Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TARGET itu pupuslah sudah. Baik di lapangan maupun di meja rapat. Target menggondol tujuh emas di Asian Games Beijing yang dicanangkan KONI agaknya semakin mustahil -- hanya mukjizatlah yang bisa menyelamatkannya. Sialnya, target untuk menjadi tuan rumah AG 1998 juga kandas. Bangkok ternyata lebih banyak peminatnya dibandingkan Jakarta. Dalam sidang umum Komite Olimpiade Asia (OCA) di Hotel Beijing, Kamis pekan lalu, Indonesia hanya memperoleh tujuh suara, sementara Muangthai mendapatkan 20 suara. Taiwan malah mendapat tiga angka lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Hasil pemungutan suara itu langsung membuat delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Umum KONI, Surono, bersama Ketua Bidang Luar Negeri, Bob Hasan, dan Sekjen KONI, M. Sarengat, tertunduk lesu. Sebelum sidang dimulai, Indonesia sangat optimistis akan terpilih. Lobi sudah dilakukan dengan baik. "Sebenarnya, lewat Pak Bob, separuh dari anggota OCA sudah di pihak Indonesia." ucap M. Sarengat. Apalagi, kampanye dan pendekatan Indonesia sudah dilakukan sejak sidang OC~A akhir tahun lalu di Bali. Ternyata, semua itu t~ak ada gunanya setelah sidang berjalan. Dari 37 anggota OCA yang hadir, Indonesia hanya memperoleh dukungan dari Cina, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Lantas di mana letak kesialan itu? Konon, hilangnya pendukung Indonesia kare~na kita tidak mendukung keinginan beberapa negara Teluk yang mencalonkan Sheik Ahmed al-Fahad Al-Sabah -- anak almarhum Sheik Fahad Al-Ahmad AlSabah yang ~berusia 25 tahun, sebagai ketua OCA yang baru menggantikan ayahnya. Dalam sidang untuk memilih Ketua OCA -- berlangsung sebelum penentuan tuan rumah AG 1~998 -- ada dua usul. Pertama, pemilihan ditunda selama enam bulan untuk mengadakan berbagai pendekatan atas usul Pakistan. Kedua, pemilihan diteruskan dengan empat calon ketua: Bob Hasan (Indonesia), Roy de Silva (Sri Lanka)~ ~He Zhen Liang (Cina), dan Ahmed Al-Sabah (Kuwait). Kedua usul itu dipecahkan dengan pemungulan suara. Hasilnya, 24 negara menyetujui untuk menunda pemilihan, 11 negara meminta pemilihan tetap dilangsungkan, dua negara abstain. Nah, Indonesia termasuk ~yang meminta pemilihan Ketua OCA ~tetap dilangsungkan dengan target Bob Hasan terpilih. Menurut Santiparb Techavanija, Wakil Sekjen Komite Olimpiade Muangthai, kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah AG 1998 juga karena kurang ~~~~siapnya ketika melakukan presentasi. Waktu yang dihabiskan wakil Indonesia untuk itu adalah 25 menit, tetapi penyampaian presentasi hanya lewat makalah. Muangthai yang tampil setelah itu hanya membutuhkan waktu 12 menit, namun lima menit di antaranya diisi dengan presentasi lewat video. Dalam makalah tujuh menit itu dijelaskan dukungan pemerintah Muangthai bahwa menjadi tuan rumah AG 1998 sudah ditetapkan pemerintah sejak tahun 1988 dan dimasukkan dalam perencanaan ekonomi nasional. Presentasi terakhir dari Taiwan juga dengan video selama 20 menit. Dengan terpilihnya Muangthai, itu berarti untuk keempat kalinya pesta olahraga Asia diselenggarakan di Bangkok. Sebelumnya, mereka menjadi tuan rumah pada tahun 1966, 1970, dan 1978. "Ini merupakan kebijaksanaan dari pemerintah kami yang ingin menjadikan Asian Games 1998 sebagai batu loncatan untuk menyelenggarakan Olimpiade tahun 2004 atau 2008," kata Santiparb Techavanija. Indonesia baru sekali menjadi tuan rumah AG, yakni pada tahun 1962. Dan kegagalan kali ini tentunya menjadi cambuk untuk persiapan pemihhan tuan rumah AG 2002. "Kita tidak akan mundur melakukan persiapan. Ini bukan hanya tugas KONI, tapi juga tanggung jawab pemerintah dan masyarakat," kata Sarengat. Rudy Novrianto dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo