Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilu

MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Sistem Proporsional Terbuka, Siapa yang Setuju Proporsional Tertutup?

MK putuskan Pemilu 2024 tetap sistem proporsional terbuka. Berikut mereka yang sebelumnya pro-kontra apakah proporsional tertutup atau terbuka.

18 Juni 2023 | 16.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gugatan uji materi sistem Pemilu diajukan ke Mahkamah Konstitusi atau MK sejak November 2022 lalu. Penggugatnya terdapat beberapa orang, antara lain Demas Brian Wicaksono selaku kader PDIP dan Pemohon I, Yuwono Pintadi selaku kader Partai Nasdem, Fahrurrozi selaku Pemohon III, Ibnu Rachman Jaya selaku Pemohon IV, Riyanto selaku Pemohon V, dan Nono Marijono Pemohon VI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uji materi yang dilakukan terhadap Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tersebut terkait dengan sistem proporsional terbuka Pemilu. Para pemohon yang telah disebutkan sebelumnya menilai sistem proporsional terbuka membawa lebih banyak keburukan, karena akan membuat caleg dari satu partai untuk saling sikut dalam rangka mendapatkan suara terbanyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, para penggugat juga menilai bahwa sistem tersebut akan memunculkan politik uang karena caleg akan berebut untuk mendapatkan nomor urut paling kecil. Hal tersebut akan membuat kader partai yang memiliki kapasitas akan kalah dengan mereka yang populer dan punya modal besar.

Namun demikian, Mahkamah Konstitusi resmi menolak gugatan tentang sistem pelaksanaan Pemilu 2024 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-XIX/2022 yang dibacakan pada Kamis 15 Juni 2023. Putusan yang dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman tersebut juga menolak seluruh permohonan yang telah diajukan oleh pihak pemohon.

Pihak yang Menolak Proporsional Terbuka

Seperti dilansir dari berbagai laman, terdapat beberapa pihak yang menolak diselenggarakannya sistem Pemilu proporsional terbuka. Berikut deretan pihak yang menolak diberlakukannya sistem proporsional terbuka dan lebih memilih sistem proporsional tertutup.

  • Arief Hidayat

Arief Hidayat merupakan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi yang kontra dengan pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Lebih lanjut, dalam pandangannya Arief menyebut bahwa menurut Bung Karno, demokrasi permusyawaratan-perwakilan memiliki fungsi ganda, yang menjadi sarana mengadu ide, gagasan dan aspirasi golongan yang ada di masyarakat dalam suatu badan perwakilan.

“Dalam kerangka itu pula lah sistem pemilu harus diletakkan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi perwakilan rakyat, memilih para wakilnya melalui kendaraan partai politik," ujara Arief menyampaikan dissenting opinion-nya dalam agenda pembacaan putusan yang dibacakan oleh Ketua MK, Anwar Usman.

  • PDI Perjuangan atau PDIP

Sebagai salah satu partai politik yang kadernya menjadi pemohon dalam pengajuan gugatan terkait sistem Pemilu, sikap PDIP terkait sistem penyelenggaraan Pemilu jelas. PDIP merupakan partai politik yang secara getol mendukung pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup.

Hal tersebut turut disampaikan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang turut menyebut bahwa PDIP juga secara konsisten melakukan kaderisasi di partai. Selain itu, Hasto juga turut menyebut bahwa sistem Pemilu proporsional terbuka merupakan sistem Pemilu yang prakteknya sangat liberal dan sangat kapitalistik.

“Kami melakukan pendidikan politik dan kaderisasi, kami bukan partai yang asal rekrut tokoh-tokoh yang populer dan kemudian tanpa melalui sekolah partai tiba-tiba bisa menempati jabatan-jabatan strategis," kata dia.

Pihak yang Setuju Proporsional Terbuka

Selain pihak yang menolak pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka, terdapat pihak yang mendukung pelaksanaan Pemilu sistem proporsional terbuka. Seperti dilansir dari berbagai laman, berikut merupakan pihak yang pro.

  • Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Mantan Presiden Indonesia sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY turut mempertanyakan kegentingan dan urgensi penggantian sistem pemilu. Presiden RI keenam tersebut turut menjelaskan bahwa pergantian sistem pemilu di tengah jalan dapat menimbulkan kekacauan politik.

  • 8 Fraksi DPR

Selain mendapatkan penolakan dari individu, penolakan juga muncul dari 8 fraksi DPR, seperti PPP, PKB, Gerindra, Nasdem, PAN, PKS, Demokrat, dan Golkar. Kedelapan fraksi juga meminta MK untuk tidak mengabulkan uji materi soal sistem Pemilu yang akan segera dilaksanakan. 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus