Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Jawa Barat melakukan sejumlah langkah untuk mengerem tingginya angka kematian pasien saat isolasi mandiri.
Salah satunya adalah dengan meluncurkan layanan telekonsultasi bagi mereka yang menjalani isolasi mandiri.
Pemerintah provinsi menyiapkan sejumlah paket obat untuk warga yang menjalani isolasi mandiri.
Jakarta – Pemerintah Jawa Barat melakukan sejumlah langkah untuk mengerem tingginya angka kematian pasien saat isolasi mandiri. Salah satunya adalah dengan meluncurkan layanan telekonsultasi bagi mereka yang menjalani isolasi mandiri dan memasok obat-obatan gratis bagi warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan ide ini muncul lantaran media sosialnya dipenuhi banyak sekali keluhan warga yang menjalani isolasi mandiri kesulitan mengakses obat dan konsultasi dokter. Ia mengaku menghentikan 11 proyek infrastruktur senilai Rp 140 miliar untuk dialihkan ke program ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya ada nota kesepahaman dengan 10 perusahaan farmasi, merek macam-macam kontrak dengan Pemprov Jabar agar suplai obat dijamin ke gudangnya Pemprov Jabar,” kata dia dalam webinar, kemarin. Ia menambahkan, untuk distribusi obat, pihaknya juga bekerja sama dengan perusahaan jasa pengiriman seperti PT Pos Indonesia.
Emil--sapaan Ridwan Kamil--menjelaskan pemerintah provinsi menyiapkan sejumlah paket obat untuk warga yang menjalani isolasi mandiri di program ini. Paket A untuk pasien orang tanpa gejala dan berisi vitamin. Paket B, untuk pasien bergejala, akan diberikan obat antiviral yang sedang dan keras, sesuai dengan tingkat keparahan pasien.
Ihwal layanan telekonsultasi, Ridwan Kamil mengungkapkan sampai 11 Juli lalu pihaknya sudah menerima 25 ribu pesan atau pertanyaan yang dikirim 9.056 orang melalui layanan telekonsultasi yang bisa diakses di aplikasi Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat atau Pikobar. Ia mengaku pihaknya terus berupaya menyempurnakan layanan telekonsultasi ini.
Selain itu, Ridwan Kamil berupaya menaikkan persentase ketersediaan ranjang di rumah sakit. Ia juga melakukan program untuk menahan warga dengan gejala ringan agar tidak ke rumah sakit, melainkan cukup menjalani isolasi mandiri di rumah. Mereka menyiapkan 10.090 tempat tidur di fasilitas isoman tingkat desa, tapi baru terisi 43,11 persen.
Pasien positif Covid-19 melakukan isolasi mandiri di SD Negeri 110 Pasirkaliki Komarabudi, Bandung, Jawa Barat, 6 Juli 2021. TEMPO/Prima Mulia
Kang Emil juga memindahkan pasien Covid-19 yang sedang menuju kesembuhan ke fasilitas apartemen dan hotel yang mereka sewa dan disebut sebagai pusat pemulihan. “Hasilnya, BOR (bed occupancy ratio) kami turun 3 persen per 11 Juli dari 90 persen menjadi 87,6 persen,” tutur Emil.
Ihwal kebutuhan oksigen bagi pasien di rumah sakit, Emil menyebutkan sudah mulai terkendali karena ia mengirim tim untuk membeli oksigen di daerah yang penularan Covid-19-nya tidak sedang tinggi. Mulai pekan ini, pemerintah Jawa Barat menyediakan oksigen subsidi bagi pasien isolasi mandiri.
Terakhir, Ridwan menyiapkan 200 ribu relawan yang terdiri atas ibu-ibu PKK yang usianya belum sepuh, pemuda karang taruna, dan petugas posyandu sebagai petugas pelacak kontak erat. “Tugasnya, menelepon orang sakit, meminta data kontak erat, menelepon kontak erat, dan merayu agar mau dites,” ujar dia.
Ridwan Kamil menyebutkan kasus aktif di Jawa Barat per kemarin sebanyak 89 ribu. Sebanyak 20 ribu di antaranya dirawat di rumah sakit dan 70 ribu menjalani isolasi mandiri. Berdasarkan data Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dalam sepekan terakhir sebanyak 446 pasien isolasi mandiri meninggal di Jawa Barat. Hal ini didasari pemantauan CISDI pada 97 puskesmas di Jawa Barat. Angka positivity rate mingguan di wilayah Jawa Barat dalam sepekan terakhir adalah 32,16 persen.
Petugas Dinas Kesehatan Kota Bandung membawa jenazah penderita Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri di kediamannya di Muararajeun Lama, Bandung, Jawa Barat, 23 Juni 2021. TEMPO/Prima Mulia
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan dalam program isolasi mandiri, kunjungan dari tenaga kesehatan ke rumah pasien penting. Layanan seperti telemedicine mungkin hanya bisa digunakan warga di perkotaan. Pemantauan itu tidak perlu dilakukan setiap hari, tapi dilakukan di awal isolasi mandiri serta di masa rawan, yakni hari ke-5 sampai ke-10. Khusus di masa rawan, sebaiknya tenaga kesehatan atau relawan terlatih mengunjungi pasien setiap hari.
Dicky menjelaskan, dalam isolasi mandiri, pasien berusia di atas 40 tahun perlu diperhatikan lebih, begitu pun pasien dengan penyakit komorbid, seperti hipertensi, diabetes, dan jantung koroner. “Pasien dengan keterbatasan mobilitas dan komunikasi, seperti pikun, difabel, atau penderita stroke, juga perlu mendapat perhatian,” kata Dicky, kemarin.
Pada saat isolasi mandiri, keluarga yang mendampingi harus memperhatikan kondisi pasien. Jika demam sudah lebih dari 3-4 hari dan panasnya belum turun, sebaiknya pasien dibawa ke rumah sakit. Begitu pun jika pasien batuk lebih dari 7-10 hari, apalagi jika saturasi oksigen pasien kurang dari 92. Pasien dengan kondisi itu harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan masyarakat dapat menggunakan layanan telemedicine jika sedang menjalani isolasi mandiri. Layanan ini digunakan untuk memonitor perkembangan pasien. “Jika sudah sesak, harus ke fasilitas layanan kesehatan. Memang harus antre di IGD. Tapi, kalau darurat, lebih baik ke IGD, dan tidak seharusnya rumah sakit menolak pasien,” tutur dia, kemarin.
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo