Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI depan butik Celine, sebuah pusat belanja di Singapura, perempuan itu berjalan. Berbalut blus putih—tanpa jilbab sebagaimana orang selama ini mengenalinya—dengan tas tergantung di bahu kiri, ia menoleh ke arah perempuan di sebelahnya. Tanpa ia sadari, sebuah kamera membidik wajahnya. Jepret! Abadilah detik itu.
Sumber Tempo yang memiliki foto tersebut yakin perempuan berblus putih itu Nunun Nurbaetie. Ia menyebutkan foto tersebut diambil di Singapura pada Maret-Mei 2010, ketika istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun itu dikabarkan tengah dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Negeri Singa. "Jilbabnya dibuka, jadi bikin pangling," kata sumber itu.
Ketika itu, Nunun mulai jadi bahan omongan di Tanah Air. Saksi dan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Nunun, melalui anggota stafnya, Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo, menebarkan cek pelawat kepada 39 anggota Dewan Perwakilan Rakyat sekitar hari Miranda Swaray Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
Dipanggil berulang kali untuk bersaksi, Nunun mangkir. Keluarga beralasan Nunun tak bisa hadir ke persidangan karena lupa berat, sukar mengingat peristiwa pada masa lalu. Andreas Harry, dokter pribadi Nunun, menyebut penyakit itu, "Amnesia menjurus ke demensia." Sejak 23 Februari 2010, Nunun terbang ke Singapura untuk berobat.
Komisi Pemberantasan Korupsi bukannya diam saja melihat Nunun membangkang. Sejak Februari itu, tim dari Jakarta sedikitnya dua kali menyambangi apartemen Nunun di Scotts Road 28, sebelah utara Mount Elizabeth. Karena saat itu Nunun masih berstatus saksi, tim hanya mengamati dari jauh gerak-geriknya saat keluyuran di kawasan itu. Tempo juga pernah melacak keberadaan Nunun di Singapura. Pada Mei, Juli, dan September tahun lalu, Tempo mendatangi tempat-tempat yang disebut sejumlah sumber merupakan tempat singgah tersangka kasus cek pelawat tersebut.
Ketika itu, dari orang-orang dekatnya diperoleh informasi bahwa keluarga Adang memiliki rumah di Holland Village, permukiman mewah empat kilometer ke arah barat dari Orchard Road. Seorang sumber yang bertamu ke rumah itu mengatakan Nunun tampak bugar. Sumber lain, seorang perempuan pengusaha, menuturkan Nunun beberapa kali terbang ke Bangkok dari Singapura.
Tapi Nunun juga kerap tinggal di Scotts 28. Seorang pengawas apartemen membenarkan bahwa Nunun tinggal di sana. "Dia punya apartemen, bukan sewa," kata pria Melayu itu. Ketika ditanyakan apakah Nunun tampak sakit, ia berkata, "Sakit? Tak tampak, ya." Ia menolak menghubungi unit tempat tinggal Nunun lantaran Tempo tak membuat janji terlebih dulu. Lagi pula, katanya, Nunun dan keluarganya meninggalkan apartemen beberapa hari menjelang Lebaran.
Di Scotts Road pula butik Celine membuka salah satu gerai, tepatnya di pusat belanja DFS Galleria Singapore, yang beralamat di Scotts 25—apartemen Nunun Scotts 28. Celine punya empat gerai di Singapura. Tiga di kawasan Orchard Road dan satu di Scotts. Menurut sumber Tempo, gerai Celine di Scotts inilah yang jadi latar foto Nunun berblus putih itu. Tapi Duta Besar RI untuk Kerajaan Thailand, Muhammad Hatta, yakin foto itu dijepret di depan gerai Celine di pusat belanja Takashimaya, sebelah Hotel Mandarin Orchard. "Dulu saya sering ngopi di seberang Celine," katanya.
Meski sumber-sumber Tempo mengatakan Nunun setidaknya ada di sana hingga menjelang Lebaran 2010, otoritas Singapura menyangkal keberadaan Nunun di sana setelah Mei tahun itu. Yang jelas, menurut Duta Besar Hatta, selepas itu Nunun berada di Thailand.
Pada Februari lalu, KPK akhirnya menetapkan Nunun sebagai tersangka. Perempuan kelahiran Sukabumi, 28 September 1950, itu juga masuk daftar buron Interpol. Menurut mantan penjabat Direktur Penyelidikan KPK, Ferry Wibisono, saat itu komisi antirasuah juga meminta bantuan Kejaksaan Agung Thailand untuk mengekstradisi Nunun. "Kontak bahkan dijalin sejak November 2010," kata Ferry, kini Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung.
Akhir Mei lalu, KPK membentuk tim untuk menjemput Nunun di Bangkok. Ketika itu, KPK memperoleh informasi Nunun sudah ada di depan mata. Tim yang terdiri atas dua polisi dan dua jaksa itu dibekali surat penangkapan, bukti keterlibatan Nunun dalam kasus cek pelawat, surat permohonan ekstradisi, serta pemberitahuan pencabutan paspor.
Kenyataannya, empat hari berada di Bangkok, tim gagal membawa pulang Nunun. Menurut sumber Tempo yang lain, saat itu tim tinggal menyergap belaka, tapi tak berdaya karena mereka berada di negeri orang. Kejaksaan Thailand, yang diandalkan untuk bergerak, justru lamban merespons. Mereka terlebih dulu meminta KPK menerangkan waktu kedaluwarsa kasus itu.
Tempo, yang kala itu berada di Bangkok, tak memperoleh penjelasan memuaskan dari Kejaksaan Negeri Gajah Putih. "Kami tak bisa menanggapi permohonan KPK karena harus rapat internal dulu," kata seorang anggota staf Departemen Hubungan Internasional Kejaksaan Thailand. Belakangan, pada akhir Juli lalu, pengadilan Thailand mengabulkan permohonan ekstradisi Nunun. Tapi, menurut Duta Besar Hatta, Nunun beringsut ke Laos sebelum putusan pengadilan terbit. Sebelumnya, Nunun diketahui pula bolak-balik dari Thailand ke Kamboja.
Mengapa Nunun memilih Thailand sebagai persembunyian? Menurut Ketua KPK Busyro Muqoddas, Nunun aman tinggal di sana. "Ada kekuatan yang melindungi Nunun," kata Busyro. Begitu leluasanya, seorang sumber mengatakan, selain bisa masuk-keluar Thailand dari negara jirannya, Nunun sempat pulang ke Jakarta. "Kalau tak salah saat pernikahan putrinya," kata sumber itu. Tapi, ketika KPK hendak bergerak, telepon seluler Nunun mendadak mati. Ketika itu, KPK tidak melihat Nunun dengan mata kepala.
Siapa pelindung Nunun? Busyro mengunci mulut. Tapi sumber lain mengatakan Nunun mendapat perlindungan anggota kepolisian Thailand. "Sebagai Wakil Kepala Polri, Adang punya koneksi di sana," kata sumber ini. Nunun dipercaya dikawal sejumlah pria berwajah Asia Tenggara. "Juga seorang pengawal kulit putih," katanya. Informasi dari sumber lain, ada juga seorang polisi wanita yang selalu menemaninya. "Kata Pak Busyro, Nunun dilindungi jaringan bisnis di luar negeri," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
Buktinya, masih menurut sumber ini, polisi Thailand tak menanggapi sama sekali permohonan KPK untuk menangkap Nunun. Itulah sebabnya, KPK memilih menjalin kontak dengan Kejaksaan Thailand—meski yang ini juga lamban. Sidang ekstradisi Nunun yang diajukan in absentia juga merupakan siasat agar polisi Thailand bergerak. Diharapkan, ketika terdeteksi ada di sana, Nunun ditangkap polisi Thailand. Kendati begitu, taktik ini tetap ada ruginya. "Nunun pasti tak mau masuk Thailand lagi kecuali dengan paspor palsu," kata sumber Tempo.
Adang masih merahasiakan keberadaan Nunun. "Yang jelas, Ibu masih sakit," katanya. Ia tak bersemangat berkata lebih jauh soal Nunun. "Kalau tertangkap Interpol atau memang KPK bisa membawa Ibu, silakan."
Anton Septian, Maria Hasugian, Mahardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo