KEGAIRAHAN sekitar 4.000 penonton meluap dan sukar dikendalikan.
Polisi yang jumlahnya memang ke tak bisa lagi menertibkan
suasana, ketika sebagian besar penonton turun dari tribune dan
berkeliaran di tengah lapangan.
"Mereka yang tak berkepentingan supaya keluar dari lapangan.
Awas martil dan lembing!" seru seseorang lewat pengeras suara.
Tetapi penonton tidak mau beranjak. Ada yang berdiri persis di
pinggir lintasan dan membuat cemas pala pelari kalau-kalau
mereka tertabrak.
Banyak pula yang bergerombol di ujung hamparan pasir tempat
lompat jauh. Gerombolan ini kemudian buyar karena semburan pasir
yang muncrat dari kaki pelompat jauh.
Boleh dibilang belum pernah daya pikat acara atletik di Senayan
sebesar ini. Suasana menjadi tambah hangat ketika Presiden
Soeharto secara mendadak muncul di tribune Stadion Utama Senayan
29 September itu untuk turut menyaksikan atlet-atlet Jerman
Barat memamerkan ketangkasan mereka.
Sebanyak 31 atlet Jerman Barat yang baru selesai mengikuti
kejuaraan atletik se Eropa di Athena (awal September) dan
kejuaraan atletik 8 negara di Jepang pertengahan September,
dalam acara selama 3 jam sore hari itu muncul bersama
atlet-atlet terbaik Indonesia.
Pelari, pelompat dan pelempar Jerman Barat bukan saingan Yudhi
Karmani dan kawan-kawan. "Tujuan eksebisi ini supaya atlet kit
bisa melihat teknik-teknik yang benar," ujar Ketua Umum PASI,
Bob Hasan.
Buat tim Jerman sendiri perlombaan sore itu merupakan warming
down untuk kegiatan puncak mereka di Athena. "Di samping itu,
dan yang terpenting, kami mendapat kehormatan dengan kehadiran
Presiden Soeharto," kata Dr. Bodo Schmidt, pelatih tim Jerman.
Tidak semua atlet Jerman itu merupakan bintang Eropa. Banyak di
antaranya hanya menempati urutan kedua atau malahan lebih rendah
dari itu, sekalipun hanya untuk ukuran Jerman Barat. Hans Peter
Ferner yang secara mengejutkan menaklukkan Sebastian Coe dalam
nomor 800 m di Athena, tidak muncul. Begitu pula pemegang medali
emas 5.000 m. di Athena, Dr. Thomas Wessinghage.
Tetapi pecandu atletik di Jakarta merasa beruntung dengan
munculnya Urlike Meyfarth. Pemegang rekor dunia - wanita untuk
lompat tinggi (202 cm) inilah yang terutama membuat penonton
gregetan, melompati pagar tribune dan menyerbu lapangan. Padahal
tahun 1976 gadis Jerman itu pernah datang ke mari untuk
memberikan latihan.
"Saya terlalu tegang. Setelah Athena, saya betul-betul lelah.
Tak bisa anda bayangkan betapa gembiranya saya ketika itu.
Tetapi kejadian sesudahnya membuat saya betul-betul kecewa.
Pemburu tandatangan menyerbu ke mana saja saya pergi. Wartawan
bergerombol mengajukan pertanyaan yang bising. Saya betul-betul
perlu istirahat sekaran. Ini bukan permainan gila," ucap
Mevfarth seperti membela diri karna di Senayan dia hanya bisa
melompati 17 5 cm.
Seorang atlet memang tak bisa fit terus sepertl sebuah mesin.
Tetapi selisih 27 cm dari kemampuan puncaknya barangkali terlalu
jauh. Gadis berusia 26 tahun itu memang agak ogah-ogahan
melompat. Untuk melepaskan ketegangan sesekali dia melompat
dengan gaya straddle, cara melompat yang dianggap sudah kuno.
Dia tertawa ktika berhasil melewati mistar 150 cm dengan gaya
lama itu.
Sepatu yang dia pakai juga seadan n Ukuran pakunya 6 mm.
"Sepatu ini ruma cocok untuk lapangan tartan, bukan tanah
seperti ini," katanya seraya membuang senyum.
Dengan tinggi 188 cm dan bobot 70 kg, dia merupakan yang paling
jangkung dari seluruh atlet Jerman yang muncul sore itu. Tungkai
yang lebih panjang dari badan merupakan modal terbesar
Meyfarth. Dia melayang bagaikan belalang begitu melontarkan
kakinya yang pegas. "Tidak. Itu bukan semuanya. Prestasinya itu
lahir dari persaingan ketat di antara ribuan atlet yang terdapat
di Jerman. Begitu juga jerih payahnya berlatih hampir tiap hari.
Dua sampai tiga jam," kata Bodo Schmidt.
MULA pertama terjun ke atletik. Urlike Meyfarth tak tahu mau
jadi apa. Dia turut berlatih dalam semua cabang atletik. Dia
turut lari gawang, lompat jauh dan sprint. "Waktu itu melompat
dan berlari betul-betul menggembirakan. Tetapi setelah saya
menunjukkan prestasi dan bertanding tak henti-hentinya,
kegembiraan itu mulai hilang. Dan melompat sekarang ini saya
rasakan sebagai pekerjaan."
Menurut Bodo Schmidt, peloncat tinggi wanita sulit untuk
bertahan sampai 30 tahun. Kalau mereka sudah kawin, kemampuannya
akan segera merosot. Lompat tinggi memang agak lain dari
nomor-nomor lari. "Perkawinan membuat pinggul mereka membesar.
Ini menyulitkan seorang pelompat tinggi," katanya.
Meyfarth sendiri kelihatan tidak begitu bersemangat menjelaskan
rencananya di kemudian hari. "Saya akan berusaha untuk melampaui
prestasi saya yang sekarang. Tetapi berapa tahun lagi saya bisa
bertahan, saya tak tahu. Saya masih akan mengikuti kejuaraan
atletik sedunia tahun depan. Tetapi apakah saya akan ambil
bagian dalam Olimpiade Los Angeles tahun 1984, saya belum bisa
mengatakannya."
Mahasiswa pendidikan jasmani dari Frankfurt itu juga belum bisa
memastikan apa yang akan dikerjakannya nanti setelah berhenti
berlornba. "Barangkali saya mengajar, melatih atau mungkin hanya
ikut suami saja kalau sudah menikah nanti."
Tetapi apa pun yang bakal terjadi nanti, dia sudah mencapai
puncak yang dikejar semua atlet. Dia menjadi pemegang medali
emas Olimpiade paling muda, ketika dalam usia 16 tahun dia juara
dalam Olimpiade Munich 1972. Dan sekarang menjadi wanita yang
paling tinggi melompat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini