BERNARD Hinault, pemuda Prancis berusia 27 tahun kembali
diunggulkan untuk merajai balap sepeda 22 hari mengelilingi
Prancis yang akan berakhir 25 Juli. Lomba yang dimulai dari
Basel itu diikuti 170 pembalap dari berbagai negara. Dalam
sejarah Tour de France yang diperlombakan sejak 1903 jumlah
peserta sekali ini paling banyak. Tetapi semuanya kecut melihat
kayuhan kaki Hinault.
"Sudah jelas Hinault merupakan unggulan utama," ucap Robert
Alban yang menduduki tempat ketiga dalam perlombaan tahun lalu.
"Kalau bukan dia, siapa lagi," sambut Eddy Merckx, veteran yang
memenangkan 5 kali Tour de France dan sekarang mengusahakan
pabrik sepeda. Begitu juga pembalap Belanda, Joop Zoetemelk,
yang dalam usia 36 tahun tetap turut serta berlomba untuk ke-12
kalinya. Ia tidak melihat ada orang yang bisa mengimbangi
pembalap Prancis itu.
Ketika ditanya bagaimana reaksinya terhadap ramalan yang
menempatkan dia di posisi teratas dengan kemungkinan 95%
memenangkan lomba, Hinault dengan malu-malu menjawab: "Ya,
kira-kira begitulah".
Pada tahun 1978 untuk pertama kali dia terjun dan menang dalam
lomba yang menempuh jarak 3.500 km itu. Sejak itu dia tak
terkalahkan. Kecuali tahun 1980. Waktu itu lututnya sakit,
sehingga Hinault harus meninggalkan gelanggang, padahal dia
sudah memimpin sampai pertengahan jalan.
Setahun kemudian dia muncul dengan kemenangan yang lebih
meyakinkan, walau tidak semua etappe berhasil dia menangkan.
Jarak yang hampir sepanjang Sumatera itu ditempuhnya dalam 96
jam 19 menit 38 detik. Saingan ketatnya, Lucien van Impe dari
Belgia, tercecet 14 menit 34 detik di belakang. Selisih waktu
ini tergolong di antara 7 perbedaan waktu yang besar dalam
sejarah modern Tour de France.
Perlombaan yang mengelilingi negeri anggur itu menurut putaran
jarum jam, sampai hari ke-14 boleh dikatakan menempuh
jalan-jalan datar. Baru sesudah itu para pembalap menghadapi
tanjakan-tanjakan tajam di Pyrenees.
Dua hari sesudah itu masuk daerah pegunungan Alpen. Di kawasan
ini tiga hari lamanya lutut dan jantung ditantang jalan
berbukit. "Sudah pasti, hanya pembalap tangguh yang bisa
membikin nama besar di sini," urai Hinault. Menurut dia
pertarungan sudah selesai begitu lepas dari Alpen. Sebab lomba
pada hari-hari berikutnya menuju finish di Paris, hanya jalan
rata semata. Hadiah bernilai Rp 200 juta menunggu sang juara.
Tetapi tahun ini, sebelum para pembalap menanjak ke Alpen, pada
hari keenam mereka dihadang demonstran antinuklir di Givet.
Kemudian acara tertunda pula di daerah industri antara Orchies
dan Fontaine-au-Pire, Prancis utara. Buruh pabrik baja di sini
berdemonstrasi dengan menutup jalan sebagai protes terhadap
ancaman pengangguran karena pabrik baja di Denain akan ditutup
tahun 1984.
Pembicaraan cukup lama berlangsung antara panitia lomba dengan
serikat buruh. Kemudian dicapai persetujuan para pembalap boleh
lewat, tetapi kegiatan yang berbau iklan harus dihentikan.
"Saban tahun kami mengorbankan upah satu jam untuk menyaksikan
balapan ini memintas. Bukanlah maksud kami untuk menhentikan
perlomhaan ini. Cuma kami harus membuat diri kami supaya
diperhatikan," kata seorang jurubicara serikat buruh.
Tahun ini Tour de France membawa ciri kegembiraan yang lebih
kuat dari sebelumnya. Sebagai tempat start, Rasel mengeluarkan
US$ 500.000 untuk membuat dirinya sama semaraknya dengan Paris
yang secara tradisional menjadi tempat finish.
Begitu juga desa perkebunan Fontaine-au-Pire yang dihuni 1.250
orang, 2 kafe, satu sekolah, satu gereja dan beberapa kedai --
turut berbenah. "Di sini tak ada orang kaya," keluh "lurah"
Jean-Marie Lemaire. Karena itu agar pantas menjadi desa terkecil
tempat finish untuk satu etappe, Fountine-au-Pire bagaimanapun
harus dibenahi. Untuk mencari dana, penduduk desa bekerja
siang-malam, termasuk pensiunan dan anak-anak sekolah. Membuat
kaus oblong, topi, lencana. Pokoknya apa saja yang bisa laku di
pasar.
Akhirnya desa menjadi semarak. Karangan bunga sudah siap. Begitu
jua sampanye- es dan kibaran bendera berbagai bangsa. Tetapi
pembalap ternyata tidak singgah ke situ. Karena mereka harus
memotong jalan untuk menghindari demonstrasi anti-nuklir di
Givet.
Penonton yang sudah menunggu 4 tahun untuk melihat desanya
dilewati, pulang dengan murung. Malahan ada yang menangis.
Panitia terpaksa menghibur dengan menjanjikan "tahun depan desa
ini pasti disinggahi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini