Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Demokrasi meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki mitigasi sistem informasi digital dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Pimpinan Rumah Demokrasi, Ramdansyah, mengatakan, dengan semakin majunya teknologi, maka penyelenggara Pemilu sangat wajar menggunakan perangkat teknologi, tetapi jangan sampai hal tersebut merugikan penyelenggaraan Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, Bawaslu dan KPU harus belajar dari kasus serangan siber terhadap Bank Syariah Indonesia (BSI). Dia menilai serangan tersebut harus dilihat sebagai early warning untuk dapat memformulasikan hal-hal yang patut disiapkan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Patut adanya mitigasi terhadap kasus seperti ini sebagai upaya perlindungan hak-hak korban," kata Ramdansyah melalui keterangan persnya, Kamis 1 Juni 2023.
Bawaslu harus memiliki akses untuk mengawasi sistem informasi KPU
Ramdansyah mengatakan, Bawaslu diharapkan dapat memiliki akses untuk mengawasi sistem informasi yang dimiliki KPU. Selain untuk memudahkan pembuktian adanya pidana Pemilu, juga untuk melakukan kontrol maksimal.
"Rumah Demokrasi menyoroti agar Bawaslu dapat selalu melakukan kontrol maksimal terhadap digitalisasi Pemilu," kata Ramdansyah.
Ramdansyah mengatakan, pada prinsipnya digitalisasi penyelenggaraan Pemilu merupakan adopsi teknologi digital untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik guna mewujudkan Pemilu berkualitas.
Namun, digitalisasi dan teknologi Pemilu haruslah dalam kerangka yang selaras dengan tujuan Pemilu, yakni untuk meningkatkan kepercayaan publik pada proses transisi pemerintahan melalui Pemilu.
"Untuk itu Bawaslu yang core utamanya adalah pengawasan, harus selangkah lebih maju dan mampu adaptif dalam menerapkan berbagai upaya pengawasan Pemilu termasuk adaptif dalam hal semacam ini," kata dia.
Soroti kasus Sipol
Salah satu yang perlu menjadi perhatian adalah Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) yang sistemnya sudah dimulai sejak Pemilu 2019 lalu. "Belum lepas dari ingatan kita bahwa sistem ini menimbulkan persoalan dalam Pemilu 2019. Alih-alih bermanfaat memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan Pemilu, malah Sipol menjadi salah satu aspek yang perlu diawasi betul pelaksanaannya di Pemilu 2024 ini," kata Ramdansyah.
Ramdansyah mengatakan, sejauh ini Sipol tidak bisa membaca adanya kegandaan data yang menyebabkan masalah pada data yang sudah dimasukkan peserta pemilu. Bahkan, servernya sempat bermasalah sehingga tidak bisa diakses.
"Dengan semakin majunya teknologi, maka penyelenggara sangat wajar menggunakan perangkat teknologi, tetapi jangan sampai teknologi yang digunakan merugikan penyelenggaraan Pemilu," kata Ramdansyah.
Parpol sempat keluhkan sistem IT KPU
Sistem IT KPU sempat dipermasalahkan sejumlah partai politik saat pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024. Partai Buruh misalnya, menyatakan jumlah anggota partai yang didaftarkan dengan data yang muncul di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU berbeda.
"Tidak seluruhnya anggota Partai Buruh yang didaftarkan ke Sipol itu berhasil tampil di Sipol KPU. Kita sudah memasukkan data tahap pertama lebih dari 250 ribu, tetapi yang tampil di Sipol KPU tidak (mencapai) 250 ribu," kata Ketua Timsus Pemenangan Partai Buruh Said Salahuddin
kepada wartawan di kantor KPU, Jakarta, 8 Maret 2023.
Partai Prima bahkan sempat mengajukan gugatan hingga ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah mereka dinyatakan gugur dalam verifikasi administrasi. Padahal, partai besutan Agus Jabo itu mengaku kesulitan mengakses Sipol KPU saat masa pendaftaran calon peserta Pemilu 2024. Setelah PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan, KPU akhirnya kembali membuka akses Sipol untuk Partai Prima untuk melakukan perbaikan dokumen. Meskipun demikian, Partai Prima kemudian dinyatakan gagal menjadi peserta Pemilu 2024 dalam verifikasi faktual.
Bawaslu diminta awasi kampanye hitam
Ramdansyah juga meminta agar Bawaslu dapat berperan aktif di ranah digital. Pasalnya, perkembangan dunia teknologi memberikan peluang terjadinya kampanye hitam yang mengisi ruang digital saat pelaksanaan Pemilu 2024.
"Perlu adanya pengawasan berbasis teknologi dari Bawaslu agar tidak ada kampanye hitam dan yang memecah belah di media sosial," kata Ramdansyah melalui keterangan persnya, Kamis 1 Juni 2023.
Ramdansyah mengatakan, sebagai lembaga yang melakukan pengawasan, Bawaslu harus selangkah lebih maju dan mampu adaptif dalam menerapkan berbagai upaya pengawasan Pemilu termasuk dalam kemajuan teknologi. "Bawaslu diharapkan memiliki perangkat berbasis digital untuk melakukan pengawasan digital para caleg (calon anggota legislatif)," kata Ramdansyah.
KPU klaim telah lakukan perbaikan keamanan sistem IT
Untuk Pemilu 2024 KPU mengklaim telah melakukan perbaikan terhadap keamanan sistem IT yang mereka miliki. Diantaranya dengan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Juru Bicara BSSN Ariandi Putra menyatakan pihaknya sudah melakukan empat tahap pengamanan terhadap sistem IT KPU yang mulai dilaksanakan pada Januari 2023.
Pengamanan itu akan berlangsung hingga akhir 2024. Salah satu langkah pengamanan itu adalah dengan membentuk Computer Security Incident Response Team (CSIRT).
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA