Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tour de france dihadang anti nuklir

Perlombaan balap sepeda "tour de france". diikuti 170 pembalap berbagai negara. bernard hinault, 27, dari prancis kembali diunggulkan. pada hari ke-6 dihadang demonstran anti nuklir di givet. (or)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERNARD Hinault, pemuda Prancis berusia 27 tahun kembali diunggulkan untuk merajai balap sepeda 22 hari mengelilingi Prancis yang akan berakhir 25 Juli. Lomba yang dimulai dari Basel itu diikuti 170 pembalap dari berbagai negara. Dalam sejarah Tour de France yang diperlombakan sejak 1903 jumlah peserta sekali ini paling banyak. Tetapi semuanya kecut melihat kayuhan kaki Hinault. "Sudah jelas Hinault merupakan unggulan utama," ucap Robert Alban yang menduduki tempat ketiga dalam perlombaan tahun lalu. "Kalau bukan dia, siapa lagi," sambut Eddy Merckx, veteran yang memenangkan 5 kali Tour de France dan sekarang mengusahakan pabrik sepeda. Begitu juga pembalap Belanda, Joop Zoetemelk, yang dalam usia 36 tahun tetap turut serta berlomba untuk ke-12 kalinya. Ia tidak melihat ada orang yang bisa mengimbangi pembalap Prancis itu. Ketika ditanya bagaimana reaksinya terhadap ramalan yang menempatkan dia di posisi teratas dengan kemungkinan 95% memenangkan lomba, Hinault dengan malu-malu menjawab: "Ya, kira-kira begitulah". Pada tahun 1978 untuk pertama kali dia terjun dan menang dalam lomba yang menempuh jarak 3.500 km itu. Sejak itu dia tak terkalahkan. Kecuali tahun 1980. Waktu itu lututnya sakit, sehingga Hinault harus meninggalkan gelanggang, padahal dia sudah memimpin sampai pertengahan jalan. Setahun kemudian dia muncul dengan kemenangan yang lebih meyakinkan, walau tidak semua etappe berhasil dia menangkan. Jarak yang hampir sepanjang Sumatera itu ditempuhnya dalam 96 jam 19 menit 38 detik. Saingan ketatnya, Lucien van Impe dari Belgia, tercecet 14 menit 34 detik di belakang. Selisih waktu ini tergolong di antara 7 perbedaan waktu yang besar dalam sejarah modern Tour de France. Perlombaan yang mengelilingi negeri anggur itu menurut putaran jarum jam, sampai hari ke-14 boleh dikatakan menempuh jalan-jalan datar. Baru sesudah itu para pembalap menghadapi tanjakan-tanjakan tajam di Pyrenees. Dua hari sesudah itu masuk daerah pegunungan Alpen. Di kawasan ini tiga hari lamanya lutut dan jantung ditantang jalan berbukit. "Sudah pasti, hanya pembalap tangguh yang bisa membikin nama besar di sini," urai Hinault. Menurut dia pertarungan sudah selesai begitu lepas dari Alpen. Sebab lomba pada hari-hari berikutnya menuju finish di Paris, hanya jalan rata semata. Hadiah bernilai Rp 200 juta menunggu sang juara. Tetapi tahun ini, sebelum para pembalap menanjak ke Alpen, pada hari keenam mereka dihadang demonstran antinuklir di Givet. Kemudian acara tertunda pula di daerah industri antara Orchies dan Fontaine-au-Pire, Prancis utara. Buruh pabrik baja di sini berdemonstrasi dengan menutup jalan sebagai protes terhadap ancaman pengangguran karena pabrik baja di Denain akan ditutup tahun 1984. Pembicaraan cukup lama berlangsung antara panitia lomba dengan serikat buruh. Kemudian dicapai persetujuan para pembalap boleh lewat, tetapi kegiatan yang berbau iklan harus dihentikan. "Saban tahun kami mengorbankan upah satu jam untuk menyaksikan balapan ini memintas. Bukanlah maksud kami untuk menhentikan perlomhaan ini. Cuma kami harus membuat diri kami supaya diperhatikan," kata seorang jurubicara serikat buruh. Tahun ini Tour de France membawa ciri kegembiraan yang lebih kuat dari sebelumnya. Sebagai tempat start, Rasel mengeluarkan US$ 500.000 untuk membuat dirinya sama semaraknya dengan Paris yang secara tradisional menjadi tempat finish. Begitu juga desa perkebunan Fontaine-au-Pire yang dihuni 1.250 orang, 2 kafe, satu sekolah, satu gereja dan beberapa kedai -- turut berbenah. "Di sini tak ada orang kaya," keluh "lurah" Jean-Marie Lemaire. Karena itu agar pantas menjadi desa terkecil tempat finish untuk satu etappe, Fountine-au-Pire bagaimanapun harus dibenahi. Untuk mencari dana, penduduk desa bekerja siang-malam, termasuk pensiunan dan anak-anak sekolah. Membuat kaus oblong, topi, lencana. Pokoknya apa saja yang bisa laku di pasar. Akhirnya desa menjadi semarak. Karangan bunga sudah siap. Begitu jua sampanye- es dan kibaran bendera berbagai bangsa. Tetapi pembalap ternyata tidak singgah ke situ. Karena mereka harus memotong jalan untuk menghindari demonstrasi anti-nuklir di Givet. Penonton yang sudah menunggu 4 tahun untuk melihat desanya dilewati, pulang dengan murung. Malahan ada yang menangis. Panitia terpaksa menghibur dengan menjanjikan "tahun depan desa ini pasti disinggahi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus