Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOLA kelihatannya makin menjadi bisnis yang ramai. Paling tidak
dalam 2 bulan terakhir. Setelah Liga Utama mengeduk keuntungan
Rp 15 juta dari pertandingan Brazil All Stars lawan Galatama
Selection akhir Desember, 15 Januari ini di Surabaya berlangsung
pertandingan sepak bola profesional antara Liga Selection dan
Hallelujah.
Tim yang menempati urutan paling atas dari 5 kesebelasan prof di
Korea Selatan itu memperoleh bayaran US$ 10.000. Tetapi
orang-orang Niac Mitra yang menyelenggarakan pertandingan itu,
yakin masih bisa untung. "Dua puluh ribu penonton saja yang
datang sudah cukup bagus," kata Purbiantoro, salah seorang
pemimpin Niac. Karcis bervariasi, dari Rp 5.000 sampai Rp 1.000.
Kalau Stadion Gelora 10 November yang berkapasitas 38.000
penonton itu penuh, berarti Niac bakal untung besar.
Dalam bisnis bola, Niac boleh dikatakan selalu mujur. Tiap kali
tim yang berpangkalan di Surabaya itu main di kandangnya
sendiri, dia selalu untung. Ketika melawan Tunas Inti, beberapa
waktu yang lalu, dia mengantungi keuntungan bersih Rp 15 juta.
Lima pemain Niac Mitra yang memperkuat Galatama Selection
rupanya merupakan daya tarik bagi penonton Surabaya.
Namun sama dengan bisnis yang lain, bola juga mengandung risiko
tekor. Misalnya kalau hujan turun. Ancaman hujan ini juga yang
paling mencemaskan Nabon Noor ketika dia menjadi ketua
penyelenggara pertandingan Brazil-Galatama Selection Desember
yang lalu. Karena itu, jangan tertawa, buat mencegah hujan
panitia sempat mengeluarkan uang Rp 25.000 untuk pawang hujan.
Pecandu sepak bola akhir-akhir ini memang kecewa pada
perkembangan cabang olah raga ini. Karena itu panitia waktu itu
hanya mengharapkan 50.000 penonton. Tetapi sebagaimana
diceritakan ketua panitia yang adalah juga Ketua Presidium Liga,
Nabon Noor, "perhatian masyarakat masih tetap besar." Penonton
yang mengerumuni pertandingan waktu itu diperkirakan
90.000-orang. Dan mereka cukup puas dengan penampilan Eder dan
bintang-bintang sepak bola dari Brazil.
Pertandingan Brazil-Galatama Selection di Stadion Utarna Senayan
21 Desember itu merupakan pengalaman pertama buat Liga dalam
mendatangkan kesebelasan dari luar. Tapi sebagai seorang yang
sehari-harinya bergerak dalam bisnis perkapalan, Nabon Noor
barangkali terpesona melihat keuntungan Rp 15 juta dalam waktu
hanya 2 kali 45 menit. Apalagi kalau diingat hampir tak pernah
terdengar PSSI bisa untung dari pertandingan sepak bola selama
ini.
Keuntungan buat Liga Utama akan menggelembung lagi kalau saja
tidak terjadi kebocoran 15% karena penonton masuk tanpa karcis.
Karcis yang terjual ketika itu 62.737. "Semula kami
memperkirakan 30% penonton yang lolos. Tapi ternyata hanya 15%.
Itu pun kebanyakan anak-anak," kata Nabon.
Dari jumlah penonton tersebut uang yang masuk berjumlah Rp 101
juta. Untuk mengatasi kebocoran dari pecandu yang tak mau
membeli karcis itu, menurut Nabon, dia dan Ketua Pelaksana
Harian Liga Utama, Sigit Soeharto, mempunyai gagasan untuk
menyempurnakan sistem penyobekan karcis. Antara lain membuat
jalan masuk yang berliku-liku, supaya calon penonton lebih
gampang diawasi.
Di samping pukulan dari kebocoran di pintu masuk tersebut, Liga
juga harus berhadapan dengan berbagai kewajiban yang dianggap
terlalu berat.
Karena hasil keuntungan itu akan dipakai untuk pembinaan
persepakbolaan Nabon mengharapkan pemerintah memberikan
keringanan pajak tontonan. Setelah pajak pertandingan yang
dikenakan bagi tim Brazil (yang ditanggung Liga) berjumlah Rp
42 juta, maka pajak tontonan yang berjumlah Rp 10 juta dianggap
Nabon terlalu berat.
Banyak kalangan yang memuji pihak keamanan ketika itu. Tak ada
batu atau kertas terbakar yang dilemparkan. Memang secara fisik
tidak banyak terlihat petugas berpakaian seragam. Tetapi yang
berpakaian preman bertebaran di berbagai pojok. "Memang kami
sengaja mencegah kesan pengawalan yang ketat supaya orang bebas
memuji dan mengecam permainan," ucap Sekretaris Liga Lukman
Setiawan.
Tetapi menurut Lukman, biaya keamanan yang mencapai Rp 1,6 juta
merupakan jumlah yang muncrat 200% dari anggaran semula. Biaya
ini sepantasnya tidak perlu begitu tinggi. "Karena keamanan' kan
menjadi tanggung jawab yang berwajib."
Dari urutan jumlah tanggungan, pos promosi menduduki kedudukan
ke-5, berjumlah Rp 3,7 juta. Setelah panitia memasang iklan di
beberapa harian, dia masih harus mengeluarkan dana promosi yang
lain berupa jumpa pers yang menghabiskan Rp 240.000 --
katakanlah sebagai biaya berbaik-baik dengan wartawan.
Untuk mengurangi beban, menurut Lukman Setiawan, pada
pertandingan dengan Hallelujah dan seterusnya yang dicukongi
Liga Utama, diharapkan TVRI yang menyiarkan pertandingan itu
beberapa hari kemudian, bisa memberi balas jasa. "Paling tidak
sekedar pengumuman mengenai pertandingan," katanya:
Pengumuman yang gencar rupanya penting. Seperti dikatakan Haji
Yusuf, koordinator penjualan karcis yang berpengalaman 30 tahun
di Senayan, "sangat perlu, agar masyarakat siap dan punya
kesempatan mengumpulkan uang untuk menonton."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo