Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah Masyarakat Adat sesungguhnya bukanlah hal yang asing bagi kita. Dikutip dari situs resmi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Indonesia adalah negara dengan populasi Masyarakat Adat yang tinggi dengan perkiraan mencapai sekitar 40–70 juta jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, masih banyak orang yang keliru memahami siapa yang dimaksud dengan Masyarakat Adat, hal ini disebabkan lantaran Indonesia juga merupakan negara etnis, di mana latar belakang suku yang berbeda-beda cukup jamak di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat Adat juga adalah masyarakat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Oleh karena itu, Masyarakat Adat pasti hidup di dalam komunitas adat.
Lebih lanjut, AMAN menjelaskan, terdapat empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai pembeda antara Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat lainnya. Unsur-unsur tersebut, antara lain:
(1) kesamaan identitas budaya yang mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain; (2) sistem nilai dan pengetahuan yang mencakup pengetahuan tradisional yang dapat berupa pengobatan tradisional, perladangan tradisional, permainan tradisional, sekolah adat, dan pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya; (3) wilayah adat (ruang hidup) yang meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang bukan semata-mata dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), melainkan juga meliputi sistem religi dan sosial-budaya; dan (4) hukum adat dan kelembagaan adat yang berguna untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Sejak awal, Indonesia telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat melalui Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945.
Pasal 18B ayat (2) menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
Sementara itu, Pasal 28I ayat (3) menyebut, "Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban."
Dalam berbagai narasi dan produk hukum di Indonesia, istilah seperti masyarakat hukum adat (MHA), masyarakat lokal, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil (KAT), dan penduduk asli juga digunakan. Istilah-istilah tersebut dapat merujuk pada Masyarakat Adat, seperti contohnya "masyarakat lokal" di nagari pada Masyarakat Adat Minangkabau di Sumatera Barat, marga di Masyarakat Adat Batak di Sumatera Utara, atau penduduk asli Papua (suku dan marga) di Papua dan Papua Barat.
Namun, menurut AMAN, perlu dicatat bahwa istilah-istilah tersebut juga dapat merujuk pada masyarakat lokal yang bukan bagian dari Masyarakat Adat, tergantung pada konteksnya, seperti di Jawa atau komunitas pendatang (misalnya, kampung transmigran) yang telah menetap di suatu wilayah selama beberapa generasi.
Penting untuk mempertimbangkan identitas bahasa, ikatan genealogis, dan asal-usul teritorial sebagai faktor pembatasan. Dalam penulisan, "Masyarakat Adat" disusun dengan huruf kapital untuk menekankan statusnya sebagai subjek hukum.
Dalam lingkup Masyarakat Adat, terdapat beragam kelompok minoritas yang mengalami ketertindasan berlapis, baik akibat faktor kesejarahan, kelas, maupun alasan lainnya. Mereka termasuk dalam kategori Masyarakat Adat yang menghadapi diskriminasi dan stigma ganda, bukan hanya karena status Masyarakat Adat melainkan juga karena identitas tambahan yang melekat pada mereka, seperti penyandang disabilitas, lansia, minoritas gender dan seksual, serta kelompok minoritas lainnya yang hidup di dalam suatu komunitas adat sebagai bagian dari Masyarakat Adat.
Dengan demikian, penamaan Masyarakat Adat bukan hanya sekadar pengklasifikasian, tetapi juga merupakan suatu bentuk penegasan identitas politik yang terkait dengan gerakan Masyarakat Adat.