Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mencari kerukunan di senayan

Untuk merebut piala thomas dan piala uber di kuala lumpur. pemain dibolehkan menentukan siapa pelatihnya. pelatih tan joe hok dan tahir djide dipisahkan untuk menghindari perselisihan.(or)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELATNAS untuk merebut Piala Thomas dari RRC dan Piala Uber dari Jepang sudah dimulai 3 Oktober yang lalu. Bentuk latihan barangkali tak berbeda. Namun, yang jelas, baru sekarang inilah ada pemain yang menentukan siapa pelatihnya. Pemain Indonesia pertama yang jadi kampiun All England, Tan Joe Hok (sekarang Hendra Kartanegara), menjadi biji mata Liem Swie King dan Hastomo Arbi. "Enak dilatih Oom Joe Hok. Latihannya singkat tapi hasilnya banyak," kata Hastomo Arbi memuji. Pengurus PBSI kelihatannya juga tidak ingin merusakkan "hubungan batin" kedua pemain tadi dengan Joe Hok. Baik ketua umum, Ferry Sonneville, maupun ketua bidang pembinaan PBSI, Rudy Hartono, membiarkan pasangan itu saling menempel terus. "Mungkin dengan begitu pemain mempunyai kemantapan dan kepercayaan dalam berlatih sehingga kekurangan atau kelemahan mereka bisa diatasi," ucap Rudy Hartono. Hubungan Joc Hok dengan kedua pemain asal klub Jarum dari Kudus itu mulai kental ketika mereka mempersiapkan diri mengikuti Kejuaraan Malaysia Terbuka awal Agustus lalu. King sendiri tidak jadi turut. Sedangkan Hastomo berhasil mencapai final. Dalam Kejuaraan Indonesia Terbuka, akhir Agustus, berkat tangan bekas pemain nasional yang bergerak dalam bisnis racun serangga itu, King tampil sebagai juara, disusul Hastomo sebagai runner-up. Banyak yang beranggapan, Joe Hok, 46 tahun, yang pernah melatih di Meksiko dan Hong Kong awal 1970-an itu, memang punya hoki. Selain ia sukses melatih King dan Hastomo, orang belum lupa peranannya ketika aktif dalam tim pelatih regu Indonesia ke Kejuaraan Dunia II yang berlangsung di Senayan, tahun 1980. Rudy Hartono tampil sebagai juara. Dari lima nomor yang dipertandingkan, hanya ganda putri yang tergelincir. Ketika Piala Thomas direbut RRC dari lndonesia dalam pertandingan yang berlangsung di London tahun lalu, dia sendiri tak ambil bagian. Sebab, ada pertentangan pendapat antara dia dan pengurus PBSI. Untuk merebut Piala Thomas dan Uber yang menjadi lambang supremasi bulu tangkis putra dan putri, yang akan berlangsung di Kuala Lumpur, Mei 1984, PBSI telah menetapkan Tan Joe Hok, Ade Chandra, dan M. Ridwan sebagai pelatih untuk tim Piala Thomas. Sedangkan Tahir Djide, Minarni, dan Imelda Wiguna untuk Piala Uber. Pelatnas yang berlangsung di Jakarta dan memakan waktu 7 bulan itu diperkirakan menelan Rp 16 juta perbulan. Dipisahkannya Tahir Djide dan Tan Joe Hok kelihatannya untuk menghindari pertarungan pikiran mengenal sistem latihan yang terdapat antara keduanya. Begitu seorang pemain 'ditonton, orang tidak bisa melihat perbandingan antara Tahir Djide dan Tan Joe Hok. Tetapi, di belakang layar, memang terlihat perbedaan, baik pendekatan maupun praktek melatih. Tahir Djide mendasarkan latihan pada anggapan bahwa fisik seorang pemain harus ditingkatkan lebih dulu. Kalau fisiknya sudah mantap, baru dilatih teknik. Karena itu, dia memberikan beban latihan fisik yang berat di luar lapangan bulu tangkis Joe Hok sendiri tidak meremehkan daya tahan fisik pemain. Tetapi dia beranggapan, kalau itu memang diperlukan, cukup dicari di lapangan bulu tangkis melalui permainan. "Prinsip saya dalam melatih, melihat bulu tangkis sebagai satu kesatuan yang utuh. Bukan bagian per bagian," ujarnya. Yang tampaknya paling menonjol pada sistem Joe Hok ini untuk mencapai stamina adalah bentuk latihan seri pukulan 12 shuttle-cock. Bola dipukul dengan jarak waktu yang sangat dekat, lantas sang pelatih mengukur denyut nadi si pemain, untuk mengetahui jumlah denyutannya. Kemudian Joe Hok mencatat berapa lama si pemain memerlukan waktu untuk kembali pada kondisi sebelum di-drill. Siapa pun tahu, dengan dua sistem itu Indonesia pernah membubung dalam berbagai kejuaraan sehingga sulit menemukan kata pasti mana yang paling manjur. "Saya tidak bisa mengatakan siapa yang terbaik. Keduanya berjasa bagi peningkatan prestasi bulu tangkis kita," ucap Rudy Hartono, orang yang saban hari berdoa agar tidak timbul pertikaian antarpelatih selama pelatnas Thomas dan Uber yang kebetulan bersamaan waktu. Kerukunan di antara pelatih ini pula yang ditekankan oleh bekas pemain nasional, Olich Solihin, 58 tahun, yang duduk dalam tim penilaian pelatnas sekarang ini. "Jangan berbeda pendapat terus," seru Olich. Dia sendiri katanya siap membantu pelatnas sekalipun Korea Selatan dan Brunei sudah menawarinya untuk menjadi pelatih di sana. Dalam dua kutub sistem latihan (Djide dan Joe Hok) kelihatannya memang hanya King dan Hastomo yang secara nyata memilih Joe Hok. Para pemain lain lebih bersikap menerima. "Siapa saja pelatihnya cocok saja buat saya. Sebab, saya menyadari bahwa Pak Tahir tidak akan sesuai bia berkumpul dengan Tan Joe Hok dalam menangani pemain," ucap juara dunia, Icuk Sugiarto, yang baru meneken kontrak Rp 65 juta dengan perusahaan alat olah raga Yonex. Tan Joe Hok, yang sudah sejak lama menangani pemain-pemain Jarum, tampaknya melangkah masuk pelatnas tanpa banyak perhitungan. Sebab, dari 12 pemain yang masuk pelatnas, delapan pemain (Liem Swie King, Hastomo Arbi, Christian Hadinata, Hafid Yusuf, Kartono, Heryanto, Hadibowo, dan Bobby Ertanto) berasal dari Jarum. Sementara itu, Djide - yang punya andil dalam membawa regu putri Indonesta untuk pertama kali merebut Piala Uber tahun 1975 - tampak ogah-ogahan memenuhi panggilan. Dia tidak muncul dalam upacara 3 oktober yang lalu. "Saya lebih senang dan mengharapkan PBSI sudah punya pilihan pelatih lain untuk menangani latihan fisik untuk tim Uber dan Thomas Cup," katanya ketika ditemui di Bandung pekan lalu. Ia menyatakan, berat meninggalkan pekerjaannya sebagai dosen di IKIP Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus