Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Saatnya Menantang Elena

Setelah satu dasawarsa, grand prix motor dunia kembali diwarnai pembalap perempuan. Mampu berprestasi atau sekadar penarik minat sponsor?

11 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melesat dengan kecepatan di atas 140 kilometer per jam, Elena Rosell hilang keseimbangan pada lap ke-18. Pembalap Spanyol itu jatuh berguling-guling bersama sepeda motor Suter-nya. Digotong petugas medis, wanita berusia 25 tahun itu meringis, menahan sakit bercampur kecewa. Enam putaran lagi dia menyelesaikan kualifikasi Grand Prix Moto2 di Sirkuit Assen, Belanda, Jumat tiga pekan lalu.

"Jalanan basah karena hujan. Saya juga belum terbiasa dengan motor yang lebih ringan. Dan yang utama, saya kurang mempersiapkan diri dengan baik," ujar Elena. Suter-nya berbobot 135 kilogram, lebih enteng sekitar 40 kilogram daripada Kawasaki yang biasa dia kendarai di Superbike kelas Stock Extreme di Spanyol. Faktor-faktor itu menunda sejarah baginya: menjadi pembalap wanita pertama di Moto2, kelas satu tingkat di bawah MotoGP.

Wanita terakhir yang melaju di road racing kelas menengah dunia—satu kelas tepat di bawah MotoGP— semacam ini adalah Katja Poensgen pada 2003. Tapi pembalap asal Jerman itu masih mengendarai motor 250 cc bermesin ­2-tak. Kategori Moto2 baru diperkenalkan pada 2010 untuk menggantikan kelas 250 cc. Moto2 bermesin 600 cc 4-tak.

Alasan boleh apa saja. Yang jelas, Elena gagal berlomba. "Timnya memasukkan nama Elena hanya untuk menarik perhatian publik dan sponsor," kata Sito Pons, mantan pembalap motor 250 cc asal Spanyol, yang dikutip harian As.

Principal Aspar Racing Team yang menaungi Elena, Jorge Martinez, berang dengan komentar itu. "Sito berkepribadian buruk, dari dulu sampai sekarang," kata Martinez. Pons dan Martinez punya sejarah persaingan panjang saat sama-sama menjadi pembalap. "Elena tak layak mendapat komentar semacam itu. Saya akan memberikan kesempatan lagi kepadanya."

Namun dokter tak mengizinkan tim Aspar menurunkan Elena pada balapan berikutnya di Sirkuit Mugello, Italia, Ahad pekan lalu. "Meski tak kami turunkan, Elena akan tetap bersama kami selama musim ini. Dia pasti akan turun pada sirkuit-sirkuit lainnya," kata Martinez. Setelah Mugello, kejuaraan dunia grand prix masih menyisakan 10 sirkuit.

Martinez adalah orang yang menunjuk Elena untuk menggantikan sang jagoan Julian Simon, yang mengalami patah tulang kaki akibat kecelakaan pada sirkuit sebelumnya. Sungguh tak sepadan. Pasalnya, Simon adalah mantan juara dunia musim 2009 untuk kelas 125 cc dan runner-up tahun lalu untuk Moto2. Sedangkan Elena terbiasa di Superbike, seorang debutan di road racing dunia. Dan dia seorang wanita. Inilah sumber kritik Pons.

Kecaman Pons bisa dimengerti bila menilik sejarah. Seri dunia grand prix motor tak mengenal pembedaan jenis kelamin. Dan faktanya, perempuan-perempuan yang melaju di jalur cepat "olahraga laki-laki" ini tak ada yang menorehkan prestasi mengesankan.

Gina Bovaird, pembalap asal Amerika Serikat, tercatat sebagai wanita pertama yang mengikuti grand prix dunia, yaitu saat berlomba di Nogaro, Prancis, 1982, pada kelas 500 cc. Setelah itu, ada Taru Rinne asal Finlandia. Dia ikut dua musim, 1988 dan 1989, pada kelas 125 cc serta menyandang predikat sebagai pembalap wanita pertama yang mampu mendulang poin di grand prix dunia. Total 25 dalam dua musim dia koleksi.

Kemudian terdapat nama-nama wanita lain: Tomoko Igata (Jepang, 125 cc, 1992-1995), Tognoli Daniela (Italia, 125 cc, 1993 dan 1994), Poensgen (Jerman, 250 cc, 2001 dan 2003), Marketa Janakova (Republik Cek, 125 cc, 2003 dan 2004), serta Nikoletta Kovacs (Hungaria, 125 cc, 2007). Igata mengumpulkan cuma 30 poin dalam tiga musim, sedangkan Poensgen mengoleksi 30 poin pada 2001 dan tak satu poin pun pada 2003. Nama yang tersisa sekadar pemanis surat kabar.

Bila berkaca dari kasus Danica Patrick, tudingan Pons ada benarnya. Danica berada di jalur berbeda. Dia pembalap roda empat ala Amerika, IndyCar dan NASCAR. Perempuan berusia 29 tahun ini tercatat sebagai pembalap wanita pertama yang memenangi nomor Indy saat kejuaraan Indy 300 dilangsungkan di Jepang pada 2008. Selebihnya, dia tak pernah menang lagi.

Danica mencoba jalur yang lebih berat, seri NASCAR, pada dua musim terakhir dengan status pembalap paruh waktu, tak semusim penuh. Dan lihatlah yang terjadi: rating televisi yang menyiarkan NASCAR kembali meroket dan US$ 50 juta (sekitar Rp 426 miliar) uang dari sponsor anyar mengalir ke penyelenggara.

Meski tak pernah juara, menurut survei, Danica menjadi satu dari tiga pembalap NASCAR yang namanya diingat oleh lebih dari 50 persen responden. Dua yang lain adalah Jeff Gordon dan Dale Earnhardt Jr, yang telah berulang kali menorehkan prestasi tertinggi di balapan bergengsi ala Amerika ini. Mulai musim depan, Danica berencana turun full time di NASCAR.

"Saya sudah terbiasa tak mendengarkan suara-suara yang ragu akan kemampuan saya," kata Elena soal tudingan Pons. "Itulah tantangannya. Halangan justru lebih banyak terjadi di luar sirkuit ketimbang di dalam. Mengapa orang-orang mereka tak menanyai para rival di Stock Extreme soal saya?"

Nama Elena mulai diperhitungkan di negaranya setelah menjuarai Ninja Cup pada Kejuaraan Nasional Spanyol di Albacete, Spanyol, 2008. Dari kering sponsor, dana mulai mengalir sebagai dampak dari prestasinya. "Ayah sering bilang, ‘Lihatlah, motor-motor itu penuh stiker (tanda sponsor), sedangkan motormu bersih (tanpa sponsor)’," ujar Elena, mengenang masa-masa sulitnya. Musim ini namanya masih bertengger di peringkat keempat klasemen sementara Stock Extreme.

Ayahnya, Enrique, seorang ahli mekanik dan kakaknya, Emiliano, mantan pembalap 125 cc. Dia terbiasa berada di paddock kakaknya sejak berusia delapan tahun, menemani sang ayah, yang menjadi tenaga mekanik bagi Emiliano. Sepertinya Elena terlahir memang untuk menjadi pembalap.

Tentu saja ada kesulitan tersendiri baginya sebagai seorang perempuan. "Tenaga perempuan tidak sebesar laki-laki. Saya melatih teknik untuk menutupi kekurangan itu," katanya. "Apakah menstruasi berpengaruh? Tentu saja. Saya harus memperhitungkan betul soal itu."

Waktunya habis di arena sirkuit. Tak mengherankan bila cintanya pun datang di sekitar deruan motor. Pacarnya, Javier Hidalgo, juga merupakan rivalnya di arena. Menurut dia, Hidalgo mendukung penuh kariernya di Moto2.

Waktulah yang akan membuktikan kemampuan Elena. "Balap motor memang dunia laki-laki. Lihatlah, berapa banyak toilet perempuan di sirkuit?" katanya. "Tapi gender cuma ada pada papan nama pembalap. Setelah kami memakai helm, semua terlihat sama, baik laki-laki maupun perempuan."

Andy Marhaendra (ESPN, MotoGP.com, AFP)


Para Perempuan di Jalur Cepat

Keberadaan pembalap perempuan di tingkat kejuaraan dunia, baik mobil maupun sepeda motor, sebenarnya bukan hal aneh. Inilah beberapa nama yang membuat sejarah.

Maria Teresa De Filippis
Wanita Italia ini tercatat sebagai wanita pembalap pertama yang berlomba di Formula 1. Dia ikut di lima sirkuit pada musim 1958, tapi tak mampu mengumpulkan poin. Setelah itu, terdapat empat perempuan lain yang mencoba arena jet darat ini: Lella Lombardi (pembalap asal Italia, pada musim 1974-1976), Divina Galica (Inggris, 1976 dan 1978), Desire Wilson (Afrika Selatan, 1980), serta Giovanna Amati (Italia, 1992).

Michele Mouton
sampai sekarang masih tercatat sebagai satu-satunya pembalap wanita yang memenangi salah satu putaran kejuaraan dunia reli mobil, yaitu ketika keluar sebagai juara di San Remo pada 1981. Pada 1984 dan 1984, perempuan Prancis ini memenangi lomba di Peak International Hillclimb, Amerika Serikat.

Jutta Kleinschmidt
satu-satunya perempuan yang mampu memenangi reli mobil Paris-Dakar, yaitu pada 2001.

Elena Myers
wanita pertama yang memenangi balap motor Amerika saat keluar sebagai pemenang di California pada 2010.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus