Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Karisma Evi Tiarani sejak kecil ingin menjadi pemain bulu tangkis. Namun dia mengubur mimpinya setelah mengenal atletik saat akan tampil dalam kejuaraan daerah pada 2014. Kini dia baru saja membuktikan kemampuannya dengan menjadi yang tercepat di nomor lari 100 meter di Asian Para Games 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Buat saya, atletik itu kayak cinta pertama dan pingin jadi yang terakhir juga. Kayaknya enggak mau pindah," ujar Evi saat ditemui di venue atletik di kompleks GBK, Senayan, Jakarta Pusat, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Evi berhasil membawa emas di cabang olahraga atletik nomor lari 100 meter kategori T42/T63 dalam lomba kemarin. Pelajar asal Boyolali, Jawa Tengah, itu menjadi yang pertama mencapai finis dengan catatan waktu 14,98 detik. Ia mengalahkan atlet asal Jepang, Kaeda Maegawa, yang meraih perak dengan catatan waktu 16,89 detik.
Ini adalah medali kedua Evi. Sebelumnya, ia berhasil meraih perunggu di cabang olahraga lompat jauh kategori T4244/6164 dengan lompatan sejauh 4,03 meter. "Setelah perunggu, sekarang akhirnya emas. Rasanya lega karena target minimal itu memang satu emas, tapi saya pribadi targetnya dua emas. Itu sekarang belum bisa," kata Evi, yang saat ini duduk di kelas XII SMA.
Gadis berperawakan mungil itu sudah mempersiapkan diri untuk unjuk gigi dalam perhelatan Asian Para Games 2018 sejak Januari lalu. Bahkan Evi juga sempat berlatih di Cina, meskipun hanya ekshibisi. Kunci kemenangannya kali ini, menurut dia, hanyalah fokus, latihan, dan menjaga kesehatan. "Selanjutnya, saya ingin mengejar Paralimpiade Tokyo 2020."
Kemenangan itu menjadi buah pengorbanannya selama ini dengan meninggalkan sekolah dan hanya masuk sekolah saat ujian. "Banyak pelajaran yang agak tertinggal," ujar Evi. Ia mengaku hanya memiliki waktu sedikit untuk belajar dan kurang bisa berfokus jika harus melakukan sesuatu dalam waktu yang bersamaan. "Harus fokus satu saja. Untungnya guru tetap memberikan semangat," kata Evi.
Saat ini Evi tengah menempuh pendidikan di kelas XII IPA di SMA Negeri 8 Surakarta. Gadis yang memfavoritkan mata pelajaran kimia itu memiliki citacita membahagiakan orang tuanya. Selama sembilan bulan menjalani pemusatan latihan nasional untuk persiapan Asian Para Games di Solo, dia bertemu dengan keluarga pada waktu libur saja.
Ayah Evi, Rianto, sudah tak bekerja lagi di pertambangan pasir karena faktor usia dan kesehatan. Sedangkan ibunya, Istiqomah, merupakan ibu rumah tangga. Ekonomi keluarga selama ini ditopang oleh kakak Evi, Gilang, yang bekerja di perusahaan tekstil.
Evi bersyukur karena, saat berlaga di arena lari, ibunya bisa hadir langsung menonton. Sebelum bertanding belum sempat bertemu. "Ibu datang sendiri ke Jakarta, baru ditemani pelatih saat ke stadion. Aku minta ibu datang, jadi tambah semangat," tutur gadis kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, 19 Januari 2001, itu.
Dengan kemenangan ini, Evi akan mendapatkan bonus besar. Ia berencana untuk umrah sekeluarga dan uangnya untuk dan melanjutkan sekolah. "Umrah mungkin tahun depan. Ini nazar saya karena ini Asian Para Games pertama dan kemarin juga ASEAN Para Games pertama. Pencapaiannya meningkat." KHORI | NUR HARYANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo