Untuk ketiga kali, Carl Lewis muncul sebagai manusia tercepat di dunia. Kali ini dengan catatan waktu 9,86 detik. Rahasia pada sepatu? KETIKA pistol start menyalak dan delapan pelari melesat, Carl Lewis seperti "tersangkut" di start-block. Ia terlambat keluar dari garis awal --penyakitnya sejak dulu. Tapi, dalam final 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik di Tokyo, Jepang, Ahad baru lalu, keterlambatan Lewis sudah agak keterlaluan.Idola Amerika yang flamboyan dan beranjak "uzur" ini tercecer satu langkah di belakang semua pelari sampai 25 meter pertama. Saingan terberat dan rekan se-klubnya di Santa Monica Track Club, Leroy Burrel, sudah memimpin di depan. Tapi lihatlah, Lewis seolah punya tenaga ekstra. Kakinya yang panjang dan tubuhnya yang lebih jangkung dari delapan pelari saingannya itu membuat Lewis sukar ditandingi. Mereka dibabat Lewis satu per satu. Mulai dari Linford Christie (Inggris), Dennis Mitchel (AS), dan terakhir sang pemegang rekor dunia, Leroy Burrel, disikatnya di garis finish. Lewis mencatat 9,86 detik, Burrel 9,88 detik, dan Mitchel 9,91 detik. Rekor baru dunia ini dicapai Carl Lewis pada usia 30 tahun. Sedangkan Leroy Burrel, yang enam tahun lebih muda, hanya memperbaiki rekornya yang 9,90 detik di kejuaraan nasional AS, New York, Juni lalu. Di situ, Burrel mengalahkan Lewis secara telak. Bahkan, dalam empat perjumpaan sebelum Kejuaraan Dunia Tokyo, tak sekali pun Lewis berhasil mengungguli Burrel. Di Amerika, nama Burrel hampir menenggelamkan Lewis, yang belakangan sering bertindak aneh. Baru-baru ini, ia ditangkap polisi gara-gara ngebut dan masa berlaku SIM-nya habis. Ketika menjalani pemeriksaan kadar alkohol, Lewis ketahuan baru saja menenggak air api dalam jumlah melebihi normal. Sesungguhnya, rekor Carl Lewis yang 9,86 detik itu masih di bawah rekor Ben Johnson yang 9,79 detik di Olimpiade Seoul, 1988. Bahkan rekor Lewis di Tokyo kemarin lebih lambat 0,03 detik dibandingkan dengan rekor Johnson di Kejuaraan Dunia Atletik di Roma, 1987. Namun, Johnson berhasil menciptakan rekor ajaibnya itu selagi menggunakan doping, yang konon sudah menjadi teman akrabnya sejak 1981. Itu sebabnya medali emas Olimpiade Seoul dan Kejuaraan Dunia Roma kemudian jatuh ke tangan Lewis -- yang menembus garis finish, setelah Johnson. Emas Lewis yang pertama untuk lari 100 meter direbutnya di Kejuaraan Dunia Atletik Helsinki (1983) -- rekornya waktu itu 10,07 detik -- dan kemudian di Olimpiade Los Angeles (1984). Dari kasus Johnson bisa disimpulkan bahwa pengaruh doping memang luar biasa. Johnson selalu mampu berlari di bawah 10 detik untuk 100 meter. Tapi tanpa doping, Johnson tercecer. Dalam seleksi ke Tokyo, ia dikalahkan pelari Kanada, Bruny Surin. Akibatnya, Johnson hanya bisa tampil sebagai penonton di Stadion Nasional Tokyo. Ia tampak berdiri dan bertepuk tangan saat Lewis melakukan victory lap. Mungkin, sepatu baru Lewis yang buatan Jepang itu ikut menentukan suksesnya. Spike Lewis yang berpaku bahan plastik membuat berat badannya lebih enteng 55 gram ketimbang spike dengan paku keramik yang biasa dipakainya. Pada seri kedua babak penyisihan lari 100 meter, Lewis sebenarnya sudah membuat rekor dunia baru. Ia mencatat 9,80 detik. Tapi rekor ini tidak diakui karena tiupan angin yang 4,3 meter per detik terlalu kencang -- batas untuk pemecahan rekor adalah dua meter per detik. Dengan catatan waktu yang fantastis ini, Lewis, Burrel, dan Mitchel merupakan unggulan utama untuk medali emas nomor estafet 4 X 100 meter. Tak ada lagi yang sanggup menandingi kecepatan pelari-pelari kulit hitam Amerika itu. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini