Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FFCC33>Rancangan Undang-Undang</font><br />Mengasah Lagi Gigi Parlemen

Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat merancang cetak biru parlemen periode mendatang. Bakal alot dengan pemerintah.

23 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA sudah tak pernah memakai pin lambang Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Ganjar Pranowo. Politikus Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga emoh berjas-berdasi. Kini dia tampil dengan kemeja batik lengan pendek.

Semua atribut yang biasa dipakai anggota parlemen dia tinggalkan. Alasannya, kata Ganjar pekan lalu, adalah rasa malu. ”Sebetulnya, saat ini, anggota Dewan belum jadi wakil rakyat sepenuhnya,” katanya.

Ganjar lalu bercerita bagaimana sebagian anggota Dewan amat berjarak dengan rakyat yang dulu memilihnya. ”Banyak yang tak pernah datang sekali pun ke daerah pemilihannya setelah masuk ke Senayan,” katanya. Para pemilih yang tak puas pun tak berdaya menyaksikan polah para politikus yang sudah lupa pada janji kampanye ­mereka.

Meski muram, Ganjar masih punya harapan: semua bakal berubah tahun depan. Itu pun jika sejumlah gagasan dari Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Susunan dan Keduduk­an Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disetujui.

Saat ini, rancangan peraturan yang bakal mengikat parlemen periode 2009-2014 itu sedang dibahas di Dewan, dengan ketua panitia Ganjar sendiri. ”Kata kuncinya adalah mengembalikan fungsi representasi,” katanya. Salah satu usul Ganjar adalah satu pasal baru yang mewajibkan semua anggota Dewan mendirikan kantor perwakilan di daerah pemilihannya.

”Semua masukan, kritik, dan pendapat warga di sana disampaikan kepada anggota Dewan lewat kantor ini,” katanya. Suara warga inilah yang direspons anggota Dewan ketika berkunjung ke daerah pemilihannya pada masa reses. ”Bahkan, jika terbukti tidak peduli, anggota Dewan bisa diminta mundur oleh rakyat pemilihnya.”

l l l

RANCANGAN undang-undang ini tak hanya mengatur soal memperkuat keterwakilan Dewan Perwakilan Rakyat. Ada beberapa isu krusial dalam rancangan ini yang—jika lolos menjadi undang-undang—bisa mengubah total wajah parlemen kita tahun depan.

Isu pertama adalah soal kelengkap­an lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena fungsinya yang hanya muncul sewaktu-waktu—seperti membahas amendemen konstitusi atau memutus proses pemakzulan presiden—ada gagasan untuk melucuti saja perangkat kelembagaannya yang dinilai mubazir.

Isu kedua berkisar soal Dewan Perwakilan Rakyat. Di sini persoalannya agak banyak, mulai penguatan fungsi staf pendukung di sekretariat jenderal sampai masalah transparansi proses persidangan. ”Setiap rapat dengan menteri, kita ini minder,” kata politikus Fraksi Partai Golkar, Hajriyanto Tohari. ”Di belakang satu menteri ada 50-an anggota staf dan jajaran direktur jenderal, sementara kami hanya punya dua staf ahli.”

Untuk memperkuat fungsi legislasi parlemen periode mendatang, kata Hajriyanto, rancangan peraturan ini memperbaiki dua hal. Pertama, mengatasi kekurangan anggota staf pendukung dan infrastruktur perumus draf undang-undang dengan usul pengambilalihan Badan Pembinaan Hukum Nasional oleh parlemen.

Badan itu sekarang berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua, penambahan anggaran legislasi. Untuk itu, Dewan di­usulkan punya kantor anggaran sendiri yang menentukan alokasi dan pengelolaan anggarannya. ”Tidak lagi tergantung Departemen Keuangan, seperti sekarang,” kata Hajriyanto.

Isu berikutnya adalah soal fungsi Dewan Perwakilan Daerah. Sesuai dengan konstitusi, lembaga ini memang hanya punya wewenang ”ikut membahas” undang-undang. Itu pun yang berkaitan dengan otonomi daerah saja. Namun perumusan ”ikut membahas undang-undang” itu yang jadi polemik, sampai-sampai memicu usul Dewan Perwakilan Daerah mengamendemen Undang-Undang Dasar. Usul itu kandas karena tak mendapat dukungan Dewan Perwakilan Rakyat.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Da­erah La Ode Ida mengusulkan Dewan Perwakilan Daerah terlibat sebagai pihak ketiga—selain Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah—dalam pembahasan undang-undang. ”Artinya, kita ikut terus sejak panitia khusus, panitia kerja, tim perumus, sampai akhir, tapi ­tidak ikut sidang paripurna,” katanya.

Jika usul itu tidak disetujui, La Ode punya opsi kedua yang lebih lunak. Dia minta ada rapat kerja khusus antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah membahas daftar isian masalah rancangan undang-­undang, sebelum rancangan itu dibahas bersama pemerintah. ”Tampaknya, ini yang bakal dimasukkan ke rancangan ini,” kata La Ode.

Isu terakhir menyangkut dewan perwakilan rakyat daerah. Saat ini, wewenang dewan ini sering kali dilangkahi Departemen Dalam Negeri. Misalnya, semua peraturan daerah—termasuk anggaran pendapatan dan belanja daerah—harus dikaji ulang oleh Departemen Dalam Negeri sebelum sah berlaku.

Ilal Ferhard, Wakil Ketua Dewan ­Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, memberikan contoh ekstrem. Belanja anggaran pembangunan Jakarta, yang sudah disepakati Dewan dan Gubernur Jakarta pada awal tahun ini, sempat tertunda, sampai beberapa proyek tak bisa berjalan sesuai dengan jadwal.

Penyebabnya: lampu hijau dari Departemen Dalam Negeri tak kunjung menyala. ”Akibatnya, pemberlakuan anggaran pun molor sampai dua-tiga pekan,” katanya. Hal yang sama terjadi di semua daerah di Tanah Air.

l l l

TAK bisa dimungkiri, titik berat rancangan ini lebih pada perbaikan fungsi dan tugas Dewan Perwakilan Rakyat. Fungsi pengawasan Dewan lewat penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, misalnya, akan diperjelas. ”Aturan soal perlu-tidaknya presiden hadir sendiri di sidang paripurna untuk menjawab hak interpelasi, misalnya, tidak ada di undang-undang sebelumnya,” kata Hajriyanto.

Panitia khusus juga akan memperjelas fungsi ketua dan wakil-wakil Dewan. ”Seharusnya pemimpin Dewan hanya juru bicara. Yang powerful adalah anggota, bukan ketua,” kata Ganjar Pranowo.

Jumlah fraksi juga akan dibatasi. ”Saya membayangkan Dewan maksimal hanya punya enam fraksi, supaya lebih efektif dan efisien,” kata Ganjar. Sebaliknya, jumlah komisi diperba­nyak. ”Idealnya, mitra kerja satu komisi itu satu atau dua menteri, sehingga kerjanya lebih terfokus,” katanya. Dengan pola ini, Dewan periode depan akan punya sedikitnya 16 komisi.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, berharap rancangan ini bisa menghasilkan cetak biru parlemen yang lebih transparan, akuntabel, dan representatif. ”Satu yang mutlak berubah, semua rapat di parlemen harus dinyatakan terbuka untuk umum,” katanya. Dengan pengawasan publik, tu­duhan bahwa parlemen sering main mata untuk kepentingannya sendiri pun otomatis bisa ditepis.

Sejumlah organisasi ­nonpemerintah, termasuk Pusat Studi, kata Bivitri, aktif mengawasi pembahasan rancangan ini. ”Sejak beberapa bulan lalu, kami intensif berdiskusi dengan semua fraksi dan anggota panitia khusus,” katanya. Menurut dia, hampir semua usul dari publik sudah bisa diterima anggota parlemen.

Saat ini, rancangan peraturan itu masih dalam tahap pengisian daftar masalah. ”Saya sudah minta setiap fraksi menyelesaikan daftar masalahnya pekan ini,” kata Ganjar. Berbeda dengan mekanisme pembahasan rancangan undang-undang lain, Ganjar berharap pendapat sepuluh fraksi di Dewan bisa dipadukan sebelum pembahasan bersama pemerintah dilakukan pada Juli depan.

Karena itulah lobi antarfraksi sekarang sedang giat-giatnya dilakukan. Sudah dua kali lobi dilakukan, terakhir di Wisma Dewan di Kopo, Puncak, Jawa Barat. Membulatkan suara semua fraksi adalah strategi kunci panitia khusus untuk mengegolkan pasal-pasal baru dalam rancangan ini. ”Perdebatan memang akan lebih banyak terjadi dengan pemerintah ketimbang antarfraksi,” kata Hajriyanto.

Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus