keterangan atlet, mahadata, dan penelitian video.

Freshman ogah percaya begitu saja akan klaim Nike tersebut. "Kalau busana itu benar-benar mendukung gerakan, atlet laki-laki akan minta pakaian yang sama," ujarnya.

Para atlet mencoba bersikap netral. Katie Moon, peraih medali emas lompat galah Olimpiade Tokyo 2020 yang akan kembali berlaga di Paris, berterima kasih atas dukungan publik kepada atlet perempuan. "Tapi kami disediakan sedikitnya 20 kombinasi seragam yang bebas kami pilih," kata Katie Moon seperti dikutip dari Aljazeera.

Kebebasan kontingen AS dalam berpakaian tidak dimiliki atlet tuan rumah. Meski IOC mempersilakan atlet berhijab, federasi olahraga Prancis mengharamkannya. Larangan penggunaan jilbab tersebut merupakan bagian dari kebijakan sekularisme negara itu yang juga melarang pakaian yang menunjukkan simbol agama, termasuk jilbab, cadar, dan abaya. 

Kepada Aljazeera, Timothee Gauthierot, pelatih basket di pinggiran Paris, menilai aturan diskriminatif itu membuat banyak anak perempuan mengubur impiannya menjadi atlet. "Mereka tidak diperbolehkan mencapai level tinggi," katanya.

Amanda Cerna dari Chili beraksi dalam atletik 400m putri di Stadion Olimpiade, Tokyo, Jepang, 27 Agustus 2021. REUTERS/Ivan Alvarado

Para pakar olahraga menuntut federasi olahraga mengevaluasi kebijakan soal seragam atlet perempuan. Bowell memuji perhatian penyelenggara Olimpiade 2024 yang memikirkan kebutuhan para atlet secara mendetail, termasuk soal menyusui dan produk sanitasi di perkampungan atlet. "Perhatian terhadap kebutuhan mental atlet ini perlu diperluas pada kenyamanan atlet dalam memilih pakaian," ujarnya.

"Sering kali perhatian banyak orang kepada atlet perempuan lebih tertuju pada penampilan, bukan aksi di lapangan," kata Danette Leighton, Direktur Utama Women's Sport Foundation, lembaga swadaya masyarakat di New York, kepada Aljazeera. Menurut dia, pakaian seharusnya membuat atlet merasa lebih berdaya. "Bukan malah menempatkan mereka dalam posisi tertekan."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus