Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja merespons kemungkinan gangguan kelancaran pemilihan umum di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, setelah lima komisioner KPU ditangkap atas dugaan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terganggu, tapi masih bisa terlaksana," kata Rahmat di Creative Park, Jakarta Pusat, Ahad, 21 Januari 2024. Menurut Rahmat terlaksana pemilu di Aru bisa berjalan setelah ada pergantian antarwaktu (PAW).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga menjelaskan, selain PAW, kelima orang petinggi KPU di Aru itu bisa di-take over oleh Bawaslu Provinsi Maluku. "Bisa dong ada kewenangan itu," kata dia. Rahmat, menjelaskan proses pemilihan umum di Aru, harus bisa berjalan.
"Bawaslu RI saja tidak ada lima (anggotanya) itu masih bisa berjalan," tutur dia, seusai menandatangani komitmen bersama kampanye pemilu berintegritas di media sosial Pemilu 2024, hari ini. "Harus berjalan."
Rahmat mengatakan proses pemilihan di Aru akan terganggu. Karena pemilihan yang akan berlangsung pada 14 Februrari mendatang sudah masuk tahapan kampanye. "Akan terganggu, jelas," ujar dia. Namun, dia mengatakan ada mekanisme organisasi yang bisa segera menutupi kekosongan pejabat KPU Kabupaten Aru itu.
Mekanisme tersebut, kara Bagja, bisa dilakukan dengan menempatkan satu sampai dua orang anggota KPU Provinsi Maluku untuk menjalankan tugaa lembaga penyelenggara pemilu itu.
Kelima petinggi KPU itu, yakni Ketua KPU Aru Mustafa Darakay, dan empat anggotanya, Yoseph Sudarso Labok, Kenan Rahalus, Tina Jovita Putnarubun, dan Mohamad Adjir Kadir.
Kelima orang ini ditangkap atas dugaan korupsi dana hibah Pilkada Aru 2020 senilai Rp 2,8 miliar—sebelumnya tertulis Rp 25 miliar, Rabu, 17 Januari 2024. Lima komisioner KPU Aru itu ditahan di Lapas Kelas IIA Ambon dan Lapas Perempuan Ambon.
Pilihan Editor: Polemik Semerawut Spanduk dan Baliho Kampanye Pemilu 2024, Masyarakat Terganggu Bisa Lapor di Nomor Ini