Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font color=brown><B>Direktur Vista Bella Pratama, Taufik Surya Darma: </B></font><BR>Nggak Mungkin Saya yang Main

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USIANYA baru 38 tahun ketika Taufik Surya Darma membeli hak tagih pemerintah atas utang-utang Hutomo Mandala Putra senilai Rp 4,5 triliun dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2003. Hebatnya, ia membeli "harta karun" itu hanya Rp 512 miliar-sepersembilan harga aslinya.

Namun kini transaksi itu pula yang membuat Taufik di ujung bahaya. Namanya terus disorot karena Komisi Pemberantasan Korupsi menengarai adanya keterkaitan antara PT Vista Bella Pratama, perusahaan yang ia pimpin, dan Hutomo alias Tommy Soeharto. Menurut perjanjian jual-belinya, keterkaitan seperti itu bisa membatalkan transaksi.

Dugaan itu semakin kuat karena belakangan diketahui Timor pernah mengirim Rp 8,8 miliar ke rekening Vista. Taufik pun beberapa kali harus memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepada Budi Setyarso dan Arif Zulkifli dari Tempo, Kamis malam pekan lalu, Taufik menjelaskan berbagai hal soal transaksi ini.

Bagaimana kronologi transaksi piutang senilai Rp 4,5 triliun itu?

Prosesnya biasa saja. Kami baca penawaran BPPN di koran, lalu kami memasukkan syarat-syarat pelelangan. Dalam hal ini, kami memang mewakili kepentingan investor asing, yaitu Amazonas Finance, yang merepresentasikan sejumlah perusahaan lain. Dalam proses pelelangan, kami dinyatakan sebagai pemenang. Setelah kami membayar, semua dokumen utang-piutang dialihkan ke kami. Dua tahun kemudian, semua dialihkan kembali ke Amazonas.

Anda mengetahui semua aset yang dijaminkan Tommy?

Ya, itu jelas.

Termasuk deposito Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri?

Waktu itu kami belum tahu. Entah terlewat atau apa, pada saat pemeriksaan, simpanan deposito itu teridentifikasi. Jadi, yang kami tahu saat itu, semua jaminannya aset keras.

Sebusuk apa aset-aset itu sehingga harganya jatuh?

Begini, paket transaksi sebenarnya terdiri atas beberapa aset, yaitu PT Timor Putra Nasional, Bali Pecatu Utama, Bali Pecatu Graha, dan Sempati. Sempati sudah pailit dan bisa menjadi bola liar. Artinya, bisa-bisa hak tagih yang kami beli sama sekali tak bisa dikumpulkan. Jadi, berapa pun rupiah yang kami keluarkan, risikonya seratus persen.

Yang lainnya?

Memang ada aset pada Bali Pecatu Utama dan Bali Pecatu Graha, tapi aset-aset itu tidak dijaminkan. Timor pun punya segudang masalah. Di antaranya sengketa lahan mereka dengan PT Saprotan. Timor juga punya sengketa pajak dan bea masuk dengan pemerintah senilai Rp 3,8 triliun.

Saya tidak tahu cara BPPN menetapkan floor price, tapi dari kacamata investor, kami memperhitungkan faktor-faktor risiko itu. Kasarnya, BPPN mungkin menganggap mau ada yang beli saja sudah untung. Surya Paloh saja menyebut aset-aset itu sebagai "barang bangkai", ha-ha-ha.

Soal Surya Paloh, benarkah dia ikut dalam transaksi ini?

Saya rasa ada sedikitnya tiga alasan mengapa orang berpikir transaksi ini berkaitan dengan Surya Paloh. Pertama, karena kedekatan saya dengan dia. Saya kenal dia sejak 1992 dan dia sudah saya anggap seperti abang sendiri. Kedua, soal deal size transaksi ini. Siapa Taufik ini kok bisa memegang hak tagih senilai Rp 4,5 triliun terhadap Hutomo Mandala Putra? Nggak mungkin seorang Taufik Surya Darma bisa main seperti ini.

Artinya ada orang kuat di atas Anda?

Ya, itu logikanya. Lalu alasan ketiga, kasus ini sangat high profile, yang selalu bisa diseret ke ranah politik. Surya Paloh adalah petinggi Partai Golkar, yang bisa dikaitkan dengan megatransaksi seperti ini.

Tapi sebenarnya bagaimana?

Kalau saya pribadi menganggap lebih cocok pakai pendekatan hukum. Kita lihat dokumen dan fakta hukumnya. Dari berbagai dokumen, pemegang saham Vista Bella itu saya dan Alfian Sanjaya (Presiden Komisaris Vista Bella-Red.). Tak ada Surya Paloh, tak ada Hutomo Mandala Putra.

KPK menyebut adanya bukti transfer dari Humpuss ke Vista Bella?

Perlu saya luruskan, aliran dana itu dari Timor Putra Nasional, bukan dari Humpuss. Transfer dana Rp 8,8 miliar itu dilakukan November 2003. Adapun transaksi jual-beli dilakukan 15 April 2003. Jadi bisa saya katakan uang itu bukan untuk pembayaran pembelian hak tagih dan merupakan hal yang terpisah. Lagi pula, uang itu masuk ke rekening Vista Bella untuk diteruskan ke pihak lain.

Siapa pihak lain itu?

Saya tidak bisa menyebutkan orang karena itu merupakan urusan Vista Bella. Boleh dong saya katakan itu rahasia kami.

KPK menyebutnya sebagai fee dari Humpuss?

Susah untuk dibilang fee, tapi kan saya tidak mungkin berdebat. Nggak elok menyanggah pernyataan penyidik di publik.

Benarkah Humpuss terkait dengan Vista Bella?

Begini konstruksinya. Dari transaksi ini, Timorlah yang memiliki aset paling menarik. Pemegang sah Timor bukan Humpuss, tapi Hutomo Mandala Putra. Kalau dikatakan Vista Bella terkait dengan Humpuss, itu kurang tepat. Mungkin yang dimaksud adalah terkait dengan Hutomo.

Pemegang saham Vista Bella sudah pasti bukan Hutomo ataupun Humpuss, tapi saya dan Alfian. Jadi, kita bicara dokumen saja, jangan asumsi.

KPK menyebut adanya bukti-bukti keterkaitan itu.

Saya percaya KPK lembaga yang kredibel. Mestinya data mereka akurat. Apalagi pengumuman soal temuan itu dilakukan di depan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Memang kemudian ada salah pengertian di media massa. Misalnya soal kepemilikan Humpuss di Vista Bella yang nyatanya nggak ada. Kemudian dikatakan bahwa obligornya adalah Humpuss, padahal sebenarnya Hutomo Mandala Putra. Dikatakan pula ada aliran dana dari Humpuss ke Vista Bella untuk membayar hak tagih. Itu tidak tepat. Pembayaran tidak pernah melewati rekening Vista Bella, tapi oleh Amazonas. Nah, mereka menggunakan beberapa rekening. Mungkin rekening-rekening inilah yang oleh KPK diambil datanya dan kemudian disimpulkan adanya hubungan Hutomo dengan transaksi.

Bukankah PT Mandala Buana Bhakti, salah satu pengirim uang, berkait dengan Tommy?

Nah, itu lebih baik Anda tanya ke KPK atau Mandala Buana sendiri. Tidak ada catatan dokumen legal yang menunjukkan hubungan antara Mandala Buana dan Vista Bella.

Anda mengetahui Oscar Gonzales, pemilik Amazonas, memiliki hubungan dengan kelompok Tommy?

Oscar memang memiliki hubungan dengan Mandala Marmer, salah satu perusahaan Hutomo. Penyidik memberi tahu saya bahwa Oscar datang ke Indonesia atas sponsor dari PT Mandala Marmer (sebuah perusahaan yang ditengarai terkait dengan Tommy Soeharto-Red.). Di situ dulu memang ada Irvan Gading (teman dekat Tommy-Red.). Saya tidak tahu yang sebenarnya, tapi kalau KPK sudah mengumumkan, mestinya data itu benar.

Dari penelusuran Tempo, Vista Bella sendiri perusahaan yang meragukan. Bahkan kantornya tidak jelas.

Tidak jelas bagaimana? Perusahaannya ada dan alamatnya jelas, kok. Domisili kantor memang bisa berubah-ubah. Anda tahu, bahkan ada kantor yang alamatnya hanya PO box. Tapi begini, waktu itu memang sangat mepet saat saya diminta membantu investor asing. Prosedur investor asing memang lebih rumit karena mereka harus melewati legal review dari pengacara luar negeri. Amazonas khawatir waktunya tidak cukup. Karena itu, saya beli Vista Bella, yang menurut pemiliknya tidak pernah beroperasi. Kami belum sempat mengubah domisili. Karena itu, saat lelang, kami tetap memakai alamat lama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus