Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tiga Belas Tahun Dan Surut

Klub liga utama jayakarta mengundurkan diri dari liga utama. Mutunya makin merosot. Tujuan untuk mencari bibit dan pembinaan persepakbolaan tak tercapai lagi. (or)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA asrama pemain bola di Gelanggang Olah Raga Ragunan nampak lengang. Beberapa penghuninya bergerombol di depan pintu asrama. Tak ada lagi gelak-tawa seperti hari-hari sebelumnya. Suasana benar-benar terasa suram, bagaikan sebuah kesebelasan yang kebobolan seribu gol tanpa balas. Lapangan yang terletak di sebelah asrama itu juga tampak berduka. Rumput bagaikan mau menangis. Karena tak ada lagi puluhan pasang kaki yang dia kenal selama ini, bermain di situ. Lapangan ini pernah melahirkan pemain besar seperti Anjas Asmara, Sofyan Hadi, Sutan Harhara, dan Andi Lala. "Dua malam asrama ini seperti kuburan, nggak ada televisi. Kami semua menonton di kelurahan," cerita Basyirudin. Ia adalah pemain dari klub Liga Utama, Jayakarta, yang mengundurkan diri dari Liga Utama 9 Juni yang lalu. Pengunduran diri itu diambil pimpinan Yayasan Jaya Raya, Ciputra, dalam acara yang diliputi suasana yang terasa pedih. Karena ternyata usia 13 tahun, yang boleh dikatakan usia mendekati dewasa, bagi klub Jayakarta justru menjadi masa surut. Orang masih mengenang bagaimana klub ini bangun dan berpangkalan di sebuah bangunan, bekas Hotel Tjeng Eu, di daerah Senen. Tempat di mana PT Pembangunan Jaya mula-mula bangkit. Anak-anak bola Jayakarta menjemur dan latihan di bagian terbuka yang terletak di lantai paling atas dari bangunan tua itu. Dari situ, setahun kmudian Jayakarta pindah ke Ragunan. Dan dalam perjalanannya satu dasawarsa itu dia mencetak prestasi menjuarai beberapa kali kompetisi Divisi Persija, sehingga merebut piala Persija setelah tiga kali berturut-turut memenangkan kompetisi itu. Kemudian muncul dua kali sebagai runner-up kompetisi Liga Utama. Pasang surut klub ini mulai terlihat awal tahun 1982, ketika tim manajer F.H. Hutasoit dan kapten kesebelasan merangkap pelatih Iswadi Idris dan beberapa pemain ramai-ramai meninggalkannya. Dalam putaran kompetisi berikutnya dia benar-benar jatuh. Berada di papan bawah. Dan dalam putaran terakhir kompetisi malahan tersingkir dari Divisi I. Menurut Ciputra, pengunduran diri dari Liga Utama ini karena tujuan utama Jayakarta yang semula untuk pembibitan dan pembinaan persepakbolaan, sudah tak tercapai lagi. "Ini terutama setelah kita masuk dalam kompetisi Liga. Pikiran kita hanya terpusat bagaimana untuk menang. Sementara tujuan utama untuk pembibitan menjadi terbengkalai," urai Ciputra, orang yang sejak awal mengikuti perkembangan klub tersebut. Dialah yang dengan suara agak parau menantang anak-anak bola itu 13 tahun yang lalu dengan kata-kata: "Biaya dan fasilitas telah diberikan, alasan apa lagi untuk gagal?" Pengunduran diri Jayakarta dari Liga, menurut Ciputra, ada segi mendidiknya. "Dengan pengunduran diri ini, secara moral pemain turut bertanggung jawab. Karena begitu mereka tak berprestasi lagi maka mereka harus menanggung risiko untuk kembali ke amatir. Sekarang pemain harus bekerja untuk menghidupi dirinya," katanya. Jayakarta sendiri belum menghilang dari persepakbolaan. Klub amatirnya yang sekarang memang tetap tumbuh, kelihatannya akan mendapat perhatian yang lebih besar. Sebanyak 6 pemain dari klub Jayakarta Galatama sudah menyatakan memilih masuk ke klub amatir itu. Sementara 18 pemain yang lain belum memutuskan pindah ke klub Liga yang lain atau pulang ke kampung asal mereka. Klub amatir dari Jayakarta nampaknya akan maju. Kalau materi dijadikan ukuran. Paling tidak fasilitas yang selama ini dinikmati klub Jayakarta Galatama, bisa berpindah tangan, sekalipun tidak seluruhnya. Dana Rp 190 juta per tahun untuk Jayakarta Galatama dari Yayasan Jaya Raya sedikit banyak bisa bergeser ke klub Jayakarta amatir yang selama ini hanya mencicipi sumbangan Rp 3,6 juta per tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus