Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Golput atau golongan putih merupakan istilah yang kerap muncul jelang hari pemilihan umum atau Pemilu. Golput sering dikaitkan dengan sikap acuh, apatis, atau ketidakpedulian terhadap kondisi politik. Golput menyebabkan seseorang tidak memilih pergi mencoblos ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memberikan suara. Kenapa orang pilih golput saat Pemilu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip laman Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, istilah golput mulai populer ketika mendekati Pemilu 1971. Pada suatu siang, tepatnya hari Kamis tanggal 3 Juni 1971, sekelompok mahasiswa, pemuda, dan pelajar berkumpul di Balai Budaya Jakarta untuk mengumumkan pembentukan "Golongan Putih" sebagai sebuah gerakan moral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa tokoh yang memainkan peran penting dalam pergerakan ini termasuk Adnan Buyung Nasution dan Arief Budiman.
Hingga akhirnya, golput menjadi pilihan bagi masyarakat yang sudah terdaftar sebagai pemilih untuk tidak memberikan hak suaranya pada salah satu calon atau partai. Sebenarnya ada beberapa alasan kenapa orang memilih golput. Berikut adalah sejumlah alasannya.
Kenapa Orang Pilih Golput?
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang memilih untuk golput sehingga enggan untuk memberikan suaranya dalam Pemilu. Berikut penjelasannya.
1. Tidak Peduli terhadap Politik
Sikap apatis pada politik menjadi salah satu faktor tingginya angka golput. Rasa apatis dan ketidakpercayaan masyarakat ini muncul karena mereka merasa bahwa tidak ada perubahan positif yang terjadi dalam kehidupan mereka setelah pemilihan.
Selain itu, meningkatnya kasus korupsi yang melibatkan para pemimpin dan wakil rakyat semakin menambah keengganan masyarakat terhadap pemerintahan.
2. Tidak Ada Kandidat yang Cocok
Salah satu alasan utama golput adalah ketidakcocokan atau ketidakpuasan terhadap kandidat yang tersedia.
Warga pemilih mungkin merasa bahwa tidak ada calon yang sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai atau aspirasi mereka, sehingga mereka memilih untuk tidak memberikan suara mereka.
3. Masalah Administrasi
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wawan Ikhwanudin, menyatakan bahwa golput tidak selalu terkait dengan tindakan protes terhadap situasi politik.
Terdapat juga pemilih yang tidak hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau tidak menggunakan hak pilihnya bukan karena alasan protes, melainkan alasan lain seperti masalah administratif.
Contohnya, seseorang mungkin tidak dapat mengurus perpindahan TPS karena alasan pekerjaan atau tugas, sehingga akhirnya tidak dapat memberikan suara.
4. Kurang Pengetahuan tentang Pemilu
Meskipun pemilihan umum banyak diberitakan melalui media massa atau media sosial, ternyata tidak semua orang mengetahui tanggal pasti pelaksanaannya.
Hasil survei LSI menjelang Pemilu 2019, yang dilakukan sebulan sebelum hari pencoblosan, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui dengan pasti kapan pemilu akan dilaksanakan.
5. Tidak Terfasilitasi
Alasan seseorang memilih golput selanjutnya adalah tidak terfasilitasi, terutama untuk penyandang disabilitas. Padahal penyandang disabilitas memiliki hak yang setara dengan warga negara Indonesia lainnya untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan umum.
Sayangnya, kendala-kendala yang mereka hadapi sering kali menjadi hambatan dalam melaksanakan hak pilih mereka. Contohnya, kurangnya bantuan untuk mencapai Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan ketidaktersediaan surat suara khusus bagi penyandang disabilitas.
Dampak Golput
Tingginya golput pada suatu negara bisa memberikan berbagai dampak negatif pada negara. Padahal, satu suara bisa menjadi penentu kemenangan pihak tertentu dan bisa mengubah negara ini agar lebih baik lagi. Berikut adalah beberapa dampak golput yang bisa terjadi.
1. Program Kerja Terganggu
Golput dapat menyebabkan program kerja terganggu. Sebab, meskipun program kerja tersebut dirancang dengan baik, namun pelaksanaannya tidak akan mencapai hasil optimal jika tingkat golput tinggi.
Tingginya angka golput menandakan bahwa meskipun seseorang terpilih, ia tidak memperoleh dukungan sepenuhnya dari masyarakat.
2. Demokrasi Negara Terganggu
Negara demokrasi adalah negara yang melibatkan partisipasi seluruh warganya dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan.
Namun, angka golput yang tinggi mengindikasikan bahwa masyarakat mungkin tidak lagi merasakan esensi demokrasi, melainkan menunjukkan sikap apatis terhadap calon yang diusung.
3. Memberikan Peluang Kemenangan kepada Partai Penguasa
Masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih partai politik dan kandidat pemimpin yang memiliki visi, misi, serta program kerja terbaik.
Namun, apabila kesempatan tersebut diabaikan dan suara lebih banyak terkonsentrasi pada partai yang aktif mengajak pemilih untuk memberikan dukungan, maka partai tersebut dapat memenangkan pemilihan.
RIZKI DEWI AYU