Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deru mesin dari puluhan pesawat tempur lawas Supermarine Spitfires milik Angkatan Udara Kerajaan Inggris menggema di langit Kota London, Inggris Selasa lalu. Aksi pesawat era Perang Dunia II itu merupakan bagian dari rangkaian pesta 100 tahun Angkatan Udara Negeri Ratu Elizabeth.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uniknya, puluhan Spifires itu terbang membentuk sebuah kalimat "IT'S COMING HOME". Artinya, sudah saatnya sepak bola kembali ke rumah. Ya, Angkatan Udara Inggris ikut memberikan semangat bagi skuad Tiga Singa, yang punya mimpi besar menembus partai final Piala Dunia 2018 dan membawa pulang trofi emas kepada Inggris-yang mereka klaim sebagai negara penemu permainan sepak bola.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sayangnya, nasib berkata lain. Keesokan harinya, Inggris takluk kepada Kroasia di laga semifinal dengan skor tipis 1-2. Seketika jargon IT'S COMING HOME jadi senjata makan tuan. Tak sedikit fan Inggris yang nyinyir mengartikan bukan trofi Piala Dunia yang pulang ke Inggris, melainkan Harry Kane dan kawan-kawan.
Kekalahan itu memang sangat menyakitkan bagi skuad asuhan Gareth Southgate. Sebab, secara kualitas dan taktik, sepertinya tak ada yang salah dari permainan Dele Alli dan kawan-kawan, kemarin. Mereka bahkan tampil lebih galak di babak pertama hingga unggul 1-0.
Namun sepertinya mental Kroasia di laga itu memang ada di atas Inggris. Ketatnya barisan bek dan tangguhnya Jordan Pickford tak membuat nyali Luka Modric cs ciut. Di babak kedua, tim berjulukan Vatreni ini makin berani menekan. Gol penyeimbang Ivan Perisic makin membuat Kroasia beringas hingga babak tambahan waktu.
Selama 30 menit itu, Inggris tak kendur menggempur pertahanan Kroasia. Namun sepertinya kaki Mario Mandzukic memang lebih mujur ketimbang Kane dan kawan-kawan. Inggris harus puas berebut tempat ketiga melawan Belgia, yang sehari sebelumnya kalah oleh Prancis.
Meski timnya keok, pelatih Gareth Southgate mengaku sangat bangga akan penampilan anak-anak didiknya. Lolos sampai babak semifinal merupakan pencapaian luar biasa dan tak pernah ia bayangkan.
Pelatih 47 tahun itu ingin mengajak skuadnya melihat kekalahan ini dari sudut pandang yang berbeda. Meski kalah, nyatanya skuad Inggris saat ini mengalami perkembangan kualitas yang pesat.
"Kami mencapai standar baru. Boleh saja skuad kami didominasi pemain muda, tapi mereka sudah matang. Turnamen internasional ini semakin bikin mereka matang. Ini hanya rintangan sebelum kami jadi juara," kata mantan pelatih Middlesbrough itu.
Tugas Southgate sekarang adalah mengembalikan mental dan kebugaran pemain-pemainnya untuk melakoni laga terakhir melawan Belgia. Hal itu menjadi dilema bagi Southgate karena ia cuma punya waktu dua hari ditambah catatan buruk pertemuan sebelumnya melawan Belgia yang berakhir kekalahan 0-1 untuk Inggris.
"Mengembalikan mental mereka dalam hitungan jam itu sangat sulit. Tapi tak apa, justru di situlah tantangannya. Kami harus bermain dengan kebanggaan besar ketika memakai seragam Inggris. Kami ingin menang," tuturnya.
Sementara itu, kapten Inggris, Harry Kane, mengaku kegagalan meraih partai final teramat menyakitkan. Terlebih Inggris punya sejumlah kesempatan untuk mencetak gol ke gawang Danijel Subasic.
"Sungguh laga yang bikin kami frustrasi. Tapi mau bagaimana lagi, kami sudah kalah. Namun setidaknya kami kalah dengan kepala tegak," ujar pemain 24 tahun itu. INDEPENDENT | BBC | INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo