Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bias Kepentingan Kampanye Ivermectin

Sejumlah kalangan gencar mempromosikan penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19. Masyarakat dan pemerintah perlu bijak menyikapinya.

30 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Aliansi sejumlah tenaga medis yang tergabung dalam Frontline Covid-19 Critical Care (FLCCC) gencar mempromosikan penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19.

  • Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pengawasan Obat Eropa (EMA) hanya merekomendasikan penggunaan Ivermectin untuk uji klinis.

  • Pemerintah dan masyarakat diminta bijak menyikapi kampanye yang bias kepentingan ini.

JAKARTA – Epidemiolog mengingatkan pemerintah dan masyarakat Indonesia agar menyikapi kampanye penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 secara kritis. Promosi gencar pemakaian Ivermectin oleh aliansi sejumlah tenaga medis yang tergabung dalam Frontline Covid-19 Critical Care (FLCCC) belakangan ini dinilai bertendensi bisnis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti dari Center of Environment and Public Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menganggap promosi Ivermectin oleh FLCCC berlebihan, lantaran belum ada satu pun uji klinis yang membuktikan efektivitas obat infeksi cacing itu terhadap Covid-19. “Penelitian ini sudah dipengaruhi kepentingan bisnis,” ujar dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui pelaksanaan uji klinis guna mengetahui efektivitas dan keamanan penggunaan Ivermectin untuk obat terapi pasien Covid-19. “Tentunya dengan penyerahan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) ini, uji klinis terhadap obat Ivermectin sebagai obat Covid-19 bisa segera dilakukan,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito, Senin lalu.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (tengah) saat mengikuti rapat kerja di Senayan, Jakarta, 3 Juni 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Menteri BUMN Erick Thohir pun menyatakan bahwa pemerintah berupaya menyediakan obat terapi murah untuk Covid-19. Selain harganya murah, obat itu terjangkau dan mudah didapat. “Dengan harga obat yang murah dan terjangkau, saya yakin rakyat akan bisa mendapatkannya dengan mudah dan tidak akan menjadi beban. Terlebih untuk pencegahan terhadap Covid-19, tidak perlu selalu dikonsumsi dan hanya 2-3 tablet. Begitu pula untuk penyembuhan. Semoga ikhtiar kita untuk membuat rakyat kita sehat dan Indonesia terbebas dari pandemi ini segera terwujud,” kata Erick Thohir.

FLCCC dibentuk pada April 2020 oleh sejumlah ilmuwan bidang medis—sebagian di antaranya berpraktik di rumah sakit di Amerika Serikat. Pada awal kemunculannya, aliansi ini menerbitkan laporan tentang protokol pengobatan pasien Covid-19 berjudul MATH+.

Berdasarkan keterangan resminya, protokol pengobatan ini mencakup pemberian methylprednisolone (obat anti-inflamasi), vitamin C, heparin untuk mencegah pembekuan darah, dan pemberian oksigen kepada pasien. Dalam keterangannya, aliansi ini mengklaim pengobatan itu mampu menekan angka kematian pasien Covid-19 di bawah 6,1 persen di banyak negara.

Situasi berkembang ketika sejumlah peneliti dari Monash University Australia menerbitkan hasil uji praklinis atau in vitro ihwal efektivitas Ivermectin pada Juni 2020. Studi berjudul “The FDA-approved drug ivermectin inhibits the replication of SARS-CoV-2 in vitro” itu membuktikan bahwa obat cacing ini dapat mengurangi replikasi virus sebanyak 5.000 kali lipat selama 48 hari.

Pendiri FLCCC, Paul Marik, kemudian mengajak koleganya mengkaji sejumlah penelitian yang mendukung penggunaan Ivermectin. Berdasarkan kajian bersama, FLCCC menyepakati protokol penanganan baru untuk pasien Covid-19, yaitu pemberian Ivermectin, zink, vitamin C, dan vitamin D. Protokol ini juga merekomendasikan Ivermectin untuk pencegahan Covid-19, yang bisa dilakukan semua orang di rumah masing-masing.

Aliansi itu pun gencar mengadakan berbagai webinar untuk mengkampanyekan protokol baru ini melalui YouTube dan platform media sosial lainnya. Pada Desember 2020, Presiden FLCCC Pierre Kory menemui Komite Keamanan Dalam Negeri Senat Amerika Serikat untuk mempromosikan penggunaan Ivermectin, yang dinilai berhasil menurunkan angka kasus dan kematian bagi pasien lanjut usia di enam negara bagian di Peru. Kory turut meminta Institut Kesehatan Nasional (NIH), Badan Pengawas Obat Amerika (FDA), serta Lembaga Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (CDC) merekomendasikan Ivermectin dalam panduan penanganan pasien Covid-19 di Negeri Abang Sam.

Hingga saat ini, ketiga lembaga federal tersebut belum memasukkan Ivermectin sebagai sarana penyembuh Covid-19. Lembaga lain, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pengawasan Obat Eropa (EMA), juga hanya merekomendasikan penggunaan Ivermectin untuk uji klinis. Pernyataan WHO itu didasari pendapat panel ahli yang menyatakan belum ada kesimpulan berkaitan dengan keampuhan obat karena keterbatasan metodologi penelitian, jumlah sampel, dan kejadian yang dianalisis.

Menanggapi keputusan WHO itu, Kory justru mengatakan panduan penanganan pasien Covid-19 organisasi tersebut kurang ampuh untuk meningkatkan angka kesembuhan. Dalam pertemuan virtual bersama wartawan di Indonesia kemarin, Kory menyatakan bahwa Ivermectin justru dapat memberikan dampak yang hampir sama dengan vaksin bagi negara-negara yang kesulitan mendapatkannya. “Jutaan orang sudah diobati. Obat ini aman,” kata Kory.

Pabrik obat PT Indofarma (persero) Cibitung, Bekasi. Dok Tempo/Dasril Roszandi

FLCCC pun menyebarkan kampanye penggunaan Ivermectin ke Indonesia. Pada 22 Juni lalu, melalui surat kepada Presiden Joko Widodo, Kory merekomendasikan distribusi massal Ivermectin guna meredam penularan dan mencegah kematian akibat Covid-19.

Selain memberikan saran, FLCCC mengumumkan Vice President PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara, sebagai Ketua FLCCC Indonesia. Harsen adalah perusahaan farmasi yang berbasis di Jakarta. Perusahaan turut memproduksi Ivermectin dalam bentuk tablet 12 miligram dengan merek Ivermax. Melalui kongsi dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, ribuan tablet Ivermax dibagikan di Sragen, Kudus, dan beberapa kawasan di Jabodetabek sejak awal bulan lalu.

Menurut Dicky, di sinilah titik persoalannya. Dicky menganggap bahwa produsen obat tak bisa turut serta dalam aliansi yang menjalani penelitian Ivermectin. “Setiap ada aktivitas, kalau ada konflik kepentingan, itu pasti menjadi masalah. Misalnya, penelitian dampak merokok dilakukan perusahaan rokok, itu tidak boleh. Bias,” kata dia.

Dicky juga menyoroti pernyataan Kory di sebuah media yang menyatakan tak mempercayai metode uji klinis secara acak (randomized clinical trial/RCT) dengan dalih sudah berpengalaman menjadi tenaga kesehatan. Menurut dia, pernyataan Kory itu justru aneh karena metode tersebut sudah jamak dipakai dan menjadi standar tertinggi dalam pengujian manfaat serta keamanan suatu pelayanan kesehatan. Dia mencurigai Kory sebagai pihak yang terafiliasi dengan produsen Ivermectin.

Menanggapi hal tersebut, Vice President PT Harsen, Sofia Koswara, mengatakan perusahaannya tidak terlibat dalam aliansi FLCCC. Jabatan sebagai ketua aliansi itu di Indonesia, kata dia, diraih karena Kory telah melihat upaya Sofia menawarkan Ivermectin ke banyak pasien Covid-19 di Tanah Air. “Harsen tidak bekerja sama dengan FLCCC,” kata dia.

Sofia mengatakan upayanya membagikan Ivermectin sejak September 2020 dilakukan untuk meredam laju penularan virus corona di Indonesia. “Keadaan ini lagi susah. Tolong singkirkan kepentingan pribadi dan urusan profit,” ujar Sofia kepada Tempo, kemarin.

ROBBY IRFANY
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus