Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIALAH roh tim Argentina dan bintang Piala Dunia Junior. Selama kejuaraan yang berlangsung di Belanda itu, Lionel Messi, 18 tahun, selalu memberi peluang dan gol bagi timnya. Jangan heran jika di akhir kompetisi, Sabtu dua pekan lalu, ia meraih Sepatu Emas dan trofi Bola Emas. Messi menjadi pencetak gol terbanyak sekaligus pemain terbaik.
Kebahagiaan yang dirasakan Messi terasa lengkap karena timnya menyabet gelar juara pada kompetisi sepak bola usia di bawah 20 tahun itu. Di babak final yang berlangsung di Galgenwaard Stadium, Utrecht, Argentina berhasil mempecundangi Nigeria 2-1. Dua gol kemenangan tim Tango diborong Messi dari titik penalti. "Saya menjadi lebih bahagia lagi karena tim kami juga sukses menjadi juara," katanya.
Dia juga amat bangga karena bisa merasakan kejayaan yang pernah diraih para bintang Argentina seperti Diego Maradona dan Javier Saviola. Diego Maradona, legenda hidup Argentina, pernah merasakan gelar juara serupa pada 1979; Javier Saviola mengecapnya pada 2001. Saat itu, keduanya juga meraih penghargaan sebagai pemain terbaik.
Kini Argentina menjadi negara pertama yang bisa menjuarai Piala Dunia Junior sebanyak lima kali. Brasil, yang juara pada 2003 tapi kali ini harus puas di posisi ketiga, hingga kini baru mengumpulkan empat gelar. Di posisi berikutnya adalah Portugal, yang mengoleksi dua gelar. Tidak mengherankan bila pelatih Argentina, Francisco Ferraro, sungguh gembira saat menerima piala. "Ini prestasi dan kejayaan yang sangat patut dibanggakan," katanya.
Perjalanan tim Tango menuju juara sungguh sempurna. Mereka mengalahkan Brasil 2-1 di semifinal. Di babak sebelumnya, mereka juga mengandaskan Spanyol 3-1. Saat itu Messi menyumbang satu gol indah. Seusai pertandingan perempat final itu, pelatih Spanyol, Inaki Saez, pun memujinya. "Dia selalu berhasil melakukan aksi yang pemain lain mungkin tak pernah memikirkan kemungkinannya," katanya. Saez mungkin sedikit iri dan menyesal. Setahun sebelumnya dia sempat meminang Messi, tapi ditolak.
Messi yang dilahirkan di Rosario, Argentina, sejak usia 13 tahun sudah mengikuti orang tuanya hijrah ke Spanyol. Remaja yang sempat dipupuk klub Argentina Newells Old Boys ini melanjutkan kiprahnya di tim muda Barcelona. Pada usia 17 tahun dia sudah masuk tim utama dan menjadi pencetak gol termuda klub ini di ajang La Liga. Karena lima tahun dibesarkan di Barcelona, Spanyol pun menawarinya untuk masuk tim junior negara ini. Dia menolak. Alasannya, "Saya adalah seorang Argentina, dari Rosario, dan masih tetap seorang leper (suporter setia Newells Old Boys)."
Keteguhan itu berbuah manis. Dia menjadi harapan baru Argentina, bahkan disebut-sebut akan jadi penerus Maradona. Sang legenda sendiri juga memujinya. "Argentina muda akan seperti anak yatim tanpa Messi. Sudah sangat lama sejak tim kita bergantung pada satu orang seperti tim itu bergantung pada Messi. Dia seorang jenius," kata Maradona.
Kemenangan Argentina di ajang Piala Dunia Junior menjadi pelipur lara bagi tim senior yang seminggu sebelumnya tersingkir oleh Brasil di final Piala Konfederasi yang berlangsung di Jerman. Di level senior, Argentina memang tak secemerlang tim juniornya. Pada Piala Dunia, misalnya, mereka baru mengecap dua gelar, masih kalah jauh dibanding Brasil yang sudah mengoleksi lima gelar dan Italia serta Jerman yang sama-sama mengumpulkan tiga gelar.
Mengapa tim muda Argentina lebih mencorong? Leg drain mungkin jawabannya. Istilah ini merupakan pelesetan dari konsep brain drain alias mengalirnya tenaga ahli dari satu negara ke negara lain. Dalam leg drain, yang menghambur ke negara lain adalah para pemain sepak bola. Inilah yang terjadi di Argentina. Bintang-bintang asal negara ini, seperti Maradona, Gabriel Batistuta, Juan Roman Riquelme, Hernan Crespo, Javier Saviola, semuanya pernah berlaga di Eropa.
Itu sebabnya, tim nasional Argentina selalu disesaki pemain top yang merumput di negeri orang. Skuad negara ini di ajang Piala Konfederasi yang baru berakhir, misalnya, dari 22 pemain, tak satu pun berasal dari tim lokal. Umumnya mereka telah membela klub-klub di Eropa. Hanya dua pemain dari tim non-Eropa, yakni Cesar Delgado yang merumput di klub Cruz Azul, Meksiko, dan Carlos Tevez di klub Corinthians Brasil.
Sebenarnya, leg drain bukan hanya monopoli Argentina. Brasil dan negara Amerika Selatan lainnya, juga Afrika, mengalaminya. Sejak muda, para pemain dari negara-negara tersebut telah berkiprah di klub-klub di Eropa. Inilah yang mungkin menyebabkan prestasi sepak bola negara-negara Eropa merosot. Di ajang Piala Dunia Junior yang lalu, tak satu pun negara Eropa yang masuk semifinal. Keempatnya dari Amerika Selatan dan Afrika, yakni Argentina, Brasil, Nigeria, dan Maroko.
Di Argentina, kasus leg drain menjadi lebih ekstrem lantaran bekapan resesi ekonomi sepanjang akhir 1990 hingga 2002. Klub-klub di negeri ini jorjoran menjual pemain berbakatnya ke Eropa untuk menutup utang. Setelah cemerlang di Piala Dunia U-20 2001, Javier Saviola langsung dijual River Plate ke Barcelona. Saat itu dia berusia 19 tahun dan laku 16 juta pound sterling (sekitar Rp 256 miliar). Lumayan, duit tersebut bisa dipakai untuk mengurangi utang River Plate yang saat itu mencapai US$ 40 juta (Rp 384 miliar).
Belakangan, bukan hanya Eropa yang jadi sasaran. Brasil yang dikenal kaya dengan bakat alami juga jadi tujuan. Remaja berbakat asal negara ini, Carlos Tevez, 19 tahun, kini merumput di klub Corinthians Brasil setelah dijual Boca pada awal tahun ini.
Mengalirnya bintang-bintang top ke luar negeri menguntungkan pemain muda dalam negeri. Mereka lebih leluasa mendapat kesempatan berlaga di tim inti klub-klub terbaik negeri itu, bahkan sejak mereka berusia 16-17 tahun. Mereka pun lebih cepat matang dan terasah pengalaman. Padahal, di Eropa, rekan-rekan seusia mereka pada saat yang sama masih berkutat di tim junior atau di bangku cadangan tim Liga Utama.
Buktinya bisa dilihat pada jajaran punggawa tim Argentina Junior yang baru berjaya di Belanda. Selain Messi yang berlaga di Barcelona, sisanya adalah tulang punggung klub-klub lokal yang berlaga di Divisi Utama. Kapten tim, Pablo Zabaleta, 19 tahun, misalnya, adalah gelandang andalan San Lorenzo. Striker Neri Cardozo tumpuan lini depan Boca Juniors, Juan Manuel Torres gelandang tim Racing, Gustavo Oberman penyerang Argentinos Junior, Oscar Ustari andalan gawang Independiente.
Setelah meraih sukses di Piala Dunia Junior, mereka boleh berharap segera dilirik klub Eropa. Zabaleta bahkan tak perlu menunggu lama. Kini dia diincar beberapa klub, termasuk PSG dari Paris. Yang lainnya mungkin akan segera menyusul. Menurut Maradona, langkah mereka ini masih panjang. Untuk masuk tim nasional Argentina senior, misalnya, mungkin masih butuh waktu lama. "Mereka harus membuktikan diri dulu bersama tim-tim besar Eropa," katanya.
Kelak, bila pembuktian sudah dilakukan dan berhasil masuk tim nasional senior, Messi dan kawan-kawan mungkin akan menemui kejuaraan yang lebih sulit di Piala Dunia senior. Kejayaan saat itu akan lebih susah diraih karena mereka harus bersaing melawan pemain lain yang bakatnya juga sudah tergali maksimal oleh pengalaman.
Terlalu jauh Messi membayangkan semua itu. Yang pasti, timnya kini telah menjadi juara Piala Dunia Junior. Dan kebahagiaannya ketika berhasil menjebloskan dua gol pada partai final tak akan pernah terlupakan. "Itu merupakan saat terindah dalam hidup saya," katanya.
Nurdin Saleh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo