Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pemilihan Kepala Daerah</B></font><BR />Panas-Dingin di Kotawaringin

Komisi Pemilihan Umum Kotawaringin Barat menolak putusan Mahkamah Konstitusi. Ketua DPRD dipecat.

13 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIHAN Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, sudah lewat tiga bulan. Namun, sampai sekarang, siapa pemenang kompetisi politik lima tahunan itu tak kunjung jelas. Pelantikan bupati baru yang seharusnya berlangsung awal Agustus lalu pun batal. Kantor bupati di ibu kota kabupaten itu, Pangkalan Bun, kini diisi sekretaris daerah sebagai pelaksana tugas kepala daerah.

Akhir Agustus lalu, kisruh di Kotawaringin Barat bertambah kusut dengan keputusan Pengurus Pusat Partai Demokrat memberhentikan Subahagio, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotawaringin Barat. ”Ini demi menegakkan aturan organisasi,” kata Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi Partai Demokrat Ignatius Mulyono pekan lalu.

Subahagio dinilai membangkang karena tidak berkonsultasi dengan pemimpin pusat partainya ketika memutuskan sikap perihal pemilihan kepala daerah di Kotawaringin Barat. Keputusan yang dibuatnya memang tak main-main. Akhir Juli lalu, dia mengirimkan surat kepada Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang meminta calon bupati yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum Daerah—pasangan Sugianto Sabran dan Eko Soemarno—segera dilantik.

Padahal pasangan Sugianto-Eko sudah didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi, tiga pekan sebelumnya. Yang membuat pucuk pimpinan Partai Demokrat naik pitam, keputusan Subahagio membuat calon yang diusung Partai Demokrat—Bupati incumbent Ujang Iskandar—kehilangan kesempatan mempertahankan kursinya. ”Untuk masalah sepenting ini,” kata Mulyono, ”seharusnya dia bertanya dulu ke Jakarta.”

Masalah makin semrawut, karena Subahagio ternyata menolak putusan partainya. ”Dia mengaku hanya menjalankan keputusan DPRD dan meneruskan usulan komisi pemilihan setempat,” kata Mulyono terus terang. Akibat sikap keras kadernya, Partai Demokrat sampai-sampai perlu mengirim tim khusus ke Pangkalan Bun.

Dua pekan lalu, tim yang dipimpin Mulyono itu menemui para pemimpin DPRD lokal dan menjelaskan langsung keputusan pemecatan itu kepada Subahagio. ”Dia tetap tidak mau menerima,” kata Mulyono. Kabar terakhir menyebutkan sang ketua yang dicopot itu berencana menggugat keputusan partainya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Semua keruwetan ini berpangkal dari putusan Mahkamah Konstitusi, awal Juli lalu. Ketika itu, berdasarkan bukti dan keterangan puluhan saksi, Mahkamah menilai telah terjadi praktek politik uang yang masif dan sistematis dalam pemilihan kepala daerah di Kotawaringin Barat, sebulan sebelumnya. ”Mahkamah harus memberikan pedoman supaya terjadi efek jera penggunaan politik uang,” kata hakim Konstitusi Akil Mochtar saat itu.

Kalau cuma begitu, kehebohan tak akan terjadi. Namun kali ini, Mahkamah mengambil putusan kontroversial. Berdasarkan temuan politik uang tadi, sembilan hakim Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Sugianto Sabran, pengusaha kayu lokal yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tak cukup sampai di situ, Mahkamah juga meminta Komisi Pemilihan Umum Daerah menyatakan calon berikutnya, Ujang Iskandar, sebagai pemenang pemilihan bupati.

Sepekan setelah putusan yang menggegerkan Kotawaringin Barat itu, datanglah tindakan balasan. KPUD menolak putusan Mahkamah Konstitusi. Mereka ngotot memenangkan Sugianto dan mengirim surat hasil pemilihan kepada DPRD. Berdasarkan surat itulah, Subahagio mengusulkan pelantikan Sugianto ke Gubernur Kalimantan Tengah. Usul itu yang kemudian diganjar pemecatan Subahagio dari kursinya sebagai Ketua Dewan.

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Bambang Eka Cahya Widodo, menilai kisruh ini tak akan berlarut-larut kalau Komisi Pemilihan Umum sejak awal bersikap tegas. ”Undang-undang sudah terang menyebutkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu final dan mengikat,” katanya pekan lalu.

Bambang Eka mendesak Komisi segera menindaklanjuti putusan itu dengan menyatakan Ujang Iskandar sebagai bupati terpilih. ”Kalau itu tidak dilaksanakan, bisa saja kami mengusulkan kepada Dewan Kehormatan untuk memeriksa Komisi Pemilihan Umum dengan tuduhan tidak melaksanakan undang-undang,” katanya keras.

Komisi Pemilihan Umum sendiri bukannya tak tahu bunyi peraturan. ”Sikap kami sejak awal jelas: mendukung putusan Mahkamah Konstitusi,” kata anggota Komisi, Abdul Azis. Namun, kata dia, Komisi Pemilu di daerah minta waktu untuk mempersiapkan teknis pelaksanaan putusan Mahkamah itu.

”Misalnya, kalau diputuskan Sugianto didiskualifikasi, apa dasar hukumnya? Berapa persen suara dia yang diperoleh berkat politik uang? Di daerah pemilihan mana saja itu?” Selain itu, kondisi keamanan yang mudah terbakar, kata Azis, perlu dipertimbangkan. ”Bisa saja Jakarta memutuskan. Tapi apakah massa di daerah bisa menerima?”

Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus