Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Seabad Rosihan Anwar dan Catatannya tentang Sukarno, Tentara dan PKI

Pada 10 Mei 2022 adalah seabad Rosihan Anwar. Bukunya yang populer adalah Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965

11 Mei 2022 | 09.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 10 Mei 2022 adalaah peringatan seabad wartawan senior Rosihan Anwar. Dia adalah tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan Indonesia yang produktif melahirkan karya tulis. Bukunya yang populer adalah Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lalu, Apa isi buku Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 ini? Mengutip dari laman library.fis.uny.ac.id, buku tersebut merupakan kesaksian catatan harian Rosihan Anwar “in the mood of diaries at the crucial moment”. Rosihan menulis dengan objektif dan tekun selama 5 tahun tentang 1961 hingga 1965. Buku ini menggambarkan prolog permainan segitiga kekuasaan yang seru antara Sukarno, Tentara, dan PKI sebelum Indonesia terhempas ke dalam Prahara Besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan, buku Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965, dianggap sebagai bacaan wajib bagi yang ingin tahu latar belakang mengapa Tentara mendapat dukungan masyarakat pada masa awal Prahara dan, terutama karena itu, mudah berkuasa secara monolitis setelah Sukarno jatuh. Buku ini digambarkan sebagai sebuah dokumen yang sangat penting untuk mengetahui keadaan politik, ekonomi dan kemasyarakatan serta sifat-sifat pribadi para pemimpin di era Demokrasi Terpimpin.

Catatan Rosihan Anwar tentang Sukarno, Tentara dan PKI

Mengutip dari laman lib.litbang.kemendagri.go.id, banyak buku tentang “Pelurusan Sejarah tahun 1965” yang terbit dengan berbagai kesimpulan yang diusungnya. Namun, buku Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965, sukar dicari padanannya dengan buku sejarah mana pun. Sebab buku ini memuat tentang pertemuan-pertemuan pribadi dan catatan percakapan empat mata tentang soal-soal politik dengan tokoh-tokoh masa seperti Bung Hatta, Bung Sjahrir, Soedjatmoko, DN Aidit, Subandrio, MT Haryono, dan sebagainya.

Mengutip dari laman perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, secara garis besar, buku Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 berisi tentang misi pembebasan Irian Barat, masa pemberontakan PRRI atau Permesta, konfrontasi dengan Malaysia, hubungan antara Indonesia dengan RRT, Soviet, dan AS. Buku ini juga memuat berbagai gonjang-ganjing dalam negeri lainnya yang berhubungan pada peristiwa G30S. Membaca buku ini dapat memperkaya persepsi pembaca yang mungkin hanya mengetahui peristiwa tersebut dari buku pelajaran atau sumber resmi lainnya.

Satu hal patut digaris bawahi adalah buku memoar ini bukan analisis terhadap G30S, apalagi soal teori konspirasinya. Poin utama dalam buku ini lebih berfokus pada tahun-tahun sebelum kejadian Gestapu itu. Buku ini memaparkan tentang power struggle di jajaran politik Indonesia. Dalam buku Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 ini kondisi politik Indonesia saat itu digambarkan saling tikam sana-sini, laporan palsu untuk memfitnah lawan politik, dan jilat ludah pimpinan demi kepentingan golongannya sendiri.

Rosihan turut mengungkapkan rasa frustrasi dan kekecewaan terhadap Presiden Sukarno dalam bukunya itu. Rosihan mengkritik soal retorika Sukarno terhadap krisis ekonomi yang tak didukung dengan aksi nyata, Sukarno yang berkunjung ke luar negeri di tengah kesenjangan sosial yang parah, maupun kekejaman Sukarno terhadap bekas rekan seperjuangannya, Sutan Sjahrir.

Dalam buku ini, Rosihan Anwar juga mengisahikan tentang peristiwa G30S dan kenaikan Presiden Soeharto setelahnya yang benar-benar mendadak dan tidak disangka-sangka. Rosihan Anwar sendiri menyatakan kebingungannya terhadap tindakan radikal PKI, sedangkan nama Soeharto, yang disebut-sebut sambil lalu sebelum peristiwa bersejarah itu, sama sekali tidak masuk perhitungannya sebagai calon penerus Soekarno.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus