Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Membalap dari tribune

Kejuaraan mobil radio kontrol timur jauh kedua di pluit, dimenangkan hong kong. cabang or ini belum meluas. organisasinya yang bernama armi baru memiliki 60 anggota. (or)

5 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HONG Kong sebagai pusat barang mainan membuktikan diri yang terkuat dalam Kejuaraan Mobil Radio Kontrol Timur Jauh Kedua yang berlangsung di Pluit, Jakarta, 28 -29 April yang lalu. Pembalap dari negara koloni Inggris itu memenangkan tiga dari empat kategori waktu yang diperlombakan (20, 30, 40, dan 60 menit). Sementara itu, pembalap tuan rumah hanya merebut satu kemenangan. Indonesia, yang menurunkan 17 pembalap, menjadi peserta terbanyak dalam pertandingan yang juga diikuti Jepang, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura itu. Sedangkan satu-satunya kemenangan yang dapat direbut dari kategori balapan dengan batas waktu 30 menit itu dianggap sebagai prestasi lumayan. Terutama kalau diingat, peminat cabang olah raga ini belum begitu luas. Ini terlihat dari induk organisasinya yang bernama Asosiasi Radio Kontrol Mobil Model Indonesia (ARMI) yang berdiri tahun 1980 dan baru memiliki 60 anggota. "Itu pun baru di Jakarta saja," sebagaimana yang dikatakan Lukman Arifin, S.H., ketua harian ARMI. Olah raga nguing-nguing dengan mobil model ini mulai dikenal di sini sekitar tahun 1979, berbarengan dengan pertandingan internasional pertama - yang dilaksanakan tiap dya tahun sekali - yang dimulai tahun itu di Swiss. Kemudian berturut-turut menyusul sebagai tuan rumah Amerika Serikat dan Prancis. Yang unik, International Federation Model Auto Racing (IFMAR), badan dunia yang membawahkan cabang olah raga ini di berbagai negara, tidak punya kantor tetap. "Dia hanya sebuah konsep, sehingga kantor pusatnya selalu berubah-ubah sesuai dengan tempat tinggal ketuanya," ujar N. Morita, ketua Far East Model Car Association. Morita datang ke Pluit sebagai pengawas pertandingan merangkap pembalap sekaligus. Jabatan ketua IFMAR sekarang ini dipegang Ted Longshaw dan Inggris. Di Jakarta, tempat latihan menjadi masalah besar untuk para peminat olah raga yang membutuhkan keterampilan mengemudi melalui alat radio itu. Mula-mula, mereka hanya mengandalkan lapangan seadanya, seperti lapangan parkir Departemen Pekerjaan Umum dan Polda Metro Jaya. Kemudian mereka pindah ke tempat yang lebih nyaman, di lapangan Teater Mobil, Ancol. Tetapi karena lapangan yang terakhir ini tidak rata - lagi pula pembalap harus membayar karcis masuk - akhirnya ARMI bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Lingkungan Pluit mendirikan sirkuit di Pluit tahun 1983. Lintasannya berkelok-kelok sepanjang 400 meter. Di situ ada tribune untuk penonton, yang leb.ih ditujukan untuk para pembalap yang berdiri sambil mengontrol mobil mereka, yang terkadang lari dengan kccepatan 120 km per jam. Meskipun mobil mini yang berpacu tidak menderum sehebat mobil sungguhan, pertandingan pada akhir April itu cukup hiruk pikuk. Ada musik pengiring. Ditambah lagi suara komentator yang melaporkan jalannya pertandmgan. Inilah jenis lomba mobil yang pembalapnya masih saja bisa tertawa terbahak-bahak sementara mobil yang "dikendarainya" jungkir balik di lintasan. Mekanik yang mengawasi di pinggir lapangan terkadang berteriak-teriak meminta si pembalap di tribune supaya menyetop mobil agar bahan bakar bisa dltambah. Pertandingan mobil radio kontrol ini diselenggarakan menurut persyaratan internasional. Tangki minyaknya hanya 125 cc. Modelnya meliputi tiga jenis, masing-masing Formula, Can Am, dan Saloon. Yang dipertandingkan di Pluit hanya meliputi jenis Can Am dan Saloon. Si pemenang adalah yang berhasil mengelilingi lapangan (lap) paling banyak dalam waktu yang ditentukan. Jago-jago balap radio kontrol adalah pembalap dari Inggris, Italia, dan Amerika. Sedangkan untuk kawasan Asia, secara bergantian Jepang dan Hong Kong menempati posisi Juara tiap kali pembalap dari negara itu ambil bagian. Indonesia, sebagaimana dikatakan Boenawan Yunarko, salah satu tokoh ARMI, masih setingkat dengan Malaysia atau Singapura. Olah raga ini terasa bukan mainan yang murah. Seorang peminat harus mengeluarkan biaya sekurang-kurangnya Rp 400.000 untuk mobil berikut pemancarnya. Harga itu bisa ditekan kalau mobilnya barang bekas. "Mula-mula, saya hanya iseng saja. Diajak teman. Tapi lama-lama kok menarik juga untuk ditekuni," cerita Ketut Masagung. Anak Masagung yang berusia 14 tahun ini termasuk peserta yang paling muda dalam kejuaraan Timur Jauh itu. Dia mulai bersemangat dengan olah raga ini sejak 1982. Modalnya yang tersedot untuk kegemaran ini tidak kepalang tanggung. Mobilnya yang pertama seharga Rp 1 juta. Ada tiga mobil lainnya yang nongkrong dirumahnya sekarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus