Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIGERAKKAN refleks, Liem Swie King merundukkan kepalanya dan sambaran shuttlecock yang dilepaskan pemain ganda RRC, Su Zhian. Kartono, yang sudah siap menankis serangan itu di belakang, tiba-tiba berkelit dan mengelakkan raketnya. Bola mendarat sekitar sepuluh sentimeter dari garis belakang. Penjaga garis merentangkan tangan lebar-lebar tanda bola keluar. Ribuan penonton, yang sedang dicengkam ketegangan menanti kemenangan tim Indonesia, menjerit kegirangan. Sementara itu, Kartono melepaskan ketegangan dengan menelentangkan dirinya di lapangan, tanda pertarungan yang menentukan itu sudah berakhir untuk kemenangan timnya, 18-14, 15-12. Stadion Negara, Kuala Lumpur, yang menjadi arena pertandingan final antara tim Indonesia- dan RRC memperebutkan Piala Thomas, Jumat malam pekan lalu itu, dalam sekejap berubah menjadi kancah pesta pora pemain, ofisial, dan sekitar 3.000 pendukung Indonesia. Seorang pemuda berpakaian hijau tiba-tiba menyelusup dan berada di tengah lapangan untuk mencium court tempat King berdiri beberapa detik sebelumnya. Bendera merah putih berkibar di sekeliling stadion dan Indonesia Raya bergema tanpa ada yang memberi komando. Disengat kegembiraan yang tak tertahankan, pemain putri Ivanna dan seorang temannya berlari membawa bendera merah putih mengelilingi stadion. Tetapi victorylap ini hanya sempat melangkah beberapa puluh meter untuk kemudian dihentikan petugas keamanan Malaysia, persis di depan deretan bangku pemain Cina. Tetapi suka cita karena kemenangan itu bagaimanapun tak terbendung. Di kubu tim Indonesia, yang terletak agak ke kanan kiri tribune kehormatan, tawa dan tangis menjadi satu. Menpora Abdul Gafur meninggalkan sultan Kelantan, Ismail Petra, di tribune kehormatan untuk datang mengucapkan selamat dan merangkuh para pemain. King menangis terisak-isak di dalam pelukan Pelatih Tan Yoe Hok. Sementara itu, Garuda Pancasila dan Indonesia Raya berkumandang terus dari para pendukung yang tak kuasa menahan kegembiraan. "Stadion Negara seolah-olah milik orang Indonesia," bisik sultan Kelantan berkelakar kepada duta besar Indonesia, Rais Abin. Kemenangan yang menentukan dari King/Kartono atas pasangan RRC, Sun Zhian/Tian Bingyi, pada partai kelima yang baru berakhir pukul 1.00 dinihari waktu setempat itu, diawali dengan pertandinganpertandingan partai terdahulu yang mencemaskan. Di depan sekitar 12.000 penonton yang memadati Stadion Negara, tepat pukul 19.00 waktu setempat, tunggal pertama Liem Swie King berhadapan dengan Luan Jin dari RRC. King, demikian juga pemain yang lain dari Indonesia, tidak saja berhadapan dengan lawan sesungguhnya dari tim Cina, tetapi juga harus tahan terhadap teriakan-teriakan yang mengganggu konsentrasi dan sebagian besar penonton yang memihak Luan Jin dan kawan-kawan. Sepuluh menit set pertama berlangsung King memimpin 4-1. Dia seolah-olah tak membiarkan lawannya memberikan bola tinggi melambung. Sergapannya di depan net, begitu pula backhand smash dan smash loncatnya yang terkenal itu, siap menerkam bola yang dikirimkan Luan Jin. Dari kedudukan 7-7 King melaju merebut 4 angka secara berturut-turut. Luan Jin mencoba menguntit, tapi set ini toh berakhir dengan 15-7 dalam dua puluh dua menit untuk King. Pada set kedua, Luan Jin tampaknya seperti "mulai panas". Pukulan-pukulan lob dari King yang mematahkan pinggang dikembalikan dengan gaya seorang pemain balet yang pinggangnya begitu lentur. King paling tidak melakukan tiga kali kesalahan dengan bola-bolanya yang melenceng ke luar lapangan. Tetapi pada set ini pula King mulai terpukul konsentrasinya, gara-gara wasit menyatakan raketnya lebih dulu menyambar net sebelum bola Luan Jin menyeberang ke daerah permainannya. Set ini dimenangkan Luan Jin dengan 15-11. King kelihatan tegang meninggalkan lapangan. "Haus sekali, Om," katanya mengeluh kepada Tan Yoe Hok. Harapan Indonesia untuk merebut angka pertama dari RRC ini kembali dikecewakan oleh keputusan yang dia anggap tidak adil. Sebuah pukulan Luan Jin yang dia biarkan ternyata diputuskan sebagai "masuk" oleh penjaga garis. "Masuk?! Waduh," kata King tak percaya sambil menghadap si penjaga garis. Suasana putus asa yang menghinggapi King itu sebaliknya menjadi angin segar buat Luan Jin yang dengan gigih meraih angka 9-3. Kubu Indonesia terpukul melihat King yang mulai terdesak. Luan Jin menyudahi set terakhir itu dengan 15-10. Dia melemparkan raketnya tinggi-tinggi, membiarkannya terbanting ke lantai. Dia menutup mukanya dengan kedua tangannya. Dia memang lelah sekali. Setiba di deretan kursi tim RRC dia langsung terkulai di lantai. Ketika Hastomo Arbi tampil sebagai pemain tunggal kedua melawan Han Jian tak ada orang yang menduga, anak Kudus yang bertubuh kecil tapi ganteng itu bisa menebus kekalahan King. Sudah tiga kali dia berhadapan dengan Han Jian sebelumnya dan semuanya berakhir dengan kekalahannya. Tetapi malam itu Han Jian benar-benar berhadapan dengan lawan yang benar-benar ngotot mau membalas. Hastomo muncul dengan pukulan-pukulan dropshot-nya yang tajam di sebelah kiri ruangan permainan Han Jian. Penonton jadi berguman kagum. Hastomo memanfaatkan benar-bcnar cedera selangkangan yang diderita Han Jian dalam Kejuaraan Jepang Terbuka, Januari lalu, yang kambuh lagi di All England, dua bulan berikutnya. Dropshot tajam ke kiri dikombinasikan dengan desakan ke pojok kanan belakang dari ruangan permaman Han Jian. Hastomo sempat memimpin 9-3. Tetapi kemudian Han Jian, yang dikenal sebagai pemain yang "lambat panas" itu, menyusul dan menyamakan kedudukan 10-1O. Han Jian sudah sempat memimpin 14-12, tapi Hastomo berhasil memaksakan deuce. Namun, Han Jian yang berhasil menyudahi set pertama ini setelah berhasil mengantungi tiga angka berturut-tumt. Angka 17-14 untuk pemain RRC itu. Pada set kedua permainan Hastomo Arbi tidak mengendur. Dia menekan bagian kiri Han Jian. Karena serangan itu terlalu terarah ke sana, dari deretan bangku untuk ofisial Tahir Djide, pelatih tim Uber, (plus Icuk Sugiarto) meneriakkan, "Serang kanan, Mo!" Footzuork dan daya jangkau Hastomo beberapa kali membuat Han Jian tergeleng-geleng. Dia memimpin terus dari 9-2, 13-2, 13-6. Hastomo hanya memerlukan 14 menit untuk membalas kekalahan di set pertama itu dengan 15-6. Ketika istirahat lima menit menjelang set ketiga, dia diurut tukang pijat. Sementara itu, Tan Yoe Hok membisikkan petunjuk-petunjuk dan Tahir Djide mengipasinya dengan handuk. Semula orang tak percaya, Hastomo bisa membalas kekalahan King. Sebab, begitu set ketiga dimulai, Han Jian yang langsung memimpin 1-0. Tetapi angka itu tak bertahan lama dan balik Hastomo yang memimpin 8-2 berkat sergapan-sergapannya terhadap bola tanggung Han Jian. Pada set ketiga Hastomo kelihatan bermain dengan tempo yang lebih cepat. Pada set inilah terjadi sebuah insiden yang sempat menghentikan pertandingan dan membuyarkan perhatian penonton. Sebab, tiba-tiba Tan Yoe Hok melompat dari kursinya dan berlari mendapatkan wasit kehormatan Arthur Jones yang duduk di ujung lapangi an. "Sorry, Mister Jones," cetus Tan Yoe Hok di bawah kilatan lampu pijar wartawan foto. Dia memprotes wasit yang memutuskan raket Hastomo lebih dulu menghantam net sebelum bola masuk ke ruangan permainannya pada kedudukan 11-7. Protes ditolak. Tapi sikap pelatih ini paling tidak telah meningkatkan keberanian moril Hastomo. Anak Kudus yang dijuluki pers lokal sebagai "raksasa cilik" itu akhirnya membangkitkan kembali semangat di kubu tim Indonesia dan membikin pendukungnya berjingkrak setelah dia menyudahi set ketiga itu dengan 15-8. Han Jian meninggalkan lapangan dengan lunglai dan tampak matanya memerah di samping Pelatih Kepala Wang Wen-jiao. Raut muka para ofisial, pelatih, dan pemain RRC kelihatan tegang. Sementara itu, Hallo-Hallo Bandung meruyak di tengah riuhnya penonton menyambut kemenangan Hastomo. Muka anak muda initanpa ekspresi. Tan Yoe Hok memeluknya sambil mengusap keringat yang membanjir di wajahnya. "Terima kasih, Mo," katanya bergetar. Sri Sultan Hamengkubuwono mendeka dan mengulurkan ucapan selamat. Ketua Umum KONI Pusat ini begitu besar harapannya akan kemenangan, sehinga dia sudah duduk di bangku ofisial, dua jam sebelum pertandmgan pertama dimulai, ketika stadion baru menampung beberapa gelintir penonton. Di partai ketiga, Icuk, yang diharapkan bisa menyumbangkan satu angka lagi, malah menjadi bulan-bulanan pemain RRC, Yang Yang. Setelah memimpin 2-0 di set pertama, Icuk digempur habis-habisan oleh pemain kidal itu di daerah pertahanannya. Bola-bola lob Icuk disambar Yang Yang dengan smash menukik bagaikan peluru ke arah kiri Icuk Angka kemudian berbalik 6-4 untuk Yang Yang. "Tahan terus, Cuk," teriak Tahir Djide dari kejauhan. Tapi Yang Yang menutup set pertama itu dengan 15-9. Setelah kekalahan pada set pertama itu, Icuk tetap tidak mengubah gaya permainannya dan tetap melambungkan bola-bola lob tanggung yang menjadi sasaran smash Yang Yang. Icuk kelihatan seperti mati akal, karena ke mana saja bola ditempatkannya, dengan ulet Yang Yang mengembalikannya. Beberapa kali juara dunia Icuk Sugiarto terkecoh dengan arah smash loncat yang dilepaskan Yang Yang, pemain muda Cina yang untuk pertama kali mengalahkannya di Kejuaraan Indonesia Terbuka Agustus tahun lalu. Set kedua berakhir dengan 15-10 untuk pemain Cina itu. Angka sekarang 2-1 untuk tim RRC. Pemain kawakan Christian Hadinata, yang berpasangan dengan Hadibowo, tahu betul dialah yang akan menjadi kunci untuk membuka kembali peluang Indonesia. Ketika pertarungan Icuk melawan Yang Yang masih berlangsung, Christian mengambil sepotong roti dan dengan santai berkata, "Isi bensin dulu." Pasangan ganda pertama Indonesia ini memang mendapat perlawanan gigih dari pasangan RRC, He Shang-quan/Jiang Guoliang, hingga terjadi susul-menyusul angka. Pasangan Cina itu memaksa Christian/ Hadibowo deuce pada kedudukan sama kuat 13-13. Hanya pengalaman Christian d.ln dukungan Hadibowo yang bermain cemerlang melapis pertahanan di garis belakang yang membuat ganda Cina itu tumbang juga, 18-14. Pasangan Cina itu kemudiah memaksakan tempo permainan yang tinggi pada set berikut, sampai mereka bisa memimpin 7-2. Tetapi ketinggalan ini dapat dikejar pasangan Indonesia itu. Dengan servis di tangan Hadibowo, pasangan ganda Indonesia menyamakan kedudukan menjadi 7-7. Pimpinan permainan berada di pihak Indonesia untuk sementara. Tetapi ganda Cina itu melejit pula, mendahului dengan angka 9-7. Menjelang akhir set kedua ini pemain Cina tadi banyak berbuat kesalahan dengan bola-bola lambung yang tanggung. Begitu bola muncul ditancap Christian atau Hadibowo, menggiring pemain Indonesia itu unggul lagi 15-10. Kedudukan berubah menjadi sama kuat, 2-2. Christian Hadinata/Hadibowo sudah membuka peluang untuk merebut kembali Piala Thomas. King/Kartono menjadi penentu dalam pertandingan yang terakhir kelima). Mereka turun bertarung melawan Sun Zhian/Tian Bing-yi. Menjelang dinihari itu, suasana mencekam kubu tim Indonesia sampai ke ubun-ubun. Para pemain yang berkumpul di deretan kursi tim Indonesia meneriakkan isa suara mereka untuk mendukung pasangan yang menentukan nasib tim Indonesia itu. Dukungan itu tidak sia-sia, karena pasangan yang tidak direncanakan untuk merebut Piala Thomas ini ternyata berhasil pula mengungguli pasangan Cina yang terakhir. Pasangan King/Kartono ini memang belum tercium sampai hari Jumat pagi. Pada lari Rabu pagi, yang turun berlatih di Stadion Negara adalah King/Christian dan Hartono/Heryanto. Ini kelihatannya sebagai usaha tim Indonesia untuk mengecohkan perhatian Cina. Supaya mereka hanya bersiap-siap menghadapi dua calon pasangan yang dilatih itu. Para wartawan yang menyaksikan latihan itu terkecoh pula. Beberapa surat kabar yang terbit di Kuala Lumpur menyebutkan kemungkinan Indonesia akan menurunkan pasangan King/Christian dan Kartono/ Heryanto. Pasangan King/Kartono itu baru hari jumat pagi dilatih. Itu pun hanya satu set melawan pasangan Eddy Kurniawan/Sigit Pamungkas. Diselang-seling dengan pasangan Hadiyanto/Icuk Sugiarto. Sepintas terlihat pasangan itu masih dalam taraf coba-coba. Baik King maupun Kartono secara khusus diawasi Tan Yoe Hok dan Rudy Hartono berlatih servis. Sehingga, ada yang sempat nyeletuk. "Sudah begitu dekat pertandingan baru belajar smash, bagaimana. . . . " Tim RRC yang berlatih lebih awal sudah pulang, sehingga mereka tidak sempat melihat "ganda yang baru" itu. Pelatih kepala tim RRC, Wang Wen-jiao, kelihatannya pulang paling belakang. Dia membiarkan anak buahnya pulang duluan. Dan berpesan kepada penjemputnya untuk datang kembali ke Stadion Negara itu guna membawanya pulang ke Hotel Federal. Tetapi dia tak sempat mengintip latihan terakhir tim Indonesia itu, karena anak asuhan Tan Yoe Hok memang datang terlambat, terutama King dan Kartono. Yang mula-mula sampai adalah Icuk Sugiarto, Eddy Kurniawan, dan Hadiyanto. Namun, di tengah latihan, Tan Yoe Hok sempat terperanjat, karena tiba-tiba dia melihat jaket pemain Cina tergeletak di atas sebuah kursi di pinggir lapangan. Tak berapa lama muncul He Shang-quan, salah seorang pemain ganda Cina. Dia mengambil jaket itu dan langsung meninggalkan stadion. Tak jelas apakah dia sengaja meninggalkan jaket itu supaya ada alasan untuk berada di stadion sekaligus menyaksikan latihan King/Kartono. Kemenangan Indonesia 3-2 atas regu RRC itu mengejutkan semua pihak. Tak ada yang menduga King akan kalah. Begitu juga tidak ada yang berani menjagokan Hastomo Arbi terhadap Han Jian. "Saya semula mengharapkan satu angka dari King. Dengan harapan, kalau memang bisa, Icuk nyuri satu angka lagi, sehingga kedudukan kita lebih kuat kalau mau adu pasangan ganda. E. . taunya Hastomo yang mencuri," ucap Ferry Sonneville, yang selama hampir satu jam terkurung di Stadion Negara untuk menerima ucapan selamat ataupun memberikan salam dan pelukan kepada semua pemain. "Dalam keadaan luar biasa seperti ini Tuhan kadang-kadang memberikan hal-hal yang tak terduga," katanya lagi sambil menahan haru. Buat tim Cina, kekalahan itu kelihatan sama-sama mengejutkan. Pelatih kepala tim Cina, Wang Wen-jiao, sempat menyatakan kekagumannya terhadap Luan Jin yang bermain cemerlang malam itu. Tetapi menurut dia perubahan pasangan yang dilakukan tim Indonesia secara mendadak cukup merepotkan. "Dengan susunan yang biasa seperti selama ini (Kartono/Heryanto dan Christian/Hadibowo) ganda Indonesia sudah sulit kami tandingi. Apalagi dengan King yang berpasangan dengan Kartono bermain bagus, kami memang masih ketinggalan. Kami sadar, di sektor ganda ini kelemahan kami. Sementara itu, Han Jian sendiri merasa betul-betui kecewa dengan kekalahannya atas Hastomo Arbi. Dia memuji anak Kudus itu sekali ini memang jauh lebih baik. "Ini terutama karena saya kurang latihan. Setelah cedera yang saya derita di Kejuaraan Jepang Terbuka dan All England, saya harus istirahat. Saya mulai latihan hanya seminggu sebelum saya datang ke sini," katanya. Perubahan formasi ganda itu sebenarnya karena desakan keadaan. Kartono/Heryanto juara All England 1981 dan 1984 dalam empat pertandingan sebelumnya tidak meyakinkan. Kalah dengan pasangan dari Inggris, Korea Selatan, dan Jepang. Dengan pasangan dari Jepang, Heryanto malahan kena smash matanya. "Perubahan itu karena keadaan dan juga taktik," ucap Tan Yoe Hok. Memang, setelah kecelakaan yang diderita Heryanto itu, di berbagai kesempatan Rudy Hartono, manajer tim, kalau didesak wartawan tidak menyembunyikan kemungkinan terjadinya perubahan. "Tapi perubahan itu bukan hanya karena kesehatan Heryanto. Dia sendiri sudah siap main, sesuai dengan hasil pemeriksaan spesialis mata," katanya dua hari menjelang final. Tapi yang paling menentukan dalam perubahan pasangan itu adalah Liem Swie King sendiri. Ia semula menolak berpasangan dengan Kartono karena ingin mencurahkan tenaga untuk tunggal. Tapi karena bujukan Rudy Hartono, Tan Yoe Hok, dan yang tak kalah penting permintaan Budi Hartomo, bos Djarum Kudus, tempat King bernaung, akhirnya Liem Swie King menerima. Pasangan King/Kartono sebenarnya bukan pasangan baru. Mereka sudah berpasangan sejak 1974 dan menjadi juara nasional tahun 1975. Kesatuan batin mereka juga sudah lama lengket, karena mereka juga pernah sebangku di sekolah, ketika mereka berdua di Kudus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo