Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atlet bola voli dari tim Jakarta BNI 46, David McKenzie, menyorongkan telepon selulernya saat bertemu dengan Tempo di sebuah restoran di kawasan Karet Tengsin, Jakarta, tiga pekan lalu. Di layar telepon itu terlihat pemain asal Amerika Serikat ini sedang berjoget bersama beberapa pemain lain.
"Sebenarnya saya malu. Tapi, karena semua orang berjoget, jadi saya juga harus melakukannya," kata McKenzie sambil mengunyah sepotong daging bebek bakar. "Acara seperti ini bagus untuk membangun ikatan batin antarpemain. Sangat menyenangkan."
McKenzie datang ke Jakarta pada Desember tahun lalu. Jakarta BNI 46 memanggilnya untuk memperkuat tim mereka di Proliga musim ini-dimulai Januari lalu-dengan nilai kontrak US$ 40 ribu atau setara dengan Rp 426 juta per musim. Artinya ia mendapat bayaran Rp 142 juta per bulan-karena kompetisi hanya berlangsung tiga bulan.
Gaji yang besar? Tidak juga. Sebab, di dunia voli, McKenzie cukup punya nama. Ia, misalnya, memperkuat tim nasional Amerika Serikat di Olimpiade 2012. Tugasnya mematikan tim lawan dengan smes-smes keras yang menukik.
Atlet berpostur 193 sentimeter ini melakukan tugasnya dengan baik. Ia membawa tim Amerika memimpin Grup B setelah mengalahkan Tunisia dengan skor 3-0. Saat itu, McKenzie memimpin perolehan poin dengan 17 angka.
Karier pemain kelahiran 5 Juli 1979 ini juga lumayan panjang. Ia pernah bermain di sembilan negara, antara lain Kuwait, Yunani, dan Rusia. Namun tak ada yang membuatnya betah. "Di Kuwait, orang-orang tidak terlalu ramah kepada orang Barat," ujarnya.
Di Rusia, McKenzie merasa kesepian karena tak banyak pemain asing bermain di sana. Pengalaman paling pahit ia alami di Yunani. Sebab, bayaran yang diterimanya di sana tak sesuai dengan kontrak. Merasa ditipu, ia pun hengkang. "Setiap pemain di sana memiliki masalah dengan uang," katanya.
McKenzie melirik kompetisi Proliga di Indonesia setelah mendapat tawaran dari temannya sesama atlet voli, Curt Toppel. Toppel adalah mantan pemain Jakarta BNI 46. "Di Indonesia, mereka akan memperhatikan Anda," ucap McKenzie, menirukan saran Toppel.
Lewat Toppel, McKenzie kemudian mengontak manajemen tim Jakarta BNI 46. Gayung pun bersambut. Desember tahun lalu, pemain murah senyum ini meneken kontrak. Bayarannya, kata McKenzie, "Terendah selama karier saya."
McKenzie mencontohkan, di Kuwait, ia dibayar US$ 120 ribu per musim atau tiga kali lipat lebih besar daripada yang diterimanya saat ini. Tapi dorongan Toppel membuatnya mendarat di Jakarta. Dan ia tak menyesalinya.
Sebab, manajemen tim Jakarta BNI 46 benar-benar menjamunya. McKenzie, misalnya, mendapat mobil antar-jemput, apartemen, bonus, dan-ini yang terpenting menurut McKenzie-keramahan.
"Kami memang memperlakukannya seperti keluarga," ujar Manajer Jakarta BNI 46 Endang Hidayatullah. "Karena itu, kami sering mengajaknya makan dan karaoke. Ia juga sering kami antar belanja."
Selain mendatangkan McKenzie, Jakarta BNI 46 mendatangkan pemain asing lain bernama Maximo Montoya. Montoya adalah peraih gelar The Most Valuable Player di liga Venezuela tahun lalu.
"Saya menikmati bermain di sini karena teman-teman sangat perhatian dan suka bercanda," kata Montoya, yang tak fasih berbahasa Inggris. "Selain itu, makanan di sini enak-enak."
Perlakuan hangat inilah yang kemudian menjadi magnet bagi para pemain asing datang ke Indonesia. Musim ini, misalnya, total ada 26 pemain asing yang bermain di 13 klub. Jumlah ini bisa bertambah jika tak ada aturan yang melarang klub mengontrak lebih dari dua pemain asing.
Para pemain asing itu juga datang dari Asia. Mereka di antaranya Malika Kanthong dan Tapaphaipun Chaisri. Keduanya pemain tim nasional putri Thailand. Kini mereka memperkuat tim putri Pertamina Energi.
"Mereka tulang punggung tim nasional negaranya," ucap agen pemain voli, Hardimen Koto. Malika dan Tapaphaipun membawa Thailand menjadi juara Asia 2013. Mereka juga membawa timnas putri Thailand menjuarai SEA Games 2011 dan 2013.
Kehadiran keduanya pun membawa berkah bagi tim putri Pertamina Energi. Sepanjang putaran I dan II, Pertamina tak terkalahkan. Satu-satunya kekalahan mereka baru terjadi di babak final four pekan lalu. Saat itu, Pertamina Energi ditekuk tim asal Papua, Manokwari Valeria.
Selain mendatangkan duo Thailand, Hardimen mendatangkan Ryan Jay Owens dari Amerika Serikat dan Justin Duff dari Kanada. Keduanya, seperti Malika dan Tapaphaipun, pemain pilar di tim nasional masing-masing.
Owens membela tim nasional Amerika di Copa Pan America-kejuaraan antarnegara di wilayah Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Karibia-tahun lalu. Sedangkan Duff membela Kanada di Liga Dunia Voli Federasi Bola Voli Internasional 2013.
Keramahan para pemain dan manajemen tim-tim Proliga yang sudah tersohor menjadi modal besar bagi Hardimen untuk mendatangkan keduanya. "Pokoknya di sini full service," kata Hardimen.
"Di sini lebih menyenangkan karena saya bisa menikmati matahari. Saya bisa menghitamkan kulit," ujar Duff mengiyakan. Sebelumnya, ia membela klub voli Rusia, Belogorie Belgorod. Meski gajinya tak sebesar di Rusia, kata Duff, pembayarannya tak pernah tersendat.
Direktur Proliga Hanny Surkatty mengatakan, sejak liga profesional ini bergulir pada 2001, memang tak pernah ada gaji pemain asing yang tertunggak. Ini karena tim-tim Proliga mendapat sokongan dari perusahaan-perusahaan besar.
Selain itu, Hanny melanjutkan, setiap awal musim, tim-tim diwajibkan menyetor Rp 1 miliar sebagai deposit. "Deposit ini akan digunakan jika ada tim yang tidak bisa membayar gaji pemain," ujar Hanny.
Gaji lancar, sambutan hangat, dan layanan full service itulah yang menjadi pemikat para pemain asing. Selain itu, masih ada bonus berupa liburan ke Bali. Biasanya bonus piknik ke Pulau Dewata itu terselip di kontrak.
"Dalam proses negosiasi kontrak biasanya mereka selalu menanyakan apakah ada paket liburan ke Bali," tutur Hardimen. "Paket itu biasanya diberikan sebagai bonus jika tim yang mereka bela menang."
Sayangnya, bonus piknik ke Bali itu tak didapat David McKenzie dan Maximo Montoya. Sebab, keduanya gagal membawa Jakarta BNI 46 masuk putaran final Proliga. Tim itu hanya finis di dasar klasemen dengan hanya mengantongi dua kemenangan.
Meski begitu, tak berarti keduanya tak punya peran di tim. Manajer Endang Hidayatullah mengatakan kehadiran mereka sangat vital. Para pemain lokal, kata Endang, bisa meniru teknik smes McKenzie dan Montoya. "Mereka juga mendongkrak mental para pemain."
Bebek peking di meja masih tersisa separuh ketika waktu menunjukkan pukul 21.30. McKenzie dan Montoya sudah bersiap meninggalkan restoran. Sebelum keduanya pergi, Montoya memanggil pelayan. Ia meminta sisa daging bebek itu dibungkus. "Soalnya lezat," ujarnya, tersenyum.
Dwi Riyanto Agustiar, Gadi Makitan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo