Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tak peduli rugi

Walau pada putaran i tak satupun klub galatama yang untung, tapi mereka tetap mengikuti kompetisi putaran berikutnya. hampir seluruh klub kehidupannya di tunjang oleh perusahaan induk. (or)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pembina klub Galatama, menurut kalangan mereka sendiri, dianggap orang gila. Meskipun dari serangkaian pertandingan kompetisi Galatama putaran I yang berakhir November ini tidak satupun menyatakan untung, mereka bertekad mengikuti putaran berikutnya. Hampir seluruh 14 klub yang turut ditunjang kehidupannya oleh perusahaan induk. Pardedetex, misalnya, didukung oleh Pardede Holding Company, yang punya beberapa suku usaha seperti pabrik tekstil, rumah sakit dan pabrik udang. Sejak dirintis klub ini, yang menggaji pemain RR 1 50.000-Rp 200.000 sebulan berikut makan dan fasilitas lain, boss TD Pardede sudah merogoh hampir Rp 100 juta. Sementara uang hasil pertandingan sering seret. "Mau mundur rasanya malu," ungkap Pardede. Juga Perkesa 78 masih harus ditunjang PT Nitrade untuk kelangsungan hidupnya. Selama 7 bulan klub itu didirikan, kata pemimpinnya Acub Zainal, sudah Rp 60 juta dikeluarkan. dengan pemasukan yang tipis. Mau dibubarkan? "Nanti akan kami lakukan evaluasi pada putaran kedua mengenai untung ruginya," kata Acub. "Pokoknya sampai 2 tahun mendatang, klub Galatama tidak akan bisa memperoleh keuntungan," tambah Beniardi dari Tunas Inti. "Kalau toh untung, pasti uangnya akan ditanamkan kembali untuk bikin lapangan atau cari pemain baru." Masih sedikit klub Galatama itu yang memiliki lapangan sendiri untuk berlatih Antara lain Jayakarta di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta. Sebagian besar berlatih menumpang pada beberapa pemilik lapahgan atau bergantian. Indonesia Muda tampaknya dalam waktu dekat akan mempunyai lapangan baru di Ragunan juga. Bagaimana Arseto? Ia juga belum memiliki lapangan. Tapi Arseto, dengan Dirktur Utama Sigit Haryoyudanto (putra Presiden Soeharto), mengaku kehidupannya tanpa ditunjang perusahaan induk. "Modalnya kami dapat dengan patungan. Kami berdiri sendiri," kata Direktur Umum PT Arseto, Bambang Laksono Poesoro. Sejak kompetisi dimulai, Arseto sudah mengeluarkan Rp 80 juta. Mereka optimis akan memperoleh keuntungan. "Apapun dan berapapun yang sudah ditanam, kami merasa sudah berhasil meningkatkan prestasi pemain," kata Bambang. Tapi ada juga yang kelangsungan hidupnya ditunjang uang donatur dan pengurus Indonesia Muda, misalnya, yang didirikan Februari 1978 berasas koperasi. Selama 6 bulan pertama kepengurusan sudah menghabiskan Rp 43 juta, sementara pengeluaran tiap bulan berikutnya Rp 6 juta. Pemasukan dari pertandingan hanya Rp 26 juta, berarti masih rugi. "Karena itu boleh dibilang para pengurus klub Galatama ini adalah orang gila semua," kata Dimas Wahab, Wakil Ketua Indonesia Muda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus