Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Joko Widodo membuka jalan bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola lahan tambang. Aturan yang membolehkan ormas keagamaan mengelola tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan tersebut terdapat pada Pasal 83A yang membahas wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) secara prioritas. Jauh sebelum regulasi ini diterbitkan, Presiden Jokowi pernah melontarkan tawaran konsesi pertanian dan tambang saat membuka Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada Desember 2021. Kala itu Presiden mengiming-imingi konsesi lahan dan tambang kepada santri serta kalangan muda NU sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat.
Rencana tersebut lama tak terdengar. Namun, pada April 2024, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali melempar isu soal rencana pemerintah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan. Alasannya, para tokoh keagamaan sudah selayaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Apalagi mereka punya peran penting pada masa-masa perjuangan Indonesia melawan penjajah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal 68 sampai Pasal 75 PP Nomor 96 Tahun 2021 menyebutkan penawaran secara prioritas pengelolaan izin tambang hanya diberikan oleh menteri kepada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Pemerintah lalu mengubah peraturan itu melalui PP Nomor 25 Tahun 2024, yang isinya memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan memiliki izin tambang.
Bak gayung bersambut, saat itu sejumlah ormas seperti NU menyambut baik rencana pemerintah tersebut. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memaparkan alasan organisasinya menerima pemberian izin tambang dari Jokowi. Alasan utama Gus Yahya—sapaan Yahya Cholil Staquf—adalah PBNU membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan operasional berbagai program dan infrastruktur Nahdlatul Ulama.
Sejumlah ormas keagamaan lain menyambut baik tawaran pemerintah itu, tapi menolaknya. Pengurus Pusat Muhammadiyah awalnya menolak. Setelah dua bulan mengkaji, Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pihaknya akhirnya menerima IUP yang diberikan pemerintah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo