Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CERUTU adalah sahabat setia politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Emir Moeis. Dengan cigar yang hampir menyentuh bibir, Jumat pekan lalu ia memeriksa dokumen atau mengontak politikus lain. Legislator bertubuh tambun ini memang tengah sibuk benar. Ia adalah ketua tim pencari fakta kasus Bank Century—tim yang dibentuk pimpinan pusat partai Banteng itu.
Siang itu Emir baru saja mengikuti rapat terbatas dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri—di sela-sela Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan. Dalam rapat itu mereka membahas skandal dana talangan Bank Century, yang kini bersalin nama menjadi Bank Mutiara.
Mereka tengah menunggu hasil akhir audit Badan Pemeriksa Keuangan. ”Saya berharap laporan itu menjelaskan dengan benderang ke mana saja uang itu mengalir,” kata Emir. Senin pekan ini rencananya BPK akan mengirim hasil audit itu ke DPR.
Dewan Perwakilan Rakyat mengorder Badan Pemeriksa Keuangan agar melakukan audit investigasi Bank Century pada hari pertama September lalu. Permohonan yang sama juga datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi tiga bulan sebelumnya. Audit investigasi itu menukik ke proses merger Bank Century pada Desember 2004 dan pemberian izin operasi Bank Century sebagai bank devisa oleh Bank Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan juga memeriksa pelanggaran aturan yang ditengarai terus dilakukan Bank Century sejak bank itu didirikan hingga diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan pada November 2008. Yang juga diperiksa adalah dasar dan alasan pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek sebesar Rp 689 miliar oleh Bank Indonesia.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan menginvestigasi penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang jika tidak diselamatkan bisa berdampak sistemik terhadap bank-bank lain. Penetapan itu dilakukan oleh Komite Stabilisasi Sistem Keuangan.
Dalam item ini, misalnya, hasil audit BPK memastikan apakah penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan ketentuan. Badan Pemeriksa Keuangan juga memberikan perhatian pada alasan meningkatnya kebutuhan dana penyelamatan Bank Century. Semula yang disetujui Rp 632 miliar lalu membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. ”Mengapa melonjak lebih dari sepuluh kali lipat?” kata Emir.
BPK telah memberi Dewan hasil laporan pemeriksaan sementara pada akhir September lalu. Tim Badan Pemeriksa Keuangan telah menginvestigasi Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Komite Stabilisasi Sistem Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, dan Bank Century. Tim juga mewawancarai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua Komite Stabilisasi, dan Boediono yang saat itu adalah gubernur bank sentral. BPK juga memeriksa Sekretaris Komite Stabilisasi Raden Pardede dan sejumlah pejabat Bank Indonesia, Lembaga Penjaminan, dan Bank Century.
Nah, laporan hasil audit investigasi inilah yang sepanjang pekan lalu ditunggu-tunggu. Semula, Badan Pemeriksa akan menyerahkan laporan audit investigasi ke Dewan pada Jumat pekan lalu. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo mengatakan, Jumat itu laporan sudah siap diserahkan, namun diundur atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat. ”Saya diberi tahu bahwa pimpinan Dewan tak lengkap sehingga penyerahan itu ditunda,” kata Hadi. Kabar ini dibenarkan Emir. ”Jumat lalu banyak pimpinan Dewan yang menjalankan tugas partai.”
Secara resmi Badan Pemeriksa Keuangan memang belum menyerahkan laporan itu ke Dewan. Namun, laporan diam-diam telah masuk Dewan melalui pintu belakang, akhir pekan lalu. Beberapa anggota Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Hanura—dua pengusung hak angket Bank Century—sudah memegang dokumen penting itu.
Seorang anggota Dewan mengatakan, ada dua laporan hasil audit. Versi ringkasan yang hanya beberapa lembar, dan versi lengkap yang ”hampir setebal buku telepon”. Anggota Fraksi Hanura Akbar Faisal membenarkan sudah memegang laporan itu. Tapi Emir tak yakin akan keaslian dokumen itu.
Akbar Faisal mengatakan, jika laporan yang ia pegang sama dengan versi resmi, sejumlah orang bakal tidak bisa tidur nyenyak. ”Saya jamin, mereka tidurnya kelisikan,” katanya. Sayang, ia tidak mau membeberkan isi laporan itu.
Ekonom Kwik Kian Gie dalam diskusi skandal Bank Century di gedung Dewan, Kamis pekan lalu, menduga Wakil Presiden Boediono tahu soal bailout Bank Century ini. Kwik berada dalam barisan pendukung hak angket. Ia mengatakan, pada saat pengucuran itu Boediono punya staf orang-orang pandai, administrasinya rapi, dengan dukungan sistem komputer yang canggih. Sehingga kecil kemungkinan ada bolong dalam melakukan pengawasan.
Menurut Kwik, ada kekuatan besar yang menekan Boediono. ”Saya tak akan menyebut nama,” katanya. Boediono telah berkali-kali menyatakan pengucuran dana itu tak menyalahi prosedur. Menurut dia, penyelamatan itu dilakukan untuk menghindari krisis perbankan yang lebih luas.
Sejumlah anggota Dewan mengatakan sebagian uang Bank Century masuk ke kantong seorang calon presiden. Tapi mereka ogah menunjuk siapa calon presiden itu. Dalam pertemuan dengan menteri dari partai koalisi di Wisma Negara, Rabu pekan lalu, Yudhoyono mengatakan tidak menerima sesen pun uang haram tersebut.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyatakan berita yang mengaitkan Presiden Yudhoyono dengan Bank Century adalah fitnah. ”Saya katakan tak ada masalah dengan Bank Century. Clear seratus persen,” kata Patrialis.
Menurut Aria Bima, anggota Fraksi PDI Perjuangan yang juga meneken usul hak angket, tanpa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, sebenarnya Dewan sudah punya landasan hukum yang kuat. Sebab, kata dia, kebijakan pemberian dana talangan itu melanggar konstitusi tentang asas kesamaan di depan hukum bagi semua warga negara.
Bima juga menemukan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Penetapan bahwa sebuah bank gagal itu berdampak sistemik atau tidak, kata dia, harus diputuskan oleh komite koordinasi yang dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. ”Bukan oleh Menteri Keuangan atau Bank Indonesia,” katanya.
Menurut Bima, Dewan kini berusaha keras agar hak angket lolos sehingga dibentuk panitia angket. ”Kami jaga biar tak masuk angin dan ambruk di tengah jalan,” kata Akbar Faisal.
Sunudyantoro, Gunanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo