TIM karate Indonesia ke turnamen dunia versi World Union of
Karato Organization (WUKO) di Tokyo, Desember lalu dilanda
peruntungan buruk. Tak ayal di semua nomor pertandingan yang
diikuti (kumite dan kata) ketrampilan mereka berakhir tragis
hanya di babak penyisihan. Kecuali dalam kumite beregu. Ini pun
dikarenakan sistim pertandingan berubah mendadak. Menurut
peraturan semula penilaian yang dipakai adalah sistim gugur.
Entah bagaimana, tlba-tiba sistim yang telah disepakati itu
berubah. Tim yang gugur di babak pertama diberi lagi kesempatan
untuk bertarung melawan regu yang sama-sama kalah.
Perubahan itu, kabarnya, karena regu Jepang sendiri mengalami
kekalahan di ronde penyisihan.
Sistim Comotan
Bagi tim Indonesia yang sudah kesandung di kaki karateka
Australia (2-3) di ronde awal, perubahan sistim itu
menguntungkan? memang. Kesempatan mereka untuk maju terbuka
kembali. Berhadapan dengan tim Macao, regu terlemah dari seluruh
peserta, mereka mencatat kemenangan pertama dan terakhir dengan
meyakinkan 4 « lawan 12. Karena setelah itu harapan mereka
dipunahkan oleh regu Italia dengan angka yang sama.
Merosotnya mutu tim Indonesia dalam turnamen wilayah
Asia-Pasifik APUKO II di Jakarta, 2 tahun lampau kita sempat
menduduki tempat terhormat di bawah Jepang) menurut Abdul Kadir,
Dan III Institut Karate-do Indonesia (Inkai) yang menjadi tulang
punggung regu ke Tokyo dikarenakan pemilihan anggota tim kali
ini berdasarkan sistim comotan. Penilaian itu banyak benarnya.
Lihatlah: di dalam tim, misalnya, tertera nama Trisetianto dari
aliran Inkado. Padanal karateka ini, menurut Ketua Bidang
Penlbinaan FORKI, Soritua Hutagalung SH di dalam kejuaraan
ranting saja pun tak pernah menang.
Sekiranya tim ke turnamen WUKO IV ini dipilih berdasarkan
seleksi atau urutan juara PON IX lalu, bagaimanakah peluang
Indonesia? "Saya yakin lebih baik," lanjut Kadir. "Tim Australia
saja bisa menduduki urutan keempat di sana. Padahal tim ini
pernah kita kalahkan dalam APUKO lalu."
Pengurus Besar FORKI di bawah pimpinan drs Soemadi agaknya bukan
tak tahu kelemahan itu. Dalam rapat pengurus menjelang
pembentukan tim, Soritua Hutagalung sudah berulang kali
memperingatkan agar regu ke Tokyo dibentuk berdasarkan prestasi
Bukan berdasarkan jatah aliran. Dari FORKI Jakarta maupun Inkai
teguran yang sama juga telah disampaikan. Tapi semua saran
yang masuk itu ternyata tidak digublis sama sekali. Tim tetap
berangkat dengan karateka 'comotan'.
Kebijaksanaan yang ditempuh PB FORKI itu tak ayal menimbulkan
keresahan di daerah. Dalam surat nomor 017/FORKI/XII/1977
tertanggal 20 Desember 1977 yang ditujukan kepada Ketua Umum PB
FORKI, pimpinan FORKI Sumatera Barat mengatakan bahwa PB FORKI
telah melanggar dan menginjak-injak konsensus Musyawarah Lembaga
Aliran (MLA) dengan mengirimkan tim ke turnamen WUKO IV tanpa
melalui seleksi. Dalam MLA Maret 1977 telah disepakati bahwa tim
Indonesia akan dibentuk berdasarkan seleksi antar 40 karateka -
20 dari urutan PON IX dan 20 orang lagi wakil dari berbagai
aliran. "Dalam hal ini FORKI daerah telah dirugikan di mana
atlit-atlit daerah yang masuk ranking 20 besar PON IX tidak
diikut-sertakan ke WUKO," bunyi surat FORKI Sumatera Barat yang
ditandatargani oleh Letkol (Pol) M. Taher dan Jusrizal Danche -
masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris.
Dalam alinea lanjutan mereka menambahkan: "Kami memandang dari
sudut kacamata kamj sebagai Pengurus Daerah FORKI Sumatera
Barat, secara tidak langsung PB FORKI telah mengadakan
perpecahan dalam tubuh FORKI sendiri." Dari
pertimbangan-pertimbangan di atas mereka pun sampai pada
kesimpulan: Pengurus Daerah FORKI Sumatera Barat dengan ini
menuntut kepada PB FORKI untuk mengadakan secepatnya Kongres
Luar Biasa. Agar kemelut yang terjadi dalam tubuh FORKI saat ini
jangan sampai dimasuki oleh fihak-fihak ketiga untuk
menyelesaikannya.
Tuntutan Kongres Luar Biasa memang salah satu jalan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam tubuh FORKI. Adakah KLB
itu akan merubah wajah Pengurus Besar FORKI? Tampaknya demikian.
Beberapa nama untuk menjabat pimpinan baru (sekiranya KLB
terlaksana) muncul sudah. "Orang yang tepat untuk menjadi Ketua
Umum FORKl, menurut saya, adalah Mayjen Mantik," kata pimpinan
Inkado, drs Baud Adikusumo kepada TMPO menjelang
keberangkatannya ke WUKO, Nopember lalu.
Mayjen Mantik Pangkowilhan I yang juga menjabat Ketua Umum Inkai
adalah salah satu pilihan. Nama lain yangjuga disebut-sebut
adalah Mayjen Norman Sasono, Pangdam V aya. Adakah penampilan
pimpinan baru itu merupakan penyelesaian yang dikehendaki ke
luarga besar FORKI? Entahlah. Nanti dikira wartawan campur
tangan lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini