Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perenang muda Elysha Chloe Pribadi yang sedang bersekolah di Australia menjadi andalan Indonesia untuk kembali menjadi ratu kolam renang di tingkat Asia Tenggara yang terakhir diraih satu dekade lalu.
Selain Elysha, perenang muda Azzahra Permatahani juga diharapka menjadi juara renang di ajang SEA Games Vietnam 2021 dan Olimpiade Tokyo 2021.
Persatuan Renang Seluruh Indonesia tengah melakukan pencarian bibit untuk program pelatihan atlet muda potensial yang berlatih di luar negeri secara jangka panjang. National Collegiate Athletic Association siap memberikan beasiswa untuk perenang Indonesia
SABAN dua hari dalam sepekan, debur ombak di Pantai Cottesloe, sekitar 12 kilometer dari Perth, Australia, menjadi kawan berlatih Elysha Chloe Pribadi selama masa pandemi Covid-19. Penutupan kolam renang di seantero Australia membuatnya tak memiliki pilihan. Perenang putri masa depan Indonesia ini harus menjaga stamina dan mental. Tantangan yang harus ditaklukkan adalah suhu air yang dingin serta angin dan arus yang berubah-ubah. “Sangat sulit berenang secara lurus di laut,” kata Elysha, Selasa, 12 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atlet 15 tahun andalan kontingen Provinsi DKI Jakarta ini bahkan sempat harus mewaspadai kehadiran hiu putih yang banyak berkeliaran di lepas pantai Australia. Untuk mengatasi rasa takutnya, remaja yang akrab disapa Ely ini meminta ayahnya, Reza Pribadi, berenang bersamanya. “Jadi merasa aman sekali. Setelah beberapa kali, akhirnya saya terbiasa dan bisa berfokus latihan,” ujar Ely, yang telah berlatih renang di Australia dua tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ely menjalani pola latihan seperti itu sekitar tiga setengah bulan. Langkah itu diambil sebagai pengganti program persiapan yang buyar akibat pandemi yang melanda Negeri Kanguru sejak Maret 2020. Perenang kelahiran 25 Januari 2005 ini berkeinginan tampil maksimal ketika kembali berkompetisi. Targetnya semula adalah mengikuti Australian National Age Championship pada April 2020 dan Pekan Olahraga Nasional Papua pada Oktober 2020. Namun kedua turnamen itu dibatalkan karena penyebaran virus SARS CoV-2 yang tak kunjung reda.
Tekad pantang menyerahnya berbuah manis. Siswa tingkat pertama di St. Peters Lutheran College, Brisbane—dikenal sebagai sekolah pencetak atlet renang nasional Australia yang tampil di Olimpiade—ini memecahkan tiga rekor nasional dalam kurun satu bulan. Satu rekor, nomor 50 meter gaya dada, ia ciptakan dalam Speedo Short Course Meet di Brisbane Aquatic Centre, Australia, 29 Agustus 2020. Dua rekor lain, 100 dan 200 meter gaya dada, dipecahkan Ely dalam McDonald’s QLD Short Course Championship, 26-27 September 2020.
Di nomor 100 meter itu, Ely merebut medali perak dengan catatan waktu 1 menit 10,56 detik sekaligus memecahkan rekor nasional 1 menit 10,57 detik milik Ressa Kania Dewi. Di nomor 200 meter, catatan waktu 2 menit 37,56 detik Ely mengalahkan rekor Felicia Tjandra yang telah dipegang selama 14 tahun. Di nomor 50 meter gaya dada, Ely mencatatkan waktu 33,12 detik, memecahkan rekor Margareta Kreptadani di Asian Indoor Martial Arts Games, Incheon, Korea Selatan 2013.
Menutup tahun 2020, Ely merebut dua medali perunggu dalam kejuaraan tingkat negara bagian Australia, McDonald’s Queensland Championship 2020, 12-18 Desember. Dia meraih dua medali tersebut di nomor 100 meter dan 200 meter gaya dada. Di nomor 100 meter, perenang berpostur 166 sentimeter ini menempati peringkat ketiga setelah membukukan waktu 1 menit 13,64 detik. Di nomor 200 meter, Ely, yang mulai berlatih renang pada usia tiga setengah tahun, membuat catatan waktu 2 menit 39,46 detik.
Kini Ely menatap kompetisi internasional sebagai fokus. Perenang terbaik kelompok umur II dalam 3rd Indonesia Open Aquatic Championship 2019 ini berharap masuk tim Merah Putih dalam SEA Games Vietnam 2021 dan Olimpiade Paris 2024. “Banyak yang perlu dibenahi. Selain mental dan fisik, faktor jam terbang dan pengalaman sangat penting,” ucap Ely, yang digadang-gadang menjadi ratu renang Indonesia baru.
Selain bertumpu pada Ely, pengurus Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) meletakkan asa melihat Merah Putih berkibar di gelanggang internasional di pundak Azzahra Permatahani. Perenang kelahiran 7 Januari 2002 itu diproyeksikan menembus Olimpiade Tokyo 2021. Setelah hanya meraih medali perak dalam SEA Games 2017 dan 2019, dia mulai menargetkan medali emas. “Itu target tertinggi untuk sekarang,” tutur Azzahra saat dihubungi, Selasa, 12 Januari lalu.
Azzahra Permatahani. Dokumentasi Pribadi
Sudah satu dekade Indonesia tidak mampu meraih medali emas SEA Games dari nomor perorangan putri. Terakhir, Yessy Venisia Yosaputra menjadi yang terbaik di nomor 200 meter gaya punggung dalam SEA Games 2011 di Palembang. Dalam pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara berikutnya, Indonesia paling banter merebut medali perak. Medali itu terakhir kali dipersembahkan oleh Azzahra dua tahun lalu di Filipina.
Selain menjuarai SEA Games, tiket Olimpiade Tokyo menjadi target pencapaian 2021 putri pasangan Hanif Rusjdi dan Nunik Mahawati itu. Tantangan terbesar jebolan klub Belibis Pekanbaru ini adalah mengembalikan fisik dan stamina setelah terhentinya pemusatan latihan nasional (pelatnas) akibat Covid-19. “Renang ini kalau dua hari tidak di air sudah beda sekali rasanya. Apalagi enam bulan latihan sendiri, berpengaruh banget,” ujarnya.
Sejak kembali mengikuti pelatnas pada Oktober 2020, Azzahra mulai rutin berlatih sembilan kali dalam sepekan. Durasi setiap latihan sekitar dua jam. “Aku latihan pagi dan sore,” katanya. Porsi latihan pun ditambah dengan latihan beban di gym dan latihan kekuatan otot lengan memakai cord—alat olahraga berupa tali karet—dua kali setiap pekan. “Kalau gym sekitar satu setengah jam, kalau cord 30 menit,” ucapnya.
Untuk bisa mewujudkan targetnya, penyuka film produksi Walt Disney ini berharap bisa berlatih di Amerika Serikat. Banyaknya atlet renang dari Negeri Abang Sam yang berlaga di Olimpiade, menurut Azzahra, bisa dijadikan kesempatan untuk menimba ilmu. “Amerika Serikat itu negara yang bagus untuk training camp,” tutur perenang kelahiran Jakarta, 7 Januari, 19 tahun lalu ini.
Pentingnya berlatih di luar negeri juga dikemukakan legenda renang Elsa Manora Nasution, 43 tahun. Elsa, yang tampil dalam Olimpiade Sydney 2000, menyebutkan PRSI pernah rutin mengirim atlet ke negara kiblat renang. Peraih medali perunggu SEA Games 2003 di Hanoi, Vietnam, itu, misalnya, berkesempatan berlatih di Amerika Serikat. “Saya generasi terakhir yang dikirim, tapi akhirnya dipulangkan karena krisis moneter 1998,” kata Elsa, Selasa, 12 Januari lalu.
Menurut Elsa, program pengiriman atlet ke negara yang menjadi jagoan renang dunia sempat dilanjutkan setelah kondisi ekonomi pulih. Waktu itu adik Elsa, Muhammad Akbar Nasution, menjadi bagian dari skema latihan di luar negeri tersebut. “Dikirim ke Australia karena waktu itu Australia lagi menyaingi superioritas Amerika Serikat,” ujarnya.
Banyaknya kompetisi renang di luar negeri, Elsa menambahkan, bisa menjadi kesempatan atlet mengasah kemampuan. Pada eranya, kompetisi renang resmi di Indonesia hanya berlangsung dua kali dalam setahun, sementara di Amerika jauh lebih banyak. “Atlet bisa mengikuti kompetisi minimal dua kali dalam sebulan,” tutur perenang berspesialisasi gaya punggung ini.
PRSI bukan tak berniat mengirim atlet renang putri berlatih di luar negeri. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Besar PRSI Wisnu Wardhana mengaku sudah merancang program pelatihan atlet muda potensial dalam jangka panjang. “Bukan sekadar (latihan) tiga atau enam bulan,” kata Wisnu, Selasa, 12 Januari lalu.
Atlet renang 1990-an ini menjelaskan, terdapat kesulitan untuk menjalankan program tersebut. Menurut dia, atlet yang dikirim harus pula memiliki kemampuan akademis bagus. PRSI berharap perenang yang difasilitasi tidak hanya berlatih renang, tapi juga sekaligus bersekolah. “Kalau mereka sekolah tapi tidak serius, cuma renang, kan, percuma,” ucapnya.
Wisnu mengatakan PRSI masih memantau atlet muda yang layak mengikuti program tersebut. Wisnu menyebutkan National Collegiate Athletic Association—organisasi olahraga tingkat mahasiswa terbesar di dunia—siap memberikan beasiswa sekolah dan latihan di Amerika Serikat bagi perenang Indonesia. “Kita sedang dalam proses pencarian bibit untuk itu,” ujar peraih medali emas SEA Games Singapura 1993 ini.
IRSYAN HASYIM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo