Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengecewakan Tapi Tetap Untung

Liga utama akan menyelenggarakan pertandingan antara liga selection dengan halleluyah (korea selatan), di surabaya. diharapkan mendapat untung, seperti akhir des. yang lalu ketika bertanding dengan brazil.(or)

15 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOLA kelihatannya makin menjadi bisnis yang ramai. Paling tidak dalam 2 bulan terakhir. Setelah Liga Utama mengeduk keuntungan Rp 15 juta dari pertandingan Brazil All Stars lawan Galatama Selection akhir Desember, 15 Januari ini di Surabaya berlangsung pertandingan sepak bola profesional antara Liga Selection dan Hallelujah. Tim yang menempati urutan paling atas dari 5 kesebelasan prof di Korea Selatan itu memperoleh bayaran US$ 10.000. Tetapi orang-orang Niac Mitra yang menyelenggarakan pertandingan itu, yakin masih bisa untung. "Dua puluh ribu penonton saja yang datang sudah cukup bagus," kata Purbiantoro, salah seorang pemimpin Niac. Karcis bervariasi, dari Rp 5.000 sampai Rp 1.000. Kalau Stadion Gelora 10 November yang berkapasitas 38.000 penonton itu penuh, berarti Niac bakal untung besar. Dalam bisnis bola, Niac boleh dikatakan selalu mujur. Tiap kali tim yang berpangkalan di Surabaya itu main di kandangnya sendiri, dia selalu untung. Ketika melawan Tunas Inti, beberapa waktu yang lalu, dia mengantungi keuntungan bersih Rp 15 juta. Lima pemain Niac Mitra yang memperkuat Galatama Selection rupanya merupakan daya tarik bagi penonton Surabaya. Namun sama dengan bisnis yang lain, bola juga mengandung risiko tekor. Misalnya kalau hujan turun. Ancaman hujan ini juga yang paling mencemaskan Nabon Noor ketika dia menjadi ketua penyelenggara pertandingan Brazil-Galatama Selection Desember yang lalu. Karena itu, jangan tertawa, buat mencegah hujan panitia sempat mengeluarkan uang Rp 25.000 untuk pawang hujan. Pecandu sepak bola akhir-akhir ini memang kecewa pada perkembangan cabang olah raga ini. Karena itu panitia waktu itu hanya mengharapkan 50.000 penonton. Tetapi sebagaimana diceritakan ketua panitia yang adalah juga Ketua Presidium Liga, Nabon Noor, "perhatian masyarakat masih tetap besar." Penonton yang mengerumuni pertandingan waktu itu diperkirakan 90.000-orang. Dan mereka cukup puas dengan penampilan Eder dan bintang-bintang sepak bola dari Brazil. Pertandingan Brazil-Galatama Selection di Stadion Utarna Senayan 21 Desember itu merupakan pengalaman pertama buat Liga dalam mendatangkan kesebelasan dari luar. Tapi sebagai seorang yang sehari-harinya bergerak dalam bisnis perkapalan, Nabon Noor barangkali terpesona melihat keuntungan Rp 15 juta dalam waktu hanya 2 kali 45 menit. Apalagi kalau diingat hampir tak pernah terdengar PSSI bisa untung dari pertandingan sepak bola selama ini. Keuntungan buat Liga Utama akan menggelembung lagi kalau saja tidak terjadi kebocoran 15% karena penonton masuk tanpa karcis. Karcis yang terjual ketika itu 62.737. "Semula kami memperkirakan 30% penonton yang lolos. Tapi ternyata hanya 15%. Itu pun kebanyakan anak-anak," kata Nabon. Dari jumlah penonton tersebut uang yang masuk berjumlah Rp 101 juta. Untuk mengatasi kebocoran dari pecandu yang tak mau membeli karcis itu, menurut Nabon, dia dan Ketua Pelaksana Harian Liga Utama, Sigit Soeharto, mempunyai gagasan untuk menyempurnakan sistem penyobekan karcis. Antara lain membuat jalan masuk yang berliku-liku, supaya calon penonton lebih gampang diawasi. Di samping pukulan dari kebocoran di pintu masuk tersebut, Liga juga harus berhadapan dengan berbagai kewajiban yang dianggap terlalu berat. Karena hasil keuntungan itu akan dipakai untuk pembinaan persepakbolaan Nabon mengharapkan pemerintah memberikan keringanan pajak tontonan. Setelah pajak pertandingan yang dikenakan bagi tim Brazil (yang ditanggung Liga) berjumlah Rp 42 juta, maka pajak tontonan yang berjumlah Rp 10 juta dianggap Nabon terlalu berat. Banyak kalangan yang memuji pihak keamanan ketika itu. Tak ada batu atau kertas terbakar yang dilemparkan. Memang secara fisik tidak banyak terlihat petugas berpakaian seragam. Tetapi yang berpakaian preman bertebaran di berbagai pojok. "Memang kami sengaja mencegah kesan pengawalan yang ketat supaya orang bebas memuji dan mengecam permainan," ucap Sekretaris Liga Lukman Setiawan. Tetapi menurut Lukman, biaya keamanan yang mencapai Rp 1,6 juta merupakan jumlah yang muncrat 200% dari anggaran semula. Biaya ini sepantasnya tidak perlu begitu tinggi. "Karena keamanan' kan menjadi tanggung jawab yang berwajib." Dari urutan jumlah tanggungan, pos promosi menduduki kedudukan ke-5, berjumlah Rp 3,7 juta. Setelah panitia memasang iklan di beberapa harian, dia masih harus mengeluarkan dana promosi yang lain berupa jumpa pers yang menghabiskan Rp 240.000 -- katakanlah sebagai biaya berbaik-baik dengan wartawan. Untuk mengurangi beban, menurut Lukman Setiawan, pada pertandingan dengan Hallelujah dan seterusnya yang dicukongi Liga Utama, diharapkan TVRI yang menyiarkan pertandingan itu beberapa hari kemudian, bisa memberi balas jasa. "Paling tidak sekedar pengumuman mengenai pertandingan," katanya: Pengumuman yang gencar rupanya penting. Seperti dikatakan Haji Yusuf, koordinator penjualan karcis yang berpengalaman 30 tahun di Senayan, "sangat perlu, agar masyarakat siap dan punya kesempatan mengumpulkan uang untuk menonton."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus